Kebijakan Grusa-Grusu Atasi Impor Bawang Putih

Oleh Nisaa Qomariyah, S.Pd.

Pengajar dan Muslimah Peduli Negeri

Bawang putih telah lama menjadi bagian kehidupan masyarakat di berbagai peradaban dunia. Namun belum diketahui secara pasti sejak kapan tanaman ini mulai dimanfaatkan dan dibudidayakan. Bawang putih termasuk bahan masakan atau penyedap yang tidak dapat dipisahkan dari kehidupan terutama di Indonesia. Sebab, setiap olahan makanan pasti membutuhkan satu bahan tersebut.

Selain sebagai salah satu penyedap makanan ternyata bawang putih juga dapat dimanfaatkan untuk pengobatan.  Bangsa Mesir Kuno, dalam Codex Ebers (1550 SM), mengenal bawang putih sebagai bahan ramuan untuk mempertahankan stamina tubuh para pekerja dan olahragawan. Orang Yahudi kuno mempelajari pemanfaatan bawang putih dari bangsa Mesir dan menyebarkannya ke semenanjung Arab.

Namun, hari ini bumbu masakan ini tengah menjadi perbincangan, sebab polemik banjir impor bawang putih. Data BPS menyebutkan kebutuhan nasional akan bawang putih diperkirakan telah mencapai 500 ribu ton per tahun. Tetapi, produksi bawang putih nasional selama lima tahun terakhir masih menunjukkan kisaran antara 17 – 22 ribu ton.

Nilai tersebut jauh lebih rendah bila dibandingkan dengan kisaran angka produksi nasional pada tahun 2000-2005 yang berada pada rentang antara 28.000 ton–59.000 ton. Perubahan angka produksi bawang putih tersebut tentunya tak lepas dari fakta di lapang bahwa luasan lahan pertanaman bawang putih telah mengalami degradasi semenjak tarif impor bawang putih diturunkan menjadi 5% pada tahun 1996.

Sudah hampir dua pekan harga bawang putih di pasaran Batam sangat mahal. Meski dijual dengan harga tinggi, tapi persediaan bawang putih di sejumlah pedagang masih tetap banyak. Saat ini, bawang putih dijual dengan kisaran harga hingga Rp55 ribu perkilogram (kg). Tingginya, harga bawang putih ini dikeluhkan oleh sejumlah Masyarakat, terutama kalangan ibu rumah tangga, (batampos.co.id, 17/02/2020).

Menurut Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo, penyebab kenaikan harga bawang putih ini diketahui masih disebabkan oleh wabah virus corona dan proses distribusi yang terhambat. Oleh karena itu, menurutnya salah satu solusi untuk memenuhi kebutuhan pasar adalah mencari alternatif impor bawang putih selain dari China. Ia mengungkap India dan Amerika Serikat dapat menjadi alternatif impor menggantikan China yang sedang dilanda virus Covid-19, (okezone.com, 16/02/2020).

Puncaknya volume impor tertinggi pada tahun 2018 yang tercatat 582.995 ton. Bahkan, dari seluruh stok bawang putih yang ada pada tahun 2018 sebanyak 93,68% di antaranya diperoleh dari impor. Indonesia mendapat julukan raja impor bawang putih. Tidak berlebihan jika Indonesia disebut demikian karena pada realitanya Indonesia merupakan negara dengan volume impor bawang putih terbesar di dunia menurut data UN Comtrade.

Di Indonesia bawang putih memang terbilang langka. Faktor geografis membuat sayuran berwarna putih itu sedikit sulit diproduksi di seluruh Indonesia. Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat pada tahun 2017 produksi bawang putih Indonesia sebanyak 19.150 ton dari lahan seluas 2148 Ha itupun mengalami penurunan sebesar 7,75% dari 2016 yang menghasilkan 21.150 ton, (suara.com, 10/10/2020).

Menurut penelitian Kementerian Pertanian Jawa Timur, bawang putih dapat tumbuh pada berbagai ketinggian tempat bergantung kepada varietas yang digunakan. Daerah penyebaran bawang putih di Indonesia yaitu Sumatera Utara, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Bali, Lombok dan Nusa Tenggara Timur.

Daerah-daerah tersebut mempunyai agroklimat yang sesuai untuk bawang putih sehingga daerah-daerah tersebut sampai saat ini merupakan daerah penghasil utama bawang putih. Luas pananaman yang paling besar ada pada ketinggian di atas 700 meter. Produksi per satuan luas di dataran tinggi lebih besar dari pada di dataran rendah. Beberapa varietas ada yang cocok ditanam di dataran rendah. Di dataran medium, daerah penanaman bawang putih terbaik berada pada ketinggian 600 m dpl. (di atas pemukaan laut).

Dengan pernyataan diatas sebenarnya bukan dijadikan permasalahan untuk impor, sebab Indonesia sendiri mempunyai agroklimat yang sesuai untuk bawang putih. Tergantung bagaimana cara pengelolaan pertanian yang dilakukan oleh pemerintah.

Polemik impor bawang putih jelas menggambarkan kegagalan tata kelola rezim neolib dalam memenuhi kebutuhan bawang putih (impor 87% atau 588000 ton, senilai 7 T lebih). Negara telah nyata menempatkan diri sebagai regulator terlihat dari kebijakan setengah hati mewujudkan swasembada bawang putih. Permasalahan makin buruk karena di era kapitalis, distorsi pasar (ihtikar, mafia pangan) adalah persoalan yang mustahil diselesaikan. Lalu, bagaimana sistem Islam mengatasi masalah tersebut mulai dari produksi, distribusi dan pengendalian harga?

Islam merupakan ajaran universal bukan hanya berbicara tentang ibadah secara vertical kepada Allah Swt., melainkan juga berbicara tentang semua aspek kehidupan termasuk ekonomi di dalamnya. Ekonomi yang dibangun atas dasar-dasar dan tatanan Al-Qur’an dan sunnah Rasulullah Saw.

Kegiatan produksi dalam perspektif ekonomi Islam adalah terkait dengan manusia dan eksistensinya dalam aktivitas ekonomi. Produksi merupakan kegiatan menciptakan kekayaan dengan pemanfaatan sumber alam oleh manusia. Berproduksi lazim diartikan menciptakan nilai barang atau menambah nilai terhadap sesuatu produk, barang dan jasa yang diproduksi itu haruslah hanya yang dibolehkan dan menguntungkan (yakni halal dan baik) menurut Islam.

Prinsip produksi dalam ekonomi Islam bertujuan untuk kemaslahatan dan kebahagiaan dunia dan akhirat, sehingga kegiatan produksi harus dilandasi nilai-nilai Islam dan sesuai dengan maqashid al-syari’ah. Tidak memproduksi barang/jasa yang bertentangan dengan penjagaan terhadap agama, jiwa, akal, keturunan dan harta. Prioritas produksi harus sesuai dengan prioritas kebutuhan yaitu dharuriyyat, hajyiyat dan tahsiniyat. Sedangkan kegiatan produksi harus memperhatikan aspek keadilan, sosial, zakat, sedekah, infak dan wakaf, mengelola sumber daya alam secara optimal, tidak boros, tidak berlebihan serta tidak merusak lingkungan, distribusi keuntungan yang adil antara pemilik dan pengelola, manajemen dan karyawan.

Dalam hubungannya antara perusahaan dengan tenaga kerja sebagai kompensasi atau imbalan atas jasa kerja yang diberikannya dalam proses memproduksi barang atau jasa maka diberlakukan upah sebagai bentuk imbalan dan insentif hasil kerja. Sistem pengupahan tersebut dapat dikelompokkan menjadi sistem upah waktu, sistem prestasi (potongan) atau satuan produk, sistem upah borongan, sistem upah bonus.

Islam memberikan pandangan untuk selalu memberitahutkan sistem serta besaran upah yang akan diberikan kepada setiap tenaga kerja, bahkan Islam mengharuskan perusahaan untuk tidak menunda-nunda pembayaran upah tersebut.

Nabi SAW bersabda:

قبل رسىل صلي هللا علىو وسلم : من استئجر اجىرا فبليسم لو اجرتو )رواه البيهقى، ابى داود والنسبئ(

Artinya: “Barang siapa mempekerjakan seorang pekerja, maka harus disebutkan upahnya” (H.R. Baihaqi, Abu Dawud dan Nasa’i).

Apalagi yang harus diragukan lagi mengenai Islam? Sebab Islam adalah satu-satunya agama paripurna dan dapat memberikan solusi setiap problem. Saatnya umat harus sadar bahwa sistem sekuler memberikan dampak buruk dan mengganti dengan sistem Islam yaitu aturan yang dibuat oleh Allah Swt.

Wallahu a’lam bi ash-shawab.