Menanti Keseriusan Pemerintah Menangani Covid-19

Gesang Ginanjar Rahardjo

Pandemi global virus corona (Covid-19) mulai masuk ke Indonesia sejak awal Maret 2020 saat Presiden Joko Widodo mengumumkan kasus pertama positif Covid-19 pada Senin, (2/3/2020). Dua orang ibu dan anak dinyatakan positif terinfeksi virus ini saat mereka bertemu dengan warga negara Jepang yang ternyata positif corona, sejak itulah awal episode kasus virus covid-19 mulai menyebar di beberapa daerah di Indonesia.

Iklan ARS

Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) juga sudah berkirim surat kepada Presiden agar pemerintah Indonesia bisa serius dan mengeluarkan kebijakan keadaan darurat nasional dalam menangani epidemi Corona, menanggapi surat tersebut, Presiden Jokowi pun akhirnya pada 16 Maret 2020 mengambil langkah untuk menyerahkan kebijakan tanggap darurat dan ‘lockdown’ tersebut ke setiap daerah dan tentu memakai anggaran dari masing-masing daerah.

Langkah menyerahkan penanganan covid-19 ke daerah ini juga menjadi buah bibir ditengah publik, pasalnya pemerintah pusat dianggap lepas tangan dari kasus ini.

Politikus PKS Mardani Ali Sera mengkritik kebijakan ini, dia menganggap bahwa Jokowi seakan lepas tangan dengan menyerahkan tanggung jawab ke daerah.

“Dalam kondisi pandemik, kebijakan yang berbeda-beda tidak efektif. Pola Pak Jokowi menyerahkan pada kepala daerah seperti lepas tanggung jawab. Mesti ada satu kebijakan nasional yang diikuti oleh seluruh pihak, termasuk seluruh kepala daerah. Pandemi ini tidak mengenal daerah,” kata Ketua DPP PKS Mardani Ali Sera, Minggu (15/3/2020). Dilansir dari kronologi.id

Seharusnya himbauan mengenai penanganan wabah ini melalui satu komando yakni Kepala Negara agar koordinasi bisa lebih terarah dan memudahkan pemerintah daerah memutuskan tindakan apa yang tepat di wilayahnya.

Kebijakan lock down juga seakan setengah hati, pemerintah masih berorientasi untung rugi jika lock down diberlakukan secara penuh di Indonesia. Nyawa rakyat seolah dijadikan mainan atas nama stabilitas ekonomi negara.

Rakyat kecil menjadi korban kapitalistik struktural negara, rakyat dibiarkan mencari solusi sendiri bahkan dibiarkan mati secara perlahan.

Dari data yang diperoleh dari CNN Indonesia per-hari Senin, 23 Maret 2020 sudah ada 579 orang positif terinfeksi virus corona, sedangkan 49 orang meninggal dan 30 orang lainnya dinyatakan sembuh. Lonjakan drastis ini tentu memukul pemerintahan Jokowi, dia dan para menterinya dianggap tidak serius bahkan dianggap ‘nyleneh’ dalam menangani atau berkomentar tentang kasus corona yang kini melanda negeri.

Dilansir dari Rmol.id, Peneliti senior Institut Riset Indonesia (Insis), Dian Permata menilai bahwa pemerintah pusat tidak serius menangani kasus wabah covid-19 ini, bahkan para menteri-nya di Kabinet Indonesia Maju sering melontarkan pertanyaan nyleneh.

Seperti pernyataan Menteri Perhubungan (Menhub) Budi Karya Sumadi saat guyon dengan Presiden Joko Widodo yang menyebut Virus Corona tidak akan masuk ke Indonesia karena masyarakat sering memakan nasi kucing.

Tak hanya itu, Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD juga pernah menyebut bahwa Indonesia bebas dari Corona. Rmol.id, Sabtu (21/3/2020).

Guyonan seperti ini seharusnya tidak disampaikan disaat dunia sedang berupaya melawan Covid-19, pemerintah juga seharusnya mengambil langkah tegas dengan menutup secara total atau me-lock down negara ketika awal dampak ini tersebar di Wuhan, China pada Desember tahun 2019 lalu sehingga wabah ini bisa dikontrol atau bisa diatasi dengan mudah.

Negara tidak boleh meremehkan jika wabah sudah mulai tersebar ke berbagai negara dan wilayah, negara harus menutup sementara akses keluar masuk bagi para pendatang yang akan berkunjung ke Indonesia, negara juga harus menyediakan bahan makanan yang cukup bagi rakyat saat melakukan lock down nasional.

Dalam Islam, negara dan pemerintah adalah pihak yang paling bertanggung jawab melakukan tindakan pencegahan bahaya apa pun termasuk wabah virus corona, Sebagaimana sabda Rasulullah Saw :

“Jika kalian mendengar suatu negeri dilanda wabah, maka jangan kalian memasukinya. Jika wabah itu terjadi di negeri yang kalian berada di dalamnya, maka jangan kalian keluar darinya.” (HR Bukhari dan Muslim).

Inilah Lockdown dalam Islam. Negara juga dituntut harus tegas dalam mengawal “penutupan” kantor-kantor usaha yang tidak bergerak di bidang pangan, seperti Rumah Sakit, Klinik, Puskesmas atau tempat penjualan obat bagi masyarakat, karena hal itu tentu dibutuhkan dalam menunjang kesehatan masyarakat.

Negara juga harus menyediakan fasilitas kesehatan yang mudah dijangkau oleh masyarakat, ditunjang dengan perlengkapan terbaik, seperti perlengkapan Alat Pelindung Diri (APD), masker, obat-obatan dan lain sebagainya, sehingga jika ada masyarakat yang terindikasi terinfeksi virus corona bisa segera teratasi.

Negara seharusnya terdepan dalam mengatasi dan membendung pandemi Corona, serta melindungi nyawa setiap rakyatnya. Bukan malah perhitungan untung-rugi duniawi saja ala sistem kapitalis sekuler sehingga nyawa rakyat terlunta, dan tentu kita menanti ketegasan negara dalam menangani wabah covid-19 ini.

“Tidak ada musibah yang menimpa seseorang kecuali dengan izin Allah dan barangsiapa yang beriman kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala, akan Allah akan memberi petunjuk kepada hatinya.” (QS. At-Thaghabun[64]: 11). [] Wallahu’alam bishowab

Oleh: Gesang Ginanjar Raharjo (Penulis, Karyawan Madrasah Ibtidaiyah di Malang)