Gagal Jadi Solusi, Tol Japek Berpotensi Membahayakan

Oleh: Sriyanti

Ibu Rumah Tangga Tinggal di Bandung

Tol Jakarta-Cikampek (Japek) baru saja diresmikan operasionalnya. Namun jalannya yang bergelombang telah menyebabkan kecelakaan.

Kecelakaan beruntun terjadi di Tol Jakarta-Cikampek (Japek) II Elevated pada Minggu 22/12/2019. Belum jelas kronologi terjadinya kecelakaan tersebut, namun informasi yang beredar insiden tersebut berlangsung di KM 27 Tol Layang Japek. Corporate Communication Department Head PT Jasa Marga (Persero) Tbk Faiza Riani mengatakan, kecelakaan terjadi sekitar pukul 9.00 WIB.

“Ada kecelakaan beruntun pagi tadi sekitar jam 9 pagi, namun hanya kerugian material saja,” ungkapnya ketika dikonfirmasi melalui pesan singkat, pada Minggu 22/12/2019. (CNBC Indonesia)

Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) menilai tol layang Jakarta Cikampek (Japek) merupakan produk gagal. Hal ini berarti saat tol layang Cikampek dibangun tidak mempertimbangkan berbagai kemungkinan, termasuk jika ada kendaraan mogok di atas tol layang dan tidak mampu menjadi solusi mengurai kemacetan.

Ketua Harian YLKI, Tulus Abadi mengatakan pihaknya sudah memprediksi sejak awal tol layang tidak akan mampu mengatasi kemacetan akhir pekan.

“Prediksi saya bahwa tol layang Cikampek tidak akan mampu mengatasi kemacetan saat long week end. Terbukti tadi malam tol layang Cikampek macet total selama dua jam, dan akhirnya arus lalin menuju tol layang ditutup sementara,” ungkapnya, Minggu 22/12/2019. (Bisnis.Com)

Namun Menteri perhubungan (Menhub) Budi Karya Sumadi menolak mengakui kekurangan hasil proyeknya. Ia mengatakan bahwa hadirnya Tol Layang Jakarta-Cikampek (Japek) bukan produk gagal.

“Itu euforia masyarakat saja, contohnya saya jual martabak, martabaknya enak orang pada datang, banyak orang yang beli dalam satu jam sudah habis, masak saya dibilang gagal.”

Ia juga mengatakan akan mengevaluasi kekurangan-kekurangan dalam pengoperasian Tol Japek layang tersebut.

“Jadi kita evaluasi, kita perbaiki kekurangan-kekurangan Insya Allah dalam waktu tiga bulan ini akan selesai sehingga menjadi baik,” kata Budi kepada pers, usai menghadiri pameran foto di Bandara Soekarno-Hatta Tangerang, pada Minggu 22/12/2019. (Republika.CO.ID)

Apa yang diungkapkannya tersebut, sama sekali tidak menyiratkan rasa bersalah sedikit pun. Perbaikan akan dilakukan sekedarnya hanya untuk menghindari kritikan rakyat.

Seiring dibukanya jalan tol layang ini, para pengguna jalan justru banyak mengeluarkan kritik dan keluhan. Sebab publik melihat kondisi jalan tol Japek layang ini dinilai terlalu bergelombang untuk para pengendara, sehingga mengganggu kenyamanan bahkan membahayakan pengemudi.

Direktur Operasional PT Waskita Karya (Persero) Bambang Rianto selaku kontraktor jalan tol Jakarta-Cikampek II Elevated atau Japek layang membeberkan alasan konstruksi jalan tol yang baru dibuka tersebut bergelombang.

Bambang mengatakan konstruksi Japek layang bergelombang karena banyaknya proyek di sekeliling jembatan, mulai dari jembatan penyeberangan orang (JPO) hingga simpang susun.

Dia menjelaskan, posisi Japek layang yang berada di tengah-tengah proyek lain membuat konstruksi mau tak mau harus dibuat bergelombang. Harus ada jarak antara Japek layang dengan proyek lain seperti JPO dan simpang susun.

“Jadi kalau jalan tol ini kita bikin lurus semua, itu harus ketinggiannya 18 meter. Coba bayangkan 18 meter atau sama dengan 20 meter dengan ditambahkan konstruksi yang lain, itu ekuivalen dengan kalau ini ada gedung, kira-kira di lantai 5,” sambung Bambang.

Selain berbahaya jika dibangun lebih tinggi, biaya investasi yang akan dikeluarkan untuk Japek layang juga bisa lebih mahal. Karena itu, satu-satunya cara ialah dengan membuat konstruksi jalan bergelombang. (DetikFinance 21/12/2019)

Jika kondisinya seperti apa yang dikemukakan di atas, mengapa pemerintah memaksakan pembangunan tol Jakarta-Cikampek tersebut? Jika keberadaannya hanya sebagai fasilitas publik yang berpotensi membahayakan. Hal ini menjadi bukti abainya pemerintah menjadikan urusan kemaslahatan rakyat sebagai prioritas tujuan. Padahal sesungguhnya mereka adalah penanggung jawab setiap urusan rakyat termasuk layanan transportasi dan perhubungan.

Semua itu merupakan watak dari penguasa neolib kapitalis karena yang menjadi tolak ukur mereka adalah materi, berbagai cara mereka lakukan tanpa memperhitungkan baik dan buruk bagi rakyat. Semestinya pembangunan infrastruktur diperuntukan untuk kesejahteraan rakyat bukan cenderung menjadikan rakyat pada posisi membahayakan.

Beda halnya dalam pandangan Islam. Infrastruktur adalah hal penting dalam pembangunan dan pemerataan ekonomi sebuah negara demi kesejahteraan rakyatnya. Karena itu khalifah (pemimpin tertinggi dalam sistem pemerintahan Islam) wajib membangun dan menyediakan insfrastruktur yang baik, bagus dan merata ke pelosok negeri. Dasarnya adalah kaidah, “Mâ lâ yatim al-wâjib illâ bihi fahuwa wâjib (Suatu kewajiban yang tidak bisa terlaksana dengan baik karena sesuatu, maka sesuatu tersebut hukumnya menjadi wajib). Menjadikan rakyat sejahtera wajib atas khalifah. Kesejahteraan tidak akan muncul jika tidak terpenuhi sarana dan prasarana menuju kesejahtearaan. Salah satunya adalah infrastruktur untuk memperlancar distribusi dan pemenuhan kebutuhan rakyat. Karena itu adanya infrastruktur yang bagus dan merata ke seluruh pelosok negeri menjadi wajib hukumnya. Kewajiban ini harus diwujudkan oleh khalifah.

Menjadikan rakyat sejahtera wajib atas khalifah. Sebagaimana yang dilakukan oleh khalifah Umar bin khathab dan khalifah-khalifah lainnya. Dengan segala upaya Umar untuk membenahi infrastruktur yang bertujuan untuk mensejahterakan rakyat. Sekaligus menjaga kemuliaan Islam. Program-program Umar disampaikan pada pihak-pihak yang membantunya dalam pemerintahan. Kepada para gubernur, Umar berpesan agar selalu memperhatikan perbaikan jalan. Ini selalu disampaikan saat Umar membuat perjanjian dengan para gubernur, atau kepada pemimpin negeri yang berhasil ditaklukan. Khalifah memastikan tidak ada jalan yang rusak hingga tidak akan mencelakkan seekor keledai sekalipun.

Oleh karena itu kembali pada syariat-Nya adalah satu-satunya cara yang menjadi solusi atas segala permasalahan kehidupan. Syariat yang diterapkan secara menyeluruh dalam bingkai khilafah yang mengikuti metode kenabian.

Wallahu a’lam bi as-shawab