Oleh: Sumarni, S.Pd.
(Anggota Komunitas Menulis untuk Peradaban)
Perayaan natal yang sangat sakral dan menjadi momen yang sangat ditunggu-tunggu oleh teman-teman umat Kristiani telah usai. Walaupun demikian, polemik bolehkah kaum muslim mengucapkan selamat natal terus menjadi perbincangan hangat dijagad publik. Baik di media sosial maupun media elektronik. Isu ini kian banyak dipersoalkan terkait dengan perkara toleransi. Agama Islam yang menjadi agama mayoritas di negeri ini tidak bisa bernapas lega kepada penganutnya yang memiliki keyakinan mendasar untuk tidak memberikan ucapan selamat natal hari ini terus dipersoalkan.
Keprihatinan itu datang dari salah satu tokoh Yenny Wahid menyayangkan sikap (sebagian kaum muslim) yang menolak atau melarang merayakan hari raya natal bagi kaum nasrani. Tokoh ini mengklaim merupakan sikap Intoleransi terhadap kepercayaan tertentu dan melanggar Undang-undang.
Dikutip dari (DetikNews, 22/12/2019) Yenny Wahid menyebut pelarangan perayaan natal yang terjadi di Dhamasraya dan Sijunjung Sumatera Barat terdapat unsur melanggar Undang-undang. Tentu sebagai warga negara yang baik, tidak membenarkan sikap demikian jika ada kaum muslim yang melakukan pelarangan perayaan hari raya umat lain. Tetapi jika menelisik lebih jauh benarkah umat muslim melakukan pelarangan terhadap hari raya umat lain?. Pasalnya sekian puluh tahun Negeri ini merdeka, kita menyaksikan perayaan natal umat Nasrani berjalan dengan tertib dan aman tidak ada persekusi dari umat muslim.
Namun mengapa kini seolah-olah masalah di negeri ini darurat Intoleransi. Narasi toleransi beragama dijadikan alat untuk memojokan kaum muslim, tidak memberikan toleransi kepada kaum Nasrani Kepada kaum muslim yang kukuh tidak memberi ucapkan selamat Hari Raya Natal kepada kaum Nasrani yang meyakini bagian dari pengakuan dan pembenaran terhadap aqidah dan keyakinan umat tertentu dilabeli dengan gelar intoleran terhadap umat lain.
Isu ini terus digulirkan dan dianggap dapat menimbulkan perselisihan, terlebih rapuhnya persatuan umat beragama. Pernyataan ini pula menimbulkan tanda tanya, seolah kaum muslim dituduh tidak memiliki toleransi terhadap agama lain. Kaum muslim diposisikan sebagai individu-individu yang tidak memiliki semangat menghargai keberagamaan (termasuk Keberagamaan dalam hal keagamaan), tidak menjaga kebhinekaan kebangsaan. Lagi, sepertinya kaum muslim dinegeri sendiri tidak mendapatkan tempat. Padahal negeri ini dihuni oleh mayoritas muslim. Tetapi berasa hidup dalam keadaan minoritas.
Bukankah negara telah menjamin dalam konstitusi bahwa tiap orang berhak memilih agama yang diyakini. Jadi seharusnya masalah toleransi tidak perlu dipersoalkan lagi.
Islam adalah Agama Toleran
Islam telah memberikan batasan yang jelas dalam hal beraqidah. Artinya Islam adalah agama yang memberikan jaminan dan kebebasan untuk beraqidah dan menganut kepercayaan yang diyakini oleh tiap individu yang dalam negara Islam. Lalu mereka tidak dipaksa untuk mengambil Islam sebagai kepercayaan yang dianut.
Ketika Islam memimpin dunia, Islam telah memberikan gambaran toleransi yang nyata terhadap agama-agama lain. Tidak ada satupun umat lain yang dipaksa untuk memeluk agama Islam. Mereka dibiarkan memeluk agama yang mereka yakini tanpa ada intimidasi dari umat Islam. Sebagaimana tersimpan dalam torehan sejarah ketika futuhat (pembebasan) benteng konstatinopel oleh umat Islam, kaum nasrani diberikan jaminan untuk tetap memeluk aqidah yang mereka yakini. Tanpa dipersekusi oleh kaum muslim. Siapa saja warga negara yang merusak fasilitas dan rumah-rumah ibadah non muslim maka negara memberikan sanksi yang tegas.
Bahkan rasul memberikan jaminan melalui sabdanya yang mulia siapa saja yang menyakitii ahluzimmah (kaum kafir yang dlindungi negara Islam) berarti dia menyakitiku ketika perang pun rasul memerintahkan agar tidak merusak rumah ibadah kaum Nasrani dan Yahudi. Kita dapat melihat Islam memberikan keamanan dan menjaga sekaligus melindungi darah mereka sekalipun tidak memeluk agama Islam. Itulah sesungguhnya toleransi yang diberikan Islam terhadap umat lainnnya (nasrani, yahudi maupun majusi) yang memiliki agama dan kepercayaan yang berbeda dengan agama Islam.
Sangat berbeda dengan kondisi hari ini, kaum muslim minoritas yang mau beribadah secara khusuk cenderung tidak ditoleransi bahkan rumah ibadah kaum muslim dihancurkan sebagaimana terjadi dikebanyakan negeri-negeri muslim (Uygur, Palestina, Suriah, Yaman, Kashmir, dan Rohingya). Alhasil hanya Islam yang mampu memberikan contoh terbaik tentang toleransi dan tidak perlu mengajari Islam untuk bertoleransi karena sejak kemunculannya telah memberikan toleransi bukan hanya kepada manusia bahkan alampun merasakannya. Wallahuaalam[]. .