Gubernur Sulawesi Tenggara (Sultra), Ali Mazi, berharap Festival Budaya Tua Buton mejadi penggerak dan inspirasi pembangunan daerah setempat.
“Semoga dapat terus berlanjut untuk menjadi lokomotif dan inspirasi dalam kelanjutan pembangunan didaerah ini,” ujar Ali Mazi dalam sambtunnya di acara penutupan Festival Budaya Tua Buton, Sabtu (24/8/2019).
Disebutkan, acara semacam ini juga terselenggara pada beberapa daerah di Pulau Jawa. Namun, tampilan acaranya berbeda dengan di Buton.
Di Buton, sambung Ali Mazi, dilaksanakan dengan berbagai macam pertunjukan kebudayaan. Baik yang berkaitan dengan seni tari, olahraga, peningkatan wawasan, tradisi kehidupan masyarakat, maupun ekspos pembangunan; sehingga membutuhkan tenaga dan pikiran yang super ekstra.
“Saya ucapkan terimakasih atas kehadiran perwakilan Kementerian Pendidikan, Pariwisata, dan Kementrian Sosial. Kemudian, kepada peserta dari berbagai negara,” katanya.
Menurut Ali Mazi, keberadaan Festival Budaya Tua Buton ini merupakan kegiatan berskala lokal. Tapi gaungnya sudah mendunia, dibuktikan kehadiran dan ketertarikan wisatawan mancanegara.
Ditambahkan, suksesnya kegiatan seperti ini tergantung pada dua hal. Pertama manajemen informasi yang sangat menyakinkan publik untuk menghadiri festival.
Kedua, konten dalam penggelolaan materi festival yang dapat mengambarkan perilaku khusus sosial masyarakat setempat.
Kedua hal ini pula, sebut Ali Mazi, mempengaruhi jumlah pengunjung. Baik mancanegara maupun domestik.
“Festival Pesona Budaya Tua Buton memnuhi semua hal-hal itu,” tandas orang nomor satu di Bumi Anoa ini.
Di tempat yang sama, Bupati Buton, La Bakry, mengatakan Festival Pesona Budaya Ttua Buton tahun ini mengangkat tema “Budaya Buton dan Masa Depan”.
“Ini bermakna bahwa betapa luhur dan kuatnya Budaya Tua buton untuk menyatukan perbedaan dan memperkokoh persatuan,” ucapnya.
Dengan begitu, budaya dan kearifan lokal mampu mengendalikan pengaruh negatif globalisasi.
“Festival Budaya tua Buton kali ini merupakan yang sudah yang ketujuh kalinya. Di-launching sejak tahun 2013 lalu oleh Mentri Pariwisata,”ujar La Bakry.
Dibeberkan, kegiatan digelar, selain untuk memeriakan HUT-RI; juga untuk menyambut peserta Wonderful Indonesia yang setiap tahunnya melintas di Kawasan Timur Indonesia.
La Bakry menuturkan, festival ini menjadi salah satu kebutahan masyarakat, khususnya bagi yang tidak mampu untuk melaksanakan tradisi yang diwariskan secara turun temurun. Misalnya, tradisi pidoledole (imunisasi), tandaki (sunatan), dan posuo (pingitan).
Tradis di atas, kata dia, wajib dilaksanakan dalam setiap keluarga di Buton dan diakhiri dengan syukuran atau makan bersama atau pekande-kandea. Lalu, diakhiri dengan penampilan seni tari tradisional sebagai hiburan rakyat.
“Tradisi ini, jika dilaksanakan perorangan maka membutuhkan biaya yang cukup mahal. Sehingga Pemkab Buton berinisiatif melaksanakan secara massal dalam rangka membantu kesulitan ekonomi masyarakat, sekaligus sebagai promosi budaya,” pungkas La Bakry.
SUPARMAN
Komentar