Digempur Industri, Butuh Perda Lindungi Lahan Pertanian

Akhir akhir ini masyarakat mulai di khawatirkan dengan permasalahan serius pengalih fungsian lahan yang akan merenggut sedikit demi sedikit tersedianya lahan pertanian.

Sebagaimana di lansir laman Tinta Hijau pada Sabtu (21/3/2020), Maraknya industri di Kabupaten Majalengka dinilai dapat mengancam keberlangsungan pertanian di kabupaten berjuluk Kota Angin. Alih fungsi lahan besar-besaran jadi pemicu munculnya kekhawatiran tersebut.

Apalagi, lahan pertanian yang kini berubah fungsi itu disinyalir merupakan lahan produktif. Akibatnya nanti bisa berdampak terhadap penurunan produksi padi dalam setiap kali musim panen.

Satu-satunya jalan untuk menjaga keberlangsungan sektor pertanian di Kabupaten Majalengka dengan kehadiran Perda Lindung Lahan Pertanian. Itu adalah bentuk keberpihakan dan keseriusan pemerintah terhadap ketahanan pangan.

Permasalahan pengalih fungsian lahan erat kaitannya dengan katahanan pangan. Pemerintah telah menyiapkan rencana untuk menanggulangi masalah ini salah satunya adalah Perpres Tentang Lahan Sawah Abadi. Namun benarkah perpres ini akan berhasil dalam rangka menjaga ketahanan pangan?

Dan jika kita soroti lebih dalam, masalahnya adalah bukan seberapa banyak atau lahan yang tersedia untuk mempertahankan kebutuhan utama masyarakat, melainkan pengelolaan lahan yang tersedia secara benar oleh pemerintah untuk rakyat.

Sudah sejak lama permasalahan ini bergulir namun sperti tidak berkesudahan yang ada lahan yg tersedia semakin menyusut setiap tahunnya. Bukan berarti pengalih fungsian lahan itu tidak diperbolehkan sama sekali, apalagi mengingat penduduk Indonesia semakin meningkat yang pasti dibarengi dengan kebutuhan papan nya pula. Hanya saja, terjadi ketidak seimbangan disini.

Meskipun lahan pertanian banyak di alihfungsikan nyatanya masih banyak pula rakyat yang tidak memiliki tempat tinggal yang layak atau bahkan sama sekali tidak memiliki tempat tinggal.

Pembangunan infrastruktur dan kepentingan swasta/asing yang dimuluskan jalannya untuk mengalih fungsikan lahan, karena mereka memiliki modal/uang.

 Lantas apa solusinya? Solusinya adalah kembali pada sistem Islam. Sistem Islam yang proporsional ini memandang bahwa permasalahan utama perekonomian seperti di negara kita ini adalah bukan di ranah produksi nya, tapi di ranah distribusinya.

Berbeda dengan sistem kapitalis yang memandang permasalahan ketiadaan pangan itu dari kurangnya produksi, maka dari itu sistem ini akan terus memikirkan bagaimana caranya agar bisa meproduksi sesuatu sebanyak banyaknya termasuk menyediakan lahan sebanyak-banyaknya, namun hal itu tidak benar karena faktanya tersendat dalam hal distribusi.

Sistem kapitalis hanya mementingkan produk itu bergulir diantara para pemilik modal saja. Tidak heran jika Sumber Daya Alam misal GAS LPG produksi nya tetap berjalan namun sulit sekali untuk sampai ke rakyat kecil. Distribusi yang tidak merata.

Lain halnya dengan Islam, Islam memandang permasalahan ekonomi terletak pada distribusi bukan produksi. Karena sistem Islam yang berlandaskan akidah Islam meyakini bahwa sumber daya alam itu tidak akan pernah habis selama masih ada manusia hidup di muka bumi ini.

Islam akan mendistribusikan pangan secara merata terbebas dari intervensi siapapun termasuk para pemilik modal swasta/asing. Islam juga tidak akan semena-mena membangun infrastruktur yang tidak terlalu di butuhkan apalagi jika dalam pembangunan itu ada bisnis swasta/asing yang mengharuskan alih fungsinya lahan.

Sudah saatnya kita sadar bahwa akar dari semua permasalahan adalah tidak diterapkannya syariat Islam. Sudah saatnya kita mengambil solusi hanya dari Islam saja. Sehingga ketahanan pangan benar-benar akan terwujud. Wallahua’lam bishshawab.

Tawati, Koordinator Media Kepenulisan Daerah