Islam Atasi Wabah Perundungan

Depy SW

Tren Bullying

 “Ayah, mengapa aku berbeda?” adalah salah satu film dengan tema bullying. Film tersebut berkisah tentang kehidupan seorang gadis bernama Angel, seorang penyandang tuna rungu. Ia kerap mendapatkan perundungan dari teman-teman sekolahnya. Ternyata kisah Angel, sebagai remaja korban bully-an juga menimpa remaja dalam kehidupan nyata.

Bullying adalah penggunaan kekerasan, ancaman atau paksaan untuk menyalahgunakan atau mengintimidasi orang lain. Akhir-akhir ini publik kerap disambangi berita bertemakan bullying atau perundungan. Bahkan tak jarang yang pada akhirnya berujung tragis. Dan yang membuat hati miris adalah para pelaku yang berstatus sebagai pelajar.

Di Sidikalang, Sumatera Utara, seorang pelajar tewas setelah ditendang teman sekolahnya. Si pelaku sakit hati karena diejek oleh korban. Di Purworejo, kasus perundungan menimpa seorang siswi SMP. Itu hanya secuil kasus dari banyaknya kasus perundungan di tanah air.

Dikutip dari Republika.co.id (10/02/2020) bahwa Komisioner Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) Bidang Hak Sipil dan Partisipasi Anak, Jasra Putra mengatakan sepanjang 2011 hingga 2019, KPAI mencatat 37.381 pengaduan mengenai anak. 2.473 laporan terkait dengan kasus perudungan/bullying, baik di medsos maupun di dunia pendidikan.

Banyaknya kasus perundungan di kalangan pelajar seharusnya menjadi koreksi bagi seluruh elemen pendidikan. Tidak hanya keluarga dan sekolah. Masyarakat, dan negara sebagai pembuat kebijakan harus ambil peran dalam menyelesaikan PR besar ini.

Biang Perundungan

Pekerjaan Rumah menjadi  rumit karena campur tangan kapitalisme – sekulerisme. Tidak bisa dipungkiri bahwa kapitalisme – sekulerisme memberikan banyak pengaruh dalam tata kehidupan saat ini. Dalam tataran keluarga, peran orang tua tidak bisa berjalan dengan optimal. Hal ini lantaran kedua orang tua lebih sibuk mengumpulkan pundi-pundi rupiah akibat naiknya harga-harga kebutuhan pokok. Melambungnya biaya hidup adalah suatu keniscayaan dalam sistem kapitalisme. Mengingat sistem ini lebih berpihak kepada para pemilik modal ketimbang pada rakyat.

Dalam tataran masyarakat, kapitalisme-sekulerisme mewarnai pemikiran, perasaan dan peraturan masyarakat. Jauhnya masyarakat dari suasana keimanan, melahirkan rendahnya amar ma’ruf nahiy mungkar.  Masyarakat cenderung masa bodoh melihat kemaksiatan yang terjadi di lingkungan mereka. Slogan “yang penting bukan anakku atau keluargaku” masih menancap kuat dalam benak masyarakat.

Kurikulum pendidikan pun masih condong ke arah sekulerisme. Sekolah lebih memfokuskan capaian akademik dan keterampilan siswa sebagai tolok ukur prestasi. Alhasil lahirlah banyak orang yang pintar dalam bidang ilmu pengetahuan dan teknologi, namun awam dalam iman dan taqwa.

Negara menjadi bagian terpenting dari keempat elemen pendidikan. Karena negara adalah institusi yang berwenang menerapkan aturan. Namun yang disayangkan, aturan saat ini seolah tidak mempan mengatasi wabah bullying. Seperti, tidak adanya aturan yang melarang game online yang sangat berpotensi menanamkan perilaku kekerasan pada anak.

Stop Perundungan

Berbeda dengan kapitalisme-sekulerisme, sistem Islam menjadikan wahyu sebagai tuntunan untuk menyelesaikan persoalan hidup manusia. Islam memiliki beberapa pandangan untuk mencegah maupun mengatasi tindakan perundungan, di antaranya :

  1.  Islam menjadikan aqidah sebagai pondasi pendidikan bagi seorang muslim. Tujuan pendidikan dalam Islam adalah untuk menambah keimanan kepada Allah Ta’ala dan meraih ridho-Nya. Sehingga terbentuklah kepribadian pelajar yang tidak hanya mumpuni dalam bidang akademik, namun juga kokoh keimanannya.
  2. Anak dalam pandangan Islam adalah amanah dari Allaah yang wajib dipenuhi kebutuhan fisik maupun non fisiknya. Hal ini menuntut seorang ibu untuk menjalankan fungsinya sebagai ummu wa robbatul bayt dengan baik. Begitu juga seorang ayah. Allaah Ta’ala berfirman dalam QS. At Tahrim : 6 yang artinya “ Wahai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu..”
  3. Negara wajib menciptakan suasana keimanan yang baik di tengah-tengah masyarakat, sehingga tercipta budaya amar ma’ruf nahiy munkar. Abu Bakar Ash Shiddiq ra pernah meriwayatkan bahwa Rasulullaah shalallahu ‘alayhi wa salam bersabda, “ Sesungguhnya manusia jika telah melihat orang zalim lalu mereka tidak mencegahnya maka dikhawatirkan, Allaah akan segera menimpakan bencana dari-Nya terhadap mereka semuanya secara menyeluruh” (HR. At Tirmidzi dan Ahmad)
  4. Islam memandang bahwa hukum haruslah sesuai dengan apa yang Allaah Ta’ala turunkan. Allaah Ta’ala berfirman, “Katakanlah (Muhammad), “Aku (berada) di atas keterangan yang nyata (Al-Quran) dari Tuhanku sedang kamu mendustakannya bukanlah kewenanganku (untuk menurunkan azab) yang kamu tuntut untuk disegerakan kedatangannya. Menetapkan (hukum itu) hanyalah hak Allah. Dia menerangkan kebenaran dan Dia pemberi keputusan yang terbaik.”

Atas dasar itu, maka penerapan aturan tidak bisa didasarkan pada untung-rugi. Apalagi yang mendatangkan banyak kemudharatan. Demikianlah pandangan Islam dalam upaya mengatasi perundungan. Wallahu a’lam bi showab.