Oleh: Dewi Rohmah (Aktivis Muslimah)
Beberapa waktu yang lalu, masyarakat Indonesia dihebohkan dengan pernyataan kepala BPIP, yakni Yudian Wahyudi yang menyatakan bahwa, musuh terbesar pancasila adalah agama. “Musuh terbesar Pancasila itu ya agama, bukan kesukuan,” kata Yudian.
Pernyataannya ini menimbulkan gejolak ditengah masyarakat. Sehingga beliau sampai harus mengklarifikasi pernyataannya tersebut sebagaimana yang diberitakan oleh media online voi-islam.com. Menurut Yudian, penjelasannya yang dimaksud adalah bukan agama secara keseluruhan, tapi mereka yang mempertentangkan agama dengan Pancasila. Karena, menurutnya dari segi sumber dan tujuannya Pancasila itu religius atau agamis.
“Karena kelima sila itu dapat ditemukan dengan mudah di dalam kitab suci keenam agama yang telah diakui secara konstitusional oleh negara Republik Indonesia,” tegas Rektor UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta seperti yang dikutip dari republika.co.id, Rabu (12/2).
Pernyataannya ini juga mendapat pembelaan dari berbagai pihak, salah satunya dari Moeldoko meminta semua pihak tak menyalahkan pernyataan Yudian. Ia meyakini Yudian menyampaikan pendapatnya dengan penuh pertimbangan dan pikiran yang jernih. “Beliau itu intelektual dan agamanya juga tinggi. Jadi mesti kita lihat dengan jernih. Jangan dijustifikasi,” katanya.
Namun pernyataan kepala BPIP ini sudah terlanjur membuat gaduh sebagaimana pendapat Ketua DPP Partai Demokrat Jansen Sitindaon mengkritik pernyataan Kepala BPIP yang menyebut agama sebagai musuh terbesar Pancasila. Dia menyayangkan keberadaan BPIP hanya membuat gaduh.
“Di era ini tambah parah saja kita terbelah dalam perbedaan. Istana dan sekitarnya instropeksilah diri, hati-hati bernarasi. Sudah lampu kuning ini sebentar lagi merah,” kata Jansen melalui keterangan tertulis kepada CNNIndonesia.com, Kamis (13/2).
Jansen mengaku heran ada kelompok yang menyebut era Presiden Joko Widodo lebih adem. Sebab menurutnya pemerintah lebih sering menghebohkan publik dengan pernyataan-pernyataan kontroversial. Dia bilang seharusnya pemerintahan periode ini bisa lebih baik. Sebab pemerintah rela menggelontorkan uang secara besar-besaran kepada beberapa lembaga baru.
“Harusnya dengan adanya BPIP yang dewan pengarahnya saja berjibun dan gajinya tambun, kita bisa lebih rukun lagi dibanding era SBY yang tanpa BPIP, KSP, dan lain-lain,” ujarnya. Jansen berharap pernyataan kontroversial Kepala BPIP jadi polemik terakhir. Dia meminta pemerintah untuk fokus membangun kerukunan antar warga di periode kali ini.
Tidak selesai disitu, pernyataan lain pun datang dari wakil presiden Ma’ruf Amin yang menyatakan khatib jumat harus bersertifikat dengan standar dan tidak menimbulkan masalah kebangsaan serta tidak membahas mengenai sistem lain selain NKRI semisal sistem khilafah.
“Khatib itu omongannya betul-betul harus membawa kemaslahatan. Makanya perlu ada sertifikat khatib, yang bacaannya benar, komitmennya benar, diberi sertifikat. Nanti ikatan khatib DMI (Dewan Majelis Indonesia) mempertanggungjawabkan itu. Dakwah kita harus dalam bingkai kebangsaan dan kenegaraan. Pancasila dan NKRI itu adalah kesepakatan. Oleh karena itu, kita tidak boleh membawa sistem lain selain NKRI , saya terus terang saja misalnya khilafah.” (mediaindonesia.com, 14 Februari 2020)
Benar, agama tidak mungkin bertentangan dengan Pancasila, sebab Pancasila hadir karena Indonesia adalah negara dengan penduduk beragama. Pancasila memang bukan bagian dan lahir dari syariat Islam, namun nilai-nilai yang terkandung di dalamnya tidak bertentangan dengan Islam karena isinya merupakan hasil dari perjuangan para ulama negeri ini meski tidak secara utuh.
Islam dan Pancasila faktanya memang beda. Islam bukan Pancasila. Pancasila bukan Islam. Islam ada sebelum Pancasila. Bahkan ada sebelum negara Indonesia ini lahir. Kepiawaian Islam dalam mempersatukan keberagaman serta kemampuannya memberi solusi atas problem-problem kehidupan sudah teruji sepanjang sejarah peradaban manusia. Islam adalah agama politik spiritual yang diturunkan oleh Allah SWT sebagai rahmat bagi seluruh alam. Mengajarkan konsep-konsep keimanan, sekaligus menuntun manusia dalam menjalani kehidupan sesuai fitrah penciptaan, sebagaimana firman Allah dalam Qs Al-Anbiya [21] ayat 107,
“Dan tiadalah Kami mengutusmu, melainkan untuk (menjadi) rahmat bagi semesta alam.”
Karenanya, Islam tidak bisa dibenturkan dengan Pancasila. Islam juga tidak bisa ditempatkan di bawah pancasila, apalagi disingkirkan atas nama pembumian nilai-nilai Pancasila.
Islam merupakan agama yang mengatur seluruh aspek kehidupan, tidak hanya ibadah ritual tetapi mengenai urusan Negara pun sudah jelas diatur didalam islam. Termasuk dalam urusan pemerintahan, dimulai dari masa Rasulullah, Khalifah Abu Bakar, Khalifah Umar, Khalifah Usman, Khalifah Ali dan seterusnya. Dimana para khalifah pada saat itu mengatur tatanan negaranya yang disebut sebagai khilafah yang menggunakan aturan Islam mulai masalah pendidikan, ekonomi, politik dll. Jadi, justru aneh apabila seorang khatib ataupun para penceramah tidak diperbolehkan membahas mengenai sistem khilafah yang jelas sistem ini merupakan sistem Islam dan pernah diterapkan di dua pertiga dunia, dan menjadi sistem yang mensejahterakan serta menjadi rujukan mencari solusi masalah bangsa bagi seluruh ummat selama 14 abad silam.
Wallahualam bis showab.