Penguasa Bermental Pengusaha

Yeni Marlina, A.Ma

(Pemerhati Kebijakan Publik)

Iklan ARS

Pengusaha adalah seorang pebisnis yang memiliki obsesi peningkatan ekonomi.  Aktifitasnya selalu mencari dan menemukan peluang-peluang baru untuk mendapatkan keuntungan usaha.  Secara ilmu ekonomi seorang pengusaha akan selalu berusaha mengembangkan kekayaan.  Tentunya prinsip pengembangan usaha ini dilandasi oleh batas-batas yang disyariatkan.

Standar kesuksesan bisnis para pengusaha adalah untung dan rugi.

Sementara penguasa tentunya berbeda dengan pengusaha.  Karena dua posisi yang berbeda jika mau dicermati dari berbagai sudut pandang.  Penguasa adalah posisi pemimpin dalam sebuah negara.  Seseorang yang dipilih rakyat untuk mewakili rakyat dalam menjalankan pemerintahan, kekuasaan dan penerapan hukum-hukum syariat.  Dan dipundak penguasa ada tanggung jawab penuh untuk melaksanakan berbagai tugas kekuasaan.  Tentunya penguasa yang diserahi amanah dengan segala kriteria kelayakannya menjadi penguasa. 

Karena tugas perlindungan serta pemenuhan berbagai urusan  rakyat menjadi perkara yang penting, menyangkut keberlangsungan hidup maka penguasa tidak berhitung untung dan rugi.

Penguasa selalu menjadikan kepentingan rakyat sebagai prioritas utama.  Memenuhi berbagai kebutuhan rakyat secara sempurna, jangan sampai ada yang terlewatkan.  Pemenuhan kebutuhan dalam negeri menjadi tugas penguasa bersama dengan jajaran pemerintahan untuk mengaturnya.  Tidak melaksanakan proses ekspor-impor semata mata untuk kepentingan negara.  Proses ini akan disinkronkan dengan berbagai kebutuhan dalam negeri. 

Namun, saat ini kita menemukan hal yang berbeda yang dilakukan oleh penguasa.  Disaat pandemi wabah virus Corona tengah melanda rakyat, alih-alih memenuhi berbagai kebutuhan untuk penanganan kasus-penguasa malah melakukan berbagai aktifitas ekspor barang-barang yang dibutuhkan.

Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat ekspor masker dari Indonesia ke tiga negara naik signifikan dalam dua bulan di awal 2020. Indonesia sendiri mengekspor masker ke Singapura, China, dan Hong Kong.

Berdasarkan data BPS yang diterima detikcom, Jakarta, Selasa (17/3/2020), kenaikan nilai ekspor produk berkode HS 63079040 ini secara total naik 504.534%. Angka itu didapat dari total ekspor US$ 14.996 di tahun 2019 menjadi US$ 75,67 juta di dua bulan awal 2020.

Kenaikan ekspor paling signifikan terjadi ke China. 

Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati menyatakan bahwa Indonesia punya peluang untuk menyuplai alat pelindung diri (APD) dan hand sanitizer bagi negara lain yang tengah dilanda pandemi virus corona.  Dengan alasan Indonesia punya pabrik dan infrastruktur untuk memproduksi barang yang kini dibutuhkan dunia.   (jpnn.com 27/3/2020). Hal ini dianggap sebagai kesempatan untuk menyuplai kebutuhan alat-alat kesehatan dunia.

Nyatanya setelah melakukan ekspor besar-besaran, disaat membutuhkan Indonesia malah kembali mendatangkan alat pelindung diri (APD) dari China melalui skema bantuan maupun pembelian langsung untuk menanggulangi virus corona, yang sangat dibutuhkan oleh para tenaga medis.

Sekalipun pemerintah mengklaim kebutuhan alat pelindung diri (APD), seperti pakaian khusus, masker, hingga kaca mata pelindung dapat dipenuhi oleh industri dalam negeri.  Baik untuk kebutuhan dalam negeri dan luar negeri, seperti yang diungkapkan oleh Kepala Pusat Data, Informasi dan Komunikasi Bencana-Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB).(Beritasatu.com 28/3/202)

Dan disaat Indonesia dilanda wabah virus corona sejak awal bulan lalu, terbukti drastis sangat sulit memenuhi alat pelindung diri (APD) karena sebelumnya sudah dilakukan ekspor besar-besaran ataupun para pelaku bisnis kapitalis yang melihat peluang menguntungkan dibalik wabah.  Hal ini menunjukan prioritas negara (penguasa) lebih mementingkan bisnis ekspor dibandingkan antisipasi dini terhadap berbagai kebutuhan rakyat.

Ditambah lagi disaat wabah sudah tak bisa dibendung dan lambatnya penanganan penguasa, tidak kurang dari 100 kasus bertambah setiap hari.  Hingga tanggal 5 april 2020 total positif 2.293 kasus, 189 orang meninggal dan 164 orang dinyatakan sembuh.  Bayangkan jika kondisi serupa satu hingga tiga bulan ke depan.

Sekalipun untuk sementara ekspor alat-alat kesehatan dan sejenis dihentikan.  Namun pemerintah tetap melakukan aktifitas ekspor yang sejatinya pasti menjadi kebutuhan bagi rakyat.  Terlebih lagi ditengah pandemi corona yang berdampak kepada terbatasnya pemenuhan kebutuhan, di saat rakyat butuh bantuan pangan.

Baru-baru ini Indonesia berhasil melakukan ekspor pangan 20 ton beras Pandan Wangi Cianjur ke Singapura (CNBC Indonesia 31/03/2020). 

Begitu juga dengan ekspor di bidang pertanian meningkat, sejak awal tahun 2020 dengan peningkatan ekspor tertinggi “Year on Year” (YoY).  Diharapkan ke depan lebih banyak lagi menurut Kepala Badan Pusat Statistik (BPS) Suhariyanto (wartaekonomi.co.id 18/92/2020).  Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo menargetkan peningkatan ekspor pertanian tiga kali lipat melalui program Gerakan Tiga Kali Lipat Ekspor (Gratieks).

Semua kebijakan ini tentunya tidak terlepas dari misi bisnis-jualan yang akan mendatangkan pemasukan (devisa) bagi negara.  Tanpa perhitungan kebutuhan dalam negeri terpenuhi atau tidak.  Yang sering terjadi setelah ekpor besar-besaran, disaat butuh lakukan impor.  Kenapa pola seperti ini terus terulang??, ini adalah bukti dari prinsip kapitalisme yang diemban negara selalu berhitung keuntungan.  Penguasa (pemerintah) bukan pada posisi mengurus rakyat, tetapi lebih menempatkan diri sebagai pebisnis.  Lalu apa bedanya dengan pengusaha??

Penguasa Islam bermental Pemimpin

Islam adalah agama yang paripurna, mengatur seluruh aspek kehidupan termasuk di dalamnya masalah kepemimpinan negara (penguasa).

Sistem kepemimpinan negara ini unik, berbeda dari sistem lain yang ada di dunia, baik itu kerajaan, republik maupun parlementer. Sistem yang disebut Imamah atau Khilafah, lahir dari hukum syara’, bukan lahir dari para pemikir di kalangan manusia. Dengan demikian kedudukannya lebih kuat karena yang menetapkannya adalah Sang Pencipta manusia.

Sistem kekhilafahan memiliki perbedaan diametral dengan sistem demokrasi yang diterapkan dunia saat ini.  Pemimpin dalam demokrasi hanya berfungsi sebagai lembaga eksekutif yang menjalankan amanat rakyat. Dalam praktiknya, yang disebut “rakyat” tersebut hanyalah sebatas pada para pemilik modal dan kekuatan.  Tak heran jika kemudian pemimpin hanya berfungsi sebagai fasilitator, yakni memberikan fasilitas bagi orang-orang bermodal untuk menguasai negara.

Sementara dalam Islam, pemimpin memiliki dua fungsi utama, sebagai raa’in dan junnah bagi umat. Kedua fungsi ini dijalankan oleh para Khalifah sampai 14 abad masa kegemilangan Islam. Pasang surut kekhilafahan secara sunnatullah memang terjadi, tapi kedua fungsi ini ketika dijalankan sesuai apa yang digariskan syara’, terbukti membawa kesejahteraan dan kejayaan umat Islam.

Khalifah-sebagai pemimpin sekaligus penguasa adalah Raa’in.

Sebagai pemimpin tunggal kaum Muslim di seluruh dunia memiliki tanggung jawab yang begitu besar dalam mengurusi urusan umat. Rasulullah Saw. bersabda:

الإِمَامُ رَاعٍ وَمَسْئُولٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ

“Imam (Khalifah) adalah raa’in (pengurus rakyat) dan ia bertanggung jawab atas pengurusan rakyatnya” (HR al-Bukhari).

Dalam hadis tersebut jelas bahwa para Khalifah, sebagai para pemimpin serta penguasa yang diserahi wewenang untuk mengurus kemaslahatan rakyat, akan dimintai pertanggungjawaban oleh Allah SWT kelak pada hari kiamat, apakah mereka telah mengurusnya dengan baik atau tidak.

Pemimpin/penguasa  sebagai junnah (perisai), sebagaimana dalam Hadits Rasulullah saw :

إِنَّمَا الإِمَامُ جُنَّةٌ يُقَاتَلُ مِنْ وَرَائِهِ وَيُتَّقَى بِهِ

 [رواه البخاري ومسلم]

“Sesungguhnya seorang imam itu [laksana] perisai. Dia akan dijadikan perisai, dimana orang akan berperang di belakangnya, dan digunakan sebagai tameng.”

(Hr. Bukhari dan Muslim)

Mental sebagai pengurus dan perisai bagi rakyat yang dimiliki oleh para penguasa kaum muslimin dan seluruh rakyat yang hidup di bawah kekuasaannya akan terlindungi.  Prioritas utama adalah kemaslahatan bagi rakyat.  Bukan prioritas mengatur bisnis hanya sekedar mendatangkan devisa sementara rakyat tidak terurus.

Kebutuhan akan penguasa yang bisa menjalankan fungsinya,  hanya akan bisa terealisasi dalam sistem pemerintahan yang menerapkan Islam.  Kalau bukan khilafah sebagai penguasa siapa yang akan melindungi rakyat??.[]