Senandung Janji Manis di Tengah Musim Corona

Mariana S. Sos

Pemerintah akan memberikan insentif senilai Rp3 juta kepada korban Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) di sektor formal di tengah penyebaran virus corona (Covid-19). Syaratnya, karyawan tersebut terdaftar sebagai peserta BP Jamsostek. Pemerintah menyiapkan skema bagi mereka yang ter-PHK yaitu melalui pembiayaan dari BP Jamsostek,” ujar Sekretaris Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian Susiwijono Moegiarso kepada media, Selasa (24/3).

Ia menjelaskan bantuan tersebut akan diberikan selama tiga bulan. Itu berarti, setiap bulannya korban PHK akan mengantongi insentif sebesar Rp1 juta per orang. Selain itu, pemerintah juga akan memberikan pelatihan kepada korban mereka secara cuma-cuma. (CNN Indonesia, Rabu 25/03/2020 ).

Iklan ARS

Solusi yang diberikan oleh pemerintah tentu menimbulkan pro kontra di masyarakat. Bagi yang pro tentu ini adalah solusi di tengah wabah corona yang semakin masif dan menimbulkan banyak korban. Tapi juga tidak sedikit yang kontra dan menganggap solusi yang diberikan terkesan sangat instan dan tidak menyelesaikan masalah masyarakat secara menyeluruh. Bahkan banyak yang pesimis tentang janji manis yang sering kali di keluarkan pemerintah, sebab selama ini banyak janji yang terucap hanyalah sebatas jargon, terealisasi pada sebagian kecil masyarakat dan tidak memberikan solusi tuntas.

Tarik ulur solusi sangat nampak dengan sejumlah syarat yg di ajukan, kesannya penguasa hanya memberikan solusi untuk meredam emosi rakyat agar tidak bersuara lebih nyaring tentang kerugian yang mereka dapatkan akibat covid-19 sementara tidak ada upaya signifikan yang dilakukan oleh pemerintah untuk mengatasi kesulitan rakyat, padahal terpilihnya para penguasa tersebut juga karena rakyat, sebab rakyat percaya dan mengamanahkan nasib mereka kepada penguasa. Maka sudah sepatutnya tanggung jawab mengurus rakyat ada di pundak penguasa.

Standar insentif 1 juta selama 3 bulan terkesan tidak manusiawi di tengah himpitan ekonomi dan harga yang melambung tinggi tentu ini tidak akan mampu memenuhi standar hidup layak bagi korban yang terdampak PHK apalagi kalau harus menghidupi anggota keluarganya yang mungkin tidak sedikit. Lalu adanya batasan hanya 3 bulan, setelah 3 bulan kemana mereka akan mencari nafkah sementara PHK itu mungkin berlaku selama-lamanya.
Apalagi lapangan pekerjaan bagi rakyat pribumi terkesan aksesnya sangat susah dan sulit di peroleh padahal jika dilihat peluang kerja asing sangat terbuka lebar. Apa yang terjadi selanjutnya adalah pengangguran akan terbuka lebar bagi para pekerja lokal. Dan ini tentu akan berdampak pada stabilitas nasional sebab akan terjadi kekacauan yang menyebabkan angka kriminalitas meningkat dan aksi demonstrasi yang bisa jadi menimbulkan masalah baru dimasyarakat.

Beban ekonomi yang di rasakan oleh masyarakat tentu akan semakin berat dengan adanya pembatasan gerakan padahal setiap orang punya perut dan kebutuhan lainnya untuk di penuhi maka jika Negara tidak benar-benar siap mengurusi rakyatnya, masalah ekonomi dan sosial akan bermunculan dimasyarakat, angka kriminalitas akan meningkat sebab setiap orang butuh untuk hidup.

Begitupun dapat dipastikan harga produk akan semakin naik, bagi kelas sosial atas mungkin dapat memborong semua keperluan hidupnya, tapi bagi kelas menengah kebawah apalagi bagi mereka yang kehilangan matapencahariannya akibat wabah virus ini tentu pukulan yang teramat berat bagi mereka dalam memenuhi kebutuhan hariannya, mereka mungkin akan terpaksa melilit perutnya untuk menahan lapar setiap harinya. Maka gap antara yang kaya dan miskin akan semakin kelihatan apalagi sistem kapitalisme liberal yang mengagungkan individualisme justru menumbuh suburkan perasaan egoisme dan apatis serta menghilangkan empati terhadap orang-orang di sekitar.

Mengenai pelatihan apa dampaknya setelah itu pada korban PHK apakah setelah dapat pelatihan maka secara otomatis mereka akan di pekerjakan atau ada perusahaan yang berusaha menampung. Atau setelah itu di biarkan saja mengurusi dirinya. Bukankah itu adalah bentuk cuci tangan pada setiap persoalan dan terkesan tidak menyelesaikan masalah secara tuntas. Padahal ketika kebijakan pelatihan itu adalah solusi maka bukan hanya sekadar di latih tapi harus di sediakan lapangan kerja untuk menampung skill atau keterampilan rakyat sehingga setelah pelatihan mereka tidak bingung akan kemana skil mereka dibawa.

Negara punya tanggung jawab mengurusi rakyatnya. Negara tidak bisa lari atau membiarkan rakyat yang menjadi tanggungannya mengurusi dirinya sendiri. Rakyat juga butuh solusi komprehensif terhadap persoalan yang mereka tanggung, bukan solusi instan yang tidak bermakna yang tidak memberikan ketuntasan terhadap persoalan yang di hadapi. Padahal kokohnya sebuah Negara adalah ketika ada penyatuan antara rakyat dan penguasanya. Sebab penguasa yang utama adalah ketika ia di cintai rakyatnya dan dia pun mencintai rakyatnya. Bukan membiarkan rakyatnya menjadi pesakitan sementara membuka karpet merah dengan sambutan mewah buat asing untuk mengambil kesenangan di negerinya dan menguras sumber daya alamnya.

Padahal sumber daya alam itu bukan milik penguasa tapi milik seluruh rakyat, jadi penguasa tidak punya hak untuk menyerahkan pengaturan itu pada swasta baik lokal maupun asing sebab itu adalah hak seluruh rakyat, penguasa dalam ini hanya bertugas untuk mengelolanya dan hasilnya untuk hajat hidup orang bayak dalam hal ini untuk kebutuhan rakyat. Jadi sangat aneh jika pemilik aslinya justru harus terusir dan dilarang untuk menikmati apa yang menjadi haknya malah sebaliknya mengundang orang luar untuk memakan secara rakus dan serakah sumber daya alam yang menjadi milik rakyat sementara rakyatnya dibiarkan kelaparan.

Dalam islam penguasa akan sangat bertanggungjawab terhadap rakyat yang di pimpinnya, sebab kepemimpinannya bukan hanya karena kepercayaan dari rakyat yang merupakan amanah yang harus di laksanakan tetapi juga wujud rasa takut kepada Allah, sebab setiap penguasa akan diminta pertanggungjawaban terhadap kepemimpinan yang di jalani. Karenanya pemimpin dalam islam akan sangat memperhatikan keadaan rakyatnya, ibaratnya pemimpin itu adalah raain dan Junnah.
Sebagai Raain maknanya adalah pemimpin yang menjaga dan diberi amanah atas bawahannya, tentu pemimpin dalam hal ini adalah mereka yang punya tanggungjawab untuk mengurusi rakyat dibawah pengawasannya. Karena itu menyia-nyiakan amanah kepemimpinan dan tidak mengurusi rakyat secara maksimal adalah bentuk penghianatan bukan hanya pada rakyat tapi juga pada Allah SWT, dan ini adalah dosa besar sebagaimana Hadist Rasulullah Saw Imam ( Khalifah) adalah raain( pengurus rakyat) dan ia bertanggung jawab atas pengurusan rakyatnya( HR al Bukhari).

Sebagai junnah adalah sebagai perisai yakni yang melindungi orang-orang yang dibawah kekuasaannya, karena itu pemimpin memiliki tanggung jawab untuk menghalangi atau mencegah musuh untuk mencelakai rakyatnya, memerangi siapapun yang hendak melakukan pengrusakan dan menzalimi rakyatnya. Pemimpin sejati tidak akan merampok harta rakyatnya secara zalim dan tidak akan memberikan jalan pada swasta baik lokal maupun asing untuk mengeruk dan mengeksploitasi secara serakah sumber daya alam yang merupakan hak publik. Sementara rakyatnya banyak yang terlantar hidup dalam garis kemiskinan dan ketidakperdayaan dalam memenuhi kebutuhan hidupnya.

Karena itu pemimpin yang membiarkan rakyatnya celaka dan menjadi budak di rumahnya sendiri yang hak kepemilikannya telah direbut oleh pihak asing disebabkan karena kebijakan penguasa yang zolim yang menyerahkan penguasaan hajat hidup publik kepada asing seraya membuat kesepakatan yang merugikan rakyat maka ini tentu adalah kemungkaran dan dosanya sangat besar sebagaimana Rasulullah bersabda: Sesungguhnya al-Imam (Khalifah) itu perisai, dimana (orang-orang)akan berperang di belakangnya( mendukung) dan berlindung( dari musuh)dengan (kekuasaan)nya.( HR. Al- Bukhari, Muslim, Ahmad, Abu Dawud, dll).

Maka penguasa yang tidak melindungi rakyatnya dan membiarkan mereka celaka karena pengurusan sekadarnya bahkan lepas tangan dari pengurusan rakyatnya maka kelak di akhirat dia harus menanggung beban yang sangat berat karena kekuasaannya itu telah menyengsarakan banyak orang, kelak kekuasaan yang di bangga-banggakan di dunia justru menjadi penyesalan di akhirat. Wallahu alam (***)

Oleh : Mariana S. Sos (Guru SMPS Antam Pomalaa Kolaka)