Kartu Pra Kerja di Tengah Pandemi

Oleh : Yana As-Shafiyyah

(Lingkar Studi Perempuan dan Peradaban)

Iklan KPU Sultra

Pandemi virus Corona (Covid-19) salah satunya berdampak pada ekonomi. Bagaimana tidak, konsumsi rumah tangga mulai menurun berbanding lurus dengan menurunnya penghasilan/gaji pekerja, terlebih pekerja harian. Keluar masuk produk dari dan ke luar negeri mulai dilakukan pembatasan. Akibatnya berangsur pekerja terkena imbas, dimulai dari pembatasan jam kerja, pembatasan waktu lembur, hingga Pemutusan Hubungan Kerja (PHK). Dilansir dari CNN, Indonesia, Senin (13/4), Direktur Jenderal Pembinaan Pelatihan dan Produktivitas Kementerian Ketenagakerjaan B Satrio Lelono mencatat jumlah pekerja yang terkena Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) mencapai 2,8 juta, dimana jumlah tersebut berasal dari pekerja formal dan informal.

Pemutusan Hubungan Kerja (PHK), adalah salah satu permasalahan masyarakat yang harus segera diselesaikan. Karena hal ini berkaitan dengan pekerjaan dan penghasilan seseorang untuk memenuhi kebutuhan hidup, baik untuk dirinya sendiri dan juga keluarganya. Maka pemerintah Indonesia, mengeluarkan Kartu Pra Kerja di awal bulan April 2020, berharap Kartu Pra Kerja bermanfaat dan memberikan solusi ekonomi terlebih saat pandemi saat ini.

Direktur Eksekutif Manajemen Pelaksana Kartu Prakerja Denni Purbasari mengatakan sejak dibuka pada Sabtu (11/4/2020), sebanyak 1.4 juta orang telah mendaftar Kartu Prakerja gelombang pertama hingga hari ini, Minggu (12/4/2020) pukul 16.00 WIB. Kuota pada gelombang pertama pendaftaran Kartu Prakerja ini adalah 164.000 orang. Sementara itu, yang sudah verifikasi NIK sebanyak 624.000 orang,  yang sudah memilih gelombang atau batch ada 78.000 orang. Gelombang pertama, kata Denni, berlangsung sejak Sabtu kemarin hingga Kamis (16/4/2020) pukul 16.00 WIB. Gelombang 2 mulai sesudah peserta gelombang 1 ditetapkan dan ditutup Kamis minggu depannya lagi jam 16.00, begitu seterusnya. Pendaftaran Kartu Prakerja akan berlangsung dalam 30 gelombang dan pendaftaran dibuka setiap pekan. Kompas.com, Minggu (12/4/2020).

Kartu Pra Kerja merupakan program kompensasi kerja yang diberikan dalam bentuk pembiayaan pelatihan dan insentif pasca pelatihan. Sasaran dari pemberian kartu pra kerja ini adalah Warga Negara Indonesia yang sudah berusia minimal 18 tahun dan tidak sedang menjalankan kegiatan formal. Besarnya kompensasi yang diberikan kepada seseorang yang sudah terdaftar dan memiliki Kartu Pra Kerja adalah sebesar Rp. 3.550.000, dengan rincian, Rp. 1.000.000 untuk biaya pelatihan. Insentif pasca pelatihan Rp.600.000 per bulan, diberikan selama 4 bulan, dan insentif survey kebekerjaan Rp. 150.000.

Sejatinya, masyarakat  memerlukan solusi praktis untuk memenuhi kebutuhan dasarnya, kebutuhan pokok yang tidak dapat ditunda pelaksanaannya. Bagaimana Kartu Pra Kerja akan menjadi solusi praktis untuk masyarakat apabila masyarakat yang mendaftar untuk mendapatkan insentif terlebih dahulu mereka harus melakukan pelatihan  selama beberapa bulan? Bukan karana malas bekerja dan hendak meminta-minta kepada pemangku kebijakan, tapi karena memang kondisi saat ini yang membuat mereka harus berjuang untuk memenuhi kebutuhan hidup. Kehadiran Kartu Pra Kerja seperti jauh panggang dari api karena jauh dari solusi yang masyarakat harapkan.

Permasalahan ini hanya ada dalam sistem kapitalis-demokrasi. Betapa tidak, di dalam sistem inj, semua kebijakan, termasuk kebijakan untuk masyarakat, semua harus bertolak dari untung dan ruginya, semua harus bertolak dari kemanfaatan. Jika ada keuntungan dan kemanfaatan bagi pemangku kebijakan, maka akan dilakukan dengan sepenuh hati. Sebaliknya, jika tidak ada kemanfaatan dan keuntungan bagi pemangku kebijakan, tidak akan dilakukan, walaupun itu menyangkut hajat hidup orang banyak. Hanya kepentingan pribadi dan golonganlah yang menjadi tujuannya.

Berbeda dengan sistem Islam, di dalam sistem Islam, pemangku kebijakan bertanggung jawab penuh atas kondisi masyarakatnya. Didasarkan pada ketaqwaan individu, membuat pemangku kebijakan merasa bahwa semua amanah yang dipikulkan di pundaknya akan dimintai pertanggungjawaban oleh Allah. Negara bertanggung jawab atas pemenuhan kebutuhan hidup masyarakatnya. Apabila ada seseorang yang tidak mempunyai sesuatu yang hendak di makan, atau tempat di mana dia akan tinggal, atau pakaian penutup aurat yang mana yang akan dia pakai, atau pemenuhan kebutuhan kesehatan dan pendidikan yang belum memadai, maka negara akan membebankan kebutuhan seseorang tersebut kepada kerabatnya, jika kerabatnya tidak mampu, maka pemenuhan kebutuhan tersebut akan jatuh ke tetangga sekitar rumahnya, jika tetangganya tidak mampu, maka negara berkewajiban untuk memenuhi kebutuhan hidup seseorang tersebut.

Sungguh, hanya dengan diterapkannya sistem Islam yang akan menjadi solusi praktis disetiap permasalahan yang muncul di tengah masyarakat. Bagaimana tidak, karena di dalam sistem Islam terdapat masyarakat yang khas, masyarakat yang hanya memiliki pemikiran, perasaan dan aturan yang sama, yaitu pemikiran, perasaan dan aturan Islam. Jadi tidak ada sistem yang lebih sempurna yang bisa menjadi pemecah dari setiap problematika yang ada selain solusi dari Islam. Karena Islam adalah problem solving untuk problematika ummat secara keseluruhan. Wallahu’alam bi ash shawab.