Oleh Sri Astuti Am. keb (Pemerhati Politik dan Member Revowriter21)
“Belajarlah hingga ke negeri china”
Tampaknya slogan tersebut memang tepat namun mirisnya bukan dalam hal yang positif, karena ke sombongannya menafikan fitrahnya sebagai manusia untuk meyakini adanya Pencipta alama semesta, manusia dan kehidupan.
Maka semestinya negeri-negeri lain berkaca dari kasus merebaknya virus corona di China, buah dari kesombongan dan kebengisan China terhadap muslim uyghur. Maka Allah tampakan kekuasaannya dengan mengirimkan pasukan-Nya berbentuk virus, makhluk Allah yang tidak terlihat namun bisa suatu waktu mengintai nyawa manusia.
Data terakhir Jumat (7/2/2020), sebanyak 638 orang dilaporkan meninggal dunia. Sementara itu, kasus yang terkonfirmasi terinfeksi virus corona sebanyak 31.480. (kompas.com)
Sebanyak 245 WNI yang berada di beberapa titik di Provinsi Hubei, Cina, akan dievakuasi pada Sabtu, bersama dengan lima orang tim aju (advance) yang sudah berada di provinsi tersebut.
Panglima TNI Marsekal Hadi Tjahjanto mengatakan WNI yang dievakuasi dari Provinsi Hubei akan menjalani protokol kesehatan tersebut di Natuna karena pangkalan militer Natuna memiliki fasilitas rumah sakit yang mumpuni dengan kapasitas 300 orang. Tempat itu juga cukup jauh dari permukiman warga dengan jarak sekitar enam kilometer.
Namun mirisnya upaya pemerintah melakukam transit observasi di Natuna mendapatkan penolakan dari warga Natuna dengan melakukan unjuk rasa, setidaknya ada 6 tuntutan warga Natuna yang di ajukan kepada pemerintah pusat di wakilkan oleh Ketua Komite Nasional Pemuda Indonesia (KNPI) Natuna, Haryadi. Tuntutan diantaranya :
Pertama, meminta WNI dari Wuhan dipindahkan ke kapal perang KRI. Tujuannya agar dapat diobservasi di lepas pantai dan tidak menimbulkan keresahan seperti saat ini. Kedua, meminta pemerintah pusat dan daerah memberi kompensasi berupa jaminan kesehatan seperti posko kesehatan di Natuna. Ketiga, meminta pemerintah mendatangkan dokter, psikiater ke Natuna. Keempat, meminta Menteri Kesehatan wajib berkantor di Natuna. Kelima, massa juga menuntut segala kebijakan pemerintah pusat untuk kedepannya dapat disosialisasikan. Keenam, masyarakat meminta pemda bisa menjadi penyambung lidah masyarakat kepada pemerintah pusat.
Namun pemerintah tampaknya tidak maksimal melakukan tindakan pencegahan kemungkinan penyebaran dan pengobatan virus corona di Indonesia, hal tersebut dapat di lihat dari beberapa indikasi kelalaian pemerintah yaitu dengan tetap membiarkan WNA dari China bebas masuk ke Indonesia, pemeriksaan suhu di bandara serta pelabuhan dan tindakan apa pun itu, pembebek setia WHO dengan pernyataan status wabah kasus 2019-nCoV dengan menyatakan wabah 2019-nCoV belum menjadi persoalan dunia sementara indikasi ke arah itu begitu kuat.
Banyak bukti bahwa WHO hanyalah berdedikasi bagi kepentingan hegemoni dan korporasi raksasa farmasi dunia milik negara-negara kafir penjajah (ghwatch.org). Sudah menjadi rahasia, kemunculan wabah baru seringkali diikuti dengan penjualan vaksin yang harganya selangit, ini belum berbicara apakah vaksin itu benar-benar ampuh sebagai pelindung atau justru menjadi silent killer.
Di tengah kondisi Indonesia dengan angka kemiskinan yang semakin tinggi berdampak pada kesulitannya masyarakat dalam memenuhi kebutuhan hidup terutama kebutuhan pokok dalam menunjang asupan gizi yang baik, hal tersebut menjadi upaya membangun imunitas tubuh dari serangan berbagai penyakit. Dan di perparah dengan abainya negara dalam melakukan tindakan pengobatan, fasilitas kesehatan yang mahal dan sulit didapatkan dengan layak.
Ketidak seriusan pemerintah dalam melakukan tindakan pencegahan dan pengobatan bersumber pada penerapan sistem negara yang salah yaitu sistem kapitalisme. Memandang kasus virus corona bukan hal penting yang mendesak agar segera melakukam tindak pencegahan dan pengobatan yang maksimal.
Islam selain sebagai sebuah agama namun juga sebagai sebuah sisten aturan hidup, mampu memberikan solusi berbagai masalah kehidupan. Adapun tindakan yang dilakukan adalah :
Pertama, negara dan pemerintah adalah pihak yang paling bertanggung jawab melakukan tindakan pencegahan bahaya apa pun termasuk wabah virus mematikan 2019-nCoV. Sebagaimana ditegaskan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam yang artinya, “Imam (Khalifah) yang menjadi pemimpin manusia, adalah (laksana) penggembala. Dan hanya dialah yang bertanggungjawab terhadap (urusan) rakyatnya.” (HR Al- Bukhari). Kedua, negara wajib melarang masuk warga negara yang terbukti menjadi tempat wabah. Karena Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam bertutur melalui lisannya yang mulia, “Jika kalian mendengar suatu negeri dilanda wabah, maka jangan kalian memasukinya. Jika wabah itu terjadi di negeri yang kalian berada di dalamnya, maka jangan kalian keluar darinya.” (HR Bukhari dan Muslim).
Ketiga, bebas dari agenda imperialisme karena diharamkan Allah subhanahu wa ta’ala apa pun bentuknya. “Allah sekali-kali tidak akan memberikan jalan kepada orang kafir untuk menguasai orang-orang mukmin.” (TQS An-Nisa: 141) Sehingga, wajib mandiri dalam menyikapi wabah, tidak bergantung pada negara kafir penjajah dan lembaga yang menjadi kuda tunggangannya, yakni WHO.
Keempat, negara harus terdepan dalam riset dan teknologi tentang kuman-kuman penyebab wabah, alat kedokteran, dan obat-obatan.
Kelima, negara wajib melakukan langkah praktis produktif untuk peningkatan daya tahan tubuh masyarakat. Berupa pembagian segera asupan bergizi kepada setiap individu masyarakat terutama yang miskin. Di samping menjamin pemenuhan kebutuhan pokok individu dan publik yang semua itu penting bagi terwujudnya sistem imun yang tangguh. Baik pangan bergizi, sanitasi dan air bersih hingga perumahan dan pemukiman yang sehat. “Imam(Khalifah) yang menjadi pemimpin manusia, adalah (laksana) penggembala. Dan hanya dialah yang bertanggungjawab terhadap (urusan) rakyatnya.” (HR Al- Bukhari).
Keenam, ketersediaan fasilitas kesehatan terbaik dengan jumlah yang memadai lagi mudah diakses kapan pun, di mana pun, oleh siapa pun.
Tindakan yang di gambarkan oleh Islam semua hanya mampu di terapkan saat Islam menjadi sistem pemerintahan. Sistem Islam yang di pimpin oleh seorang khalifah, berasaskan aqidah islam sehingga mewujudkan adanya pelayan dan pelindung umat tanpa melihat asas manfaat untung rugi.
Maka dari kasus virus corona semakin menyadarkan bahwa umat membutuhkan penerapan Islam secara menyeluruh pada tatanan kehidupan.