Merdeka Belajar dan Generasi Siap Kerja

Merdeka Belajar dan Generasi Siap Kerja

Dalam sebuah negara pendidikan adalah salah hal terpenting yang harus dijalankanoleh negara untuk mencetak generasi milineal yang mempunyai karakter yang baik, wawasan yang luas dan berdaya saing yang tinggi. Dalam hal ini pendidikan saat ini cenderung mengarahkan kita untuk menyiapkan diri agar siap kerja. Nah hal itu tentulah benar karena kita sekolah maupun kuliah ujung-ujungnya untuk cari kerja agar dapat menghasilkan uang (matrealstik).

Kita ketahui bersama bahwa pendidikan di Indonesia saat ini sudah mampu menghasilkan banyak tenaga kerja yang siap kerja. Namun apakah tenaga kerja yang dihasilkan berkarakter baik berdasarkan nilai-nilai spiritual?

Iklan KPU Sultra

Melihat fakta yang ada di sekeliling kita banyak orang cerdas dalam urusan pekerjaan namun minim pengetahuan akan nilai-nilai spiritual. Sehingga banyak dari mereka yang sadar maupun tidak sadar melakukan banyak penipuan, korupsi, suap menyuap hanya untuk mendapatkan uang, semua yang dilakukan hanya untuk mendapatkan keuntungan pribadi.

Inilah yang menjadi promblem dunia pendidikan saat ini. Publik sempat dihebohkan dengan kebijakan pemerintah melalui Menteri Pendidikan Dan Kebudayaan, Nadiem Makarim membuat kebijakan baru dengan konsep merdeka belajar.

Beliau menjelaskan bahwa "Merdeka belajar adalah kemerdekaan berpikir. Dan terutama esensi kemerdekaan berpikir ini harus ada di guru dulu. Tanpa terjadi di guru, tidak mungkin bisa terjadi di murid," kata Nadiem dalam Diskusi Standard Nasional Pendidikan, di Hotel Century Park, Jakarta Pusat pada Jumat, 13 Desember 2019.

Dalam pernyataan tersebut guru dituntut untuk lebih kreatif dan inovatif dalam menyapaikan materi kepada siswanya agar dapat diserap dan dipahami maksud dari mata pelajaran yang diajarkan tanpa harus susah-susah menghafal. Penghafalan itu menurut Nadiem hanya menyentuh aspek memori saja. Nadiem juga menilai UN belum menyentuh kepada karakter siswa. Maka tak heran jika ujian nasional hanya akan ada sampai tahun 2020.

Untuk itu UN memang tidak dihapus namun diganti dengan asesmen kompetensi. Sebab dengan asesmen ini siswa tidak lagi menghafal, melainkan ada aspek kognitif siswa yang ditest. Kognitif yang dimaksud adalah penalaran dan pemahaman siswa atas mata pelajaran yang dimaksud.

Nadiem sendiri memaknai merdeka belajar = merdeka befikir dimulai dari guru yang diturunkan untuk ditanamkan kepada siswa. Merdeka berfikir tidak lain memberikan kebebasan (Liberal) dalam memaknai materi pelajaran dan dapat berujung pada perilaku dan pembentukan karakter liberal bila tidak didukung oleh pemahaman terhadap nilai-nilai agama terkait apa yang harus dihindari dalam islam. Karena kita ketahui bersama pelajar-pelajar yang dihasilkan dari pendidikan sekuler saat ini jauh dari karakter yang baik. Dimana pelajar yang dihasilkan belum mampu bersikap sesuai dengan tutunan wahyu dari sang pencipta yaitu Allah. Sehingga berbagai penyimpangan sering kita jumpai dari siswa-siswa yang masih sekolah bahkan tidak sekolah lagi.

Dalam hal ini dunia pendidikan tidak hanya harus dapat menghasilkan individu yang mempunyai daya saing yang unggul tapi harus melahirkan para tenaga kerja sekaligus pemikir-pemikir yang kompeten baik dalam urusan dunia maupun akhirat, sehingga ada keseimbangan yang terjadi. Oleh karena sistem pendidikan haruslah memfokuskan nilai-nilai spiritual disamping pembentukan SDM yang unggul.

Pendidikan Yang Berbasiskan Akidah Islam

Dalam Islam, hubungan Pemerintah dengan rakyat adalah hubungan pengurusan dan tanggung jawab. Negara (Khalifah) bertanggung jawab penuh dalam memelihara urusan rakyatnya. Rasulullah saw. bersabda: Imam (Khalifah/kepala negara) adalah pengurus rakyat dan ia akan dimintai pertanggungjawabannya atas rakyat yang diurusnya (HR al- Bukhari dan Muslim).

Sebagai bagian dari ri’ayah itu maka pendidikan harus diatur sepenuhnya oleh Negara berdasarkan akidah Islam. Tujuan pendidikan dalam Islam adalah untuk membentuk kepribadian islami (syakhshiyah islamiyah) setiap Muslim serta membekali dirinya dengan berbagai ilmu dan pengetahuan yang berhubungan dengan kehidupan. Untuk mencapai tujuan pendidikan tersebut kurikulum Islam memiliki tiga komponen materi pokok yaitu: (1) pembentukan kepribadian Islam; (2) penguasaan tsaqafah Islam; (3) penguasaan ilmu kehidupan (iptek, keahlian dan keterampilan). Hal demikian akan mampu mencetak peserta didik yang menghiasi segenap aktivitasnya dengan akhlak mulia dan memandang Islam sebagai sistem kehidupan satu-satunya yang benar.

Islam menentukan penyediaan pendidikan bermutu untuk semua rakyat sebagai kebutuhan dasar masyarakat yang wajib disediakan oleh negara secara gratis. Dasarnya karena Rasul saw menetapkan tebusan tawanan perang dari orang kafir adalah mengajari sepuluh orang dari anak-anak kaum muslim. Tebusan tawanan merupakan ghanimah yang menjadi hak seluruh kaum muslim. Diperuntukkannya ghanimah untuk menyediakan pendidikan bagi rakyat secara gratis itu menunjukkan bahwa penyediaan pendidikan olehnegara untuk rakyat adalah wajib. Ijmak sahabat atas pemberian gaji kepada para pengajar/guru dari harta baitul mal lebih menegaskan hal itu.

Dengan demikian output yang dihasilkan adalah generasi pejuang, bukan generasiyang cerdas akal saja namun miskin kepribadian; bukan generasi yang mahir dalam IPTEK namun miskin iman. Merekalah generasi pemimpin, pengukir peradaban yang tak mudahsurut dalam perjuangan Islam.

Wallahu ‘alam bishowab

Oleh: Ulfah (Mahasiswi)