Asa Menjadi PPPK Bagi Honorer, Ambyaar?

Ummu Zhafran

(Pegiat Opini, member AMK)

Harapan para tenaga kerja honorer berganti status menjadi PPPK  kian redup.  Ada apagerangan? Menteri PAN-RB akhirnya buka-bukaan soal rencana hapus tenaga honorer di seluruh instansi pemerintah, baik pusat maupun daerah. Rencana penghapusan ditargetkan rampung pada 2021.

Penghapusan tenaga honorer merupakan mandat UU Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara (ASN). Dalam beleid itu yang dimaksud ASN adalah pegawai negeri sipil (PNS) dan Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK). Sehingga di luar itu maka tidak diatur dan harus dihapuskan.

Saat ini tersisa 438.590 orang dengan status tenaga honorer kategori II (THK-II). (detikfinance.com, 26/1/2020)

P3K, Solusi atau Masalah Baru?

PP Nomor 49 Tahun 2018 konon memang digadang sebagai solusi bagi staf berstatus K2.  Mantan Menteri Pendayagunaan Aparatur Sipil Negara dan Reformasi Birokrasi (PAN-RB) Syafruddin malah sempat  heran  banyak tenaga honorer  keberatan dahulu saat PP tersebut disahkan. 

“Itu (PP 49/2019) kan untuk keuntungan tenaga honorer, ngapainnolak?” ujar Syafruddin saat dijumpai di Istana Presiden Jakarta,  (kompas.com, 10/12/2018).

Tahun berganti, kebijakan yang dimaksud nyatanya justru menimbulkan masalah baru.  Wajar, karena  sebelumnya pun banyak yang ragu. Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI) ketika itu telah melayangkan kritik terhadap Peraturan Pemerintah Nomor 49 Tahun 2018 tentang Manajemen Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (P3K).  Alih-alih sebagai solusi masalah tenaga honorer, PP P3K dinilai justru melukai para guru honorer, khususnya yang sudah mengabdi puluhan tahun.

Sebab, orang yang baru lulus kuliah dan belum menjadi guru honorer juga bisa ikut dalam rekrutmen P3K. Hal ini diatur dalam pasal 16 ayat a PP P3K.

“Artinya, semuanya mulai dari freshgraduate dari umur 20-59 tahun dijadikan sama-sama dalam satu plot. Itu tentunya melukai rasa keadilan para guru yang sudah mengabdi puluhan tahun di situ,” kata Ketua Umum PGRI Unifah Rosyidi kepada wartawan. (kompas.com, 5/12/2018)

Apa daya, layaknya peribahasa anjing menggonggong kafilah berlalu.  Meski hujan kritik, PP P3K  terus melaju.  Segenap tenaga honorer tentu hanya bisa tertunduk lesu.

Sungguh memprihatinkan.  Siapa kira bayangan dapat terangkat status dari honorer ke ASN dengan pendapatan yang lebih baik makin suram.  Padahal jelas soal pekerjaan bagian dari amanah Undang-Undang Dasar.   Pasal 27 ayat (2) UUD  1945, menyebutkan bahwa “Tiap-tiap warga Negara berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan”. Ayat ini memuat pengakuan dan jaminan bagi semua orang untuk mendapatkan pekerjaan dan mencapai tingkat kehidupan yang layak bagi kemanusiaan.

Keberadaan Undang-Undang Nomor 5/2014 tentang ASN yang dulu diajukan untuk direvisi pun lenyap kabar berita.   Padahal bila disahkan, revisi tersebut memungkinkan seluruh  honorer maupun pegawai tidak tetap bisa langsung diangkat menjadi ASN tanpa melalui tes.  (tribunnews, 19/9/2019).

Lebih menyakitkan lagi, anggaran gaji honorer dianggap telah membebani negara selama ini. (detik.com, 25/1/2020) Amboi, padahalrealisasi pendapatan negara mencapai Rp 1.957,2 triliun. Jika dibandingkan dengan capaian tahun 2018, realisasi pendapatan negara tahun 2019 tersebut konon tumbuh 0,7%.(cnbcindonesia.com, 7/1/2020)

Demikianlah  berharap pada solusi buatan manusia terbukti tak menyelesaikan masalah.   Neoliberalisme yang diterapkan berdampak semakin parah.  Tampak dari semakin terbatasnya peran negara mengurusi rakyatnya.  Hal yang dulu merupakan kewajiban – yang tak bisa ditawar-tawar – negara terhadap warga negara sesuai amanat UUD,  sekarang seolah tak lagi demikian.  Lantas, ke mana menaruh harapan?

Dicari, Solusi Yang Selesai

Jika kapitalisme dengan neolib-nyaterbukti hanya menyelesaikan masalah dengan memunculkan problem baru, mengapa tak menoleh ke Islam?

Islam adalah Dien yang sempurna sebab datang dari Yang Maha Sempurna. Islam tak hanya memberi solusi juga bukti sejak masa Rasulullah Saw diterapkan hinggaberabad masa kejayaan Islam.  Aspek lapangankerja pastinya  tak luput dari perhatian.

Islam mewajibkan  negaramemberikan pekerjaan kepada mereka yang membutuhkan sebagai realisasi teladanRasulullah saw. melalui sabdanya,

“Imam/Khalifah adalah pemelihara urusan rakyat; ia akan dimintai pertanggungjawaban terhadap urusan rakyatnya.” (HR Al-Bukhari dan Muslim).

Lebih detail, Rasulullah saw. secara praktis senantiasa berupaya memberikan peluang kerja bagi rakyatnya. Suatu ketika Rasulullah memberikan dua dirham kepada seseorang yang mengemis karena tak memiliki pekerjaan. Kemudian beliau bersabda (yang artinya), 

“Makanlah dengan satu dirham, dan sisanya, belikanlah kapak, lalu gunakan kapak itu untuk bekerja!” (Muttafaqalaih)

Mekanisme yang dilakukan oleh Khalifah dalam mengatasi pengangguran dan menciptakan lapangan pekerjaan secara garis besar dilakukan dengan dua mekanisme, yaitu: mekanisme individu dan sosial ekonomi.

Setiap muslim wajib bekerja demi menafkahi keluarganya.  Rasulullah Saw bersabda,

“Cukuplah seorang Muslim berdosa jika tidak mencurahkan kekuatan menafkahi tanggungannya.” (HR Muslim).

Di sisi lain Rasul saw.   menyelesaikan masalah seseorang yang mengemis dengan memfasilitasi kapak untuk memulai usaha.

Masya Allah, sungguh tepat firman  Allah swt.,

“Maka patutkah aku mencari hakim selain daripada Allah, padahal Dialah yang telah menurunkan kitab (Al Quran) kepadamu dengan terperinci? Orang-orang yang telah Kami datangkan kitab kepada mereka, mereka mengetahui bahwa Al Quran itu diturunkan dari Tuhanmu dengan sebenarnya. Maka janganlah kamu sekali-kali termasuk orang yang ragu-ragu.” (TQS. Al An’aam: 114). Wallahua’lam