Oleh : Nelly, M.Pd
Aktifis Peduli Negeri, Penulis, Pemerhati Masalah Politik Sosial Kemasyarakatan
Jagat perpolitikan di negeri ini seakan tidak pernah tenang, kali ini publik dihebohkan lagi dengan pernyataan dari kepala BPIP bapak Yudian Wahyudi yang baru saja dilantik presiden beberapa waktu yang lalu dengan mengatakan bahwa musuh terbesar pancasila adalah agama. Pernyataan ini tentunya mendapat reaksi keras dari berbagai pihak seperti dikutip pada laman hidayatullah.com, Majelis Ulama Indonesia meminta Presiden Joko Widodo agar memecat Kepala BPIP Prof Yudian Wahyudi karena pernyataannya tersebut, masih pada laman yang sama Seju Politisi Partai NasDem Syamsul Luthfi menilai bahwa pernyataan tersebut sangatlah ngawur bahkan bisa saja ini akan menimbulkan reaksi yang lebih besar dari masyarakat, untuk itu kami meminta agar pernyataan tersebut ditarik.
Sementara pihak istanapun memberikan klarifikasi tentang pernyataan Kepala BPIP tersebut seperti yang disampaikan oleh Kepala Staf Presiden Moeldoko dan Menag Fachrul Razi bahwa Kepala BPIP tidak bermaksud menyampaikan pertentangan antara agama dan Pancasila dan kami meminta semua pihak tak menyalahkan pernyataan Yudian kami meyakini Yudian menyampaikan pendapatnya dengan penuh pertimbangan dan pikiran yang jernih (CNN.indonesia).
Kalau kita telaah lebih dalam sebenarnya dari pernyataan ini lebih spesifik ditujukan pada Islam itu sendiri, lihat saja narasi yang terus menerus di alamatkan pada Islam dan umatnya dengan melabeli Islam Radikal, Islam garis keras, Islam agama teroris dan narasi negatif lainnya. Bukan menjadi rahasia umum lagi bahwa pemerintah dengan terang-terangan menganggap Islam sebagai musuh ideologi Negara, diperkuat bahwa rezim juga menyatakan bahwa para penceramah /khatib jumat harus bersertifikat dengan standard tidak menimbulkan masalah kebangsaan
Pernyataan-pernyataan ini menegaskan bahwa rezim sekuler akan selalu menempatkan Islam sebagai musuh saat dorongan umat menghendaki Islam menjadi rujukan mencari solusi masalah bangsa. Seakan-akan Islam menjadi sumber masalah bagi negeri ini. Inilah yang semestinya kita kritisi bersama, benarkah Islam itu menjadi sumber masalah bangsa ini atau jika sistem Islam diterapkan dinegeri ini maka akan menimbulkan perpecahan, disintegrasi bangsa, menindas kaum minoritas, merusak pluralitas, benarkah demikian?
Bangsa ini telah merdeka memasuki tahun ke tujuh puluh lima tahun, semakin kesini kita bisa rasakan bukan bertambah lebih baik dan memberikan kesejahteraan untuk umat, yang ada malah kita lihat persoalan bangsa semakin akut, mulai masalah ekonomi, pendidikan, sosial, hukum, dan lainnya yang ini semua bukan dikarenakan oleh Islam, tetapi oleh sistem aturan yang diterapkan bangsa ini. Sistem aturan negara yang diadopsi negeri ini yaitu sistem kapitalisme sekuler merupakan penyebab keterpurukan bangsa. Kejahatan kapitalis paling mendasar adalah sekulerisme, yaitu prinsip pemisahan antara agama dan tata kehidupan (fashluddin ‘anil hayat).
Sehingga setiap manusia memiliki hak kebebasan yang diletakkan oleh sistem kapitalis ini, yaitu kebebasan beraqidah, berpendapat, kepemilikan dan kebebasan individu. Kemudian kebebasan ini dilindungi oleh HAM, yang dikukuhkan hukumnya melalui deklarasi Human rigts yang disponsori PBB. Keboborokan kapitalis ini melahirkan peradaban yang busuk dan penuh dengan kejahatan di muka bumi ini. Kejahatan politik, kejahatan kekuasaan maupun kejahatan individu yang menyeret kepada tingkat kriminalitas yang semakin tinggi.
Lihat saja pada aspek kebijakan politik kapitalis telah melahirkan politik Opurtunis dalam demokrasi yang selalu diagungkan dimana ciri khasnya, standarnya bukan lagi hak dan bathil, halal dan haram, namun berstandar menang atau kalah, berkuasa atau dikuasai, memimpin atau menjadi rakyat yang ditindas. Politik yang berasas demokrasi hanya melahirkan pertentangan, perselisihan, permusuhan dan saling ancam mengancam, bahkan tidak sedikit saling bunuh membunuh. Yang pada akhirnya pengikutnya terseret kepada jalan celaka di dunia maupun di akhirat.
Pada aspek Kebijakan Akademis/pendidikan, sistem kapitalisme hanya melahirkan materialisme tak terkecuali perguruan Islam sekalipun, model pendidikan sekarang ini, menyeret peserta didiknya hanya menjadi sosok yang hanya mampu kerja dalam mesin produksi Kapitalisme. Padahal tujuan pendidikan pada hakikatnya adalah sistem perubahan perilaku dari kanak-kanak kepada dewasa agar mampu membedakan mana yang baik dan mana yang buruk secara syara’ (halal dan haram, haq dan bathil). Dampak dari perilaku itu, maka akan melahirkan para koruptor kolektif dan benih pelaku KKN yang terus menerus menjamur di negeri ini.
Pada aspek kebijakan ekonomi Kapitalis, Indonesia hidup dalam kungkungan krisis multi dimensional. Krisis yang tak kunjung usai, bahkan semakin terpuruk dengan beban hutang yang menggunung, pertumbuhan ekonomi stagnan hanya mampu naik diangka 5%, kesejahteraan rakyat sangat sulit di wujudkan ditengah himpitan kebutuhan rakyat yang sangat mahal. Sumber daya alam telah dijarah oleh korporasi yang berkuasa di negeri ini, yang kaya semakin kaya dan yang miskin semakin lemah tanpa ada yang bertangungjawab akan nasib wong cilik.
Belum lagi masalah hukum, sistem kapitalisme hanya melahirkan hukum yang tumpul ke atas dan tajam ke bawah, hukuman yang ringan bagi para penjahat kelas kakap, hukum yang tidak berkeadilan dan mudah untuk diperjual belikan. Aspek yang tak kalah rusaknya adalah banyaknya kasus kriminal baik kenakalan remaja, pelecehan seksual, pencurian, mutilasi, dan sederet kasus sosial yang menghentakkan semua pihak. Yang semua ini diakibatkan oleh penerapan sistem kapitalisme yang sudah cacat dari lahirnya.
maka melalui pengkajian yang rinci (tafsilii), dapat kita simpulkan bahwa
kerusakan dan keterpurukan negeri ini adalah dari sistem kapitalis yang
melahirkan peradaban rusak. Peradaban ini (al-hadhoroh) digali dari pemikiran
manusia yang lepas dari wahyu Allah Swt. Sedangkan “peradaban yang benar”
adalah peradaban yang didasarkan kepada aqidah Islam dan digali dari kitabulloh
dan Sunah Rosul (Islam).
Lantas Bagaimana Dengan Sistem Islam?
Semua problematika umat di atas lahir dari pencampakan hukum Allah SWT Dzat Maha Tahu dan diganti dengan penerapan hukum buatan manusia yang memang serba lemah sistem kapitalisme sekuler. Hasilnya munculah problematika bangsa akibat akar persoalan tak diselesaikan dengan benar. Jadi, seluruh problematika tersebut hanyalah cabang dari problematika utama, yaitu mengembalikan hukum Allah SWT sebagai pemutus segala persoalan hidup umat manusia dalam kehidupan bernegara dan bermasyarakat. Itulah simpul segala problema yang melanda kaum muslimin. Sebab seluruh syariat Allah SWT merupakan obat atas berbagai penyakit yang diderita umat ini sperti dalam firman Allah Swt, dalam Quran Surah Al Isra ayat 82.
Kaum muslimin diwajibkan oleh Allah SWT untuk melaksanakan seluruh hukum Allah SWT dalam segala aspek kehidupan. Allah SWT berfirman: “Apa yang diberikan Rasul kepadamu maka terimalah dia. Dan apa yang dilarangnya bagimu maka tinggalkanlah“ (QS. Al Hasyr 7). Begitu juga firman Allah SWT: “Dan hendaklah kamu memutuskan perkara di antara mereka menurut apa yang diturunkan Allah, dan janganlah kamu mengikuti hawa nafsu mereka. Dan berhati-hatilah kamu terhadap mereka, supaya mereka tidak memalingkan kamu dari sebahagian apa yang telah diturunkan Allah kepadamu“. (QS. Al Maidah 49)
Ayat-ayat tersebut memerintahkan kaum muslimin untuk menerapkan hukum-hukum Allah SWT dalam segala bidang, aqidah dan syariah, baik persoalan pribadi, keluarga, dan masyarakat. Demikian pula sistem sosial, politik, ekonomi, dan budaya semuanya diperintahkan Allah SWT untuk diatur dengan aturan Islam. Dan ini tidak mungkin terlaksana tanpa adanya kekuasaanatau sebuah negara. Jadi, seperti disimpulkan syeikh An Nabhani bahwa tuntutan itu merupakan kewajiban untuk mendirikan pemerintahan yang menerapkan hukum syariat Islam.
Berkaitan dengan hal ini, Abdullah bin Umar meriwayatkan: “Aku mendengar Rasulullah berkata: Barangsiapa melepaskan tangannya dari bai’ah niscaya Allah akan menemuinya di hari kiamat tanpa punya alasan dan barangsiapa mati dan tak ada bai’ah di pundaknya maka mati bagai mati jahiliyah” (HR. Muslim).
Adanya kalimat “bagai mati jahiliyah” dalam hadits tadi menunjukkan bahwa setiap muslim harus mempunyai bai’ah di pundaknya. Hal ini menunjukkan bahwa yang wajib itu adalah adanya bai’at di pundak. Padahal, baiat baru ada di pundak kaum muslimin kalau terdapat khalifah/imam yang memimpin khilafah. Jadi, yang wajib itu adalah adanya khalifah/ imam melalui tegaknya khilafah. Sabda Rasulullah SAW : “Barangsiapa membaiat seorang imam, meletakkan tangannya dan menyerahkan buah hatinya, hendaklah ia mentaatinya semaksimal mungkin. Dan jika datang orang lain hendak merampasnya maka penggallah leher orang itu” (HR. Muslim).
Banyak lagi ayat dan hadits yang berkaitan dengan hal ini. Selain Al Quran dan As Sunnah, Ijma’ sahabat pun menunjukkan wajibnya menegakkan negara dalam sistem Khilafah. Dengan perkataan lain, bahwa sistem Islam secara kaaffah dalam negara Khilafah merupakan solusi problematika umat yang wajib ditegakkan oleh seluruh kaum muslimin. Kenyataan sejarah selama lebih dari 1300 tahun telah menunjukkan bagaimana Khilafah memecahkan berbagai persoalan kehidupan semenjak Rasululah menjadi pemimpin di Madinah dan diteruskan oleh para khalifah stelah beliau. Peradaban Islam dalam sistem khilafah mampu memberikan kebaikan, kesejahteraan, kemakmuran baik muslim maupun nonmuslim.