Perbudakan ABK, Negara Absen Pembelaan

Oleh : Maretika Handrayani, S. P. (Aktivis Dakwah Islam)

Mengikuti berita yang berkembang di berbagai media massa hari-hari terakhir ini, kita layak mengelus dada.  Prihatin.  Di tengah Pandemi Covid-19 dengan problematika bangsa yang bertubi-tubi. Kali ini datang berita dari dunia pekerja kapal asal Indonesia, dimana empat dari delapan belas Anak Buah Kapal (ABK) yang bekerja di Kapal Longxing 629 China meninggal dunia dan tiga jasad diantaranya terpaksa dibuang ke laut lepas. Berita ini terungkap setelah media televisi Korea Selatan, Munhwa Broadcasting Corporation (MBC), mewartakan pada 6 Mei video viral pelarungan jenazah ABK Indonesia ke laut.

/ Perbudakan Modern dan Gagalnya Negara Melindungi Rakyat /

Indikasi kuat adanya fenomena perbudakan modern ramai di media. ABK diperlakukan seperti budak, bahkan bila ketahuan sakit dan meninggal dunia, jasadnya dilarung ke laut. ABK yang meninggal tersebut sebelumnya sudah sakit selama satu bulan. Selain itu sistem kerja di kapal tersebut memiliki kondisi yang tidak layak termasuk mengeksploitasi tenaga kerja yang ada. Diantaranya air mineral yang dibawa untuk perbekalan di kapal tersebut hanya diminum oleh awak China. Sedangkan awak Indonesia hanya diizinkan meminum air laut yang difiltrasi. ABK memiliki jam kerja hingga 18 jam dengan waktu istirahat hanya 6 jam setelahnya. Tak sampai disitu,  upah yang didapat mereka selama bekerja hingga 13 bulan hanya sekitar US$ 120 atau Rp 1,7 juta. Atau dengan kata lain, gaji bulanannya hanya sekitar Rp 100.000. kapal milik China tersebut semestinya bertujuan menangkap ikan tuna, namun terkadang juga menangkap ikan hiu. Aktivitas ilegal itulah yang membuat mereka tidak bisa berhenti di daratan manapun. (Liputan6.com/10/5/2020).

Kasus ABK tersebut adalah bagian dari fakta perbudakan modern yang menimpa rakyat karena tidak adanya ketegasan pembelaan Negara terhadap hak-hak warga yang bekerja dengan pihak asing. Hal ini secara tidak langsung mengukuhkan lemahnya posisi Indonesia baik secara ekonomi maupun politik di mata dunia, terlebih pada China yang telah mengikat Indonesia dengan berbagai perjanjian dan hutang yang menjadikan negeri ini bias kedaulatannya.

Kasus ini pula telah menunjukkan praktik industrialisasi ketenagakerjaan yang jauh dari jaminan keselamatan, keamanan, dan kesehatan. Carut marut pengurusan rakyat akan terus menciptakan terjadinya perbudakan ditambah angka kemiskinan yang semakin tinggi namun lapangan pekerjaan di dalam negeri begitu sempit. Miris, di tengah masifnya Tenaga Kerja Asing (TKA) yang masuk ke Indonesia, ratusan rakyat harus mengais rezeki ke luar negeri. Dengan bekal pendidikan ala kadarnya, rakyat terpaksa menempuh jalan mematikan demi sesuap nasi dan pemenuhan hajat hidup yang semakin tak terjangkau.

Ironisnya, ketika kecaman internasional datang karena sikap tak manusiawi terhadap pekerja, pemerintah Indonesia justru menunjukkan pembelaan terhadap asing. sebagaimana yang diungkapkan Menteri Luar Negeri (Menlu) RI, Retno Marsudi bahwa pelarungan atau burial at sea dilakukan sesuai dengan praktik kelautan internasional untuk menjaga kesehatan para awak kapal lainnya sebagaimana ketentuan ILO (Organisasi Buruh Internasional). (Merdeka.com/8/5/2020).

/ Khilafah Pelindung Umat /

Hal semacam ini tentunya tidak akan terjadi ketika negara Khilafah diterapkan di tengah-tengah umat. Sebab, paradigma negara dalam Islam adalah untuk melindungi dan memelihara jiwa dan keamanan manusia. Negara adalah pengurus dan perisai umat. Sebagaimana sabda Rasulullah Muhammad SAW :

“Imam (Khalifah) adalah raa’in (pengurus rakyat) dan ia bertanggung jawab atas pengurusan rakyatnya” (HR al-Bukhari).

Dalam hadits tersebut jelas bahwa para Khalifah, sebagai pemimpin yang diserahi wewenang untuk mengurusi kemaslahatan rakyat, akan dimintai pertanggungjawaban oleh Allah SWT kelak pada hari kiamat, apakah mereka telah mengurusinya dengan baik atau tidak.

Tanpa Raa’in (pengurus rakyat) yakni Khalifah, manusia tak lebih seperti anak ayam yang kehilangan induknya. Lemah tak berdaya dengan ancaman kesengsaraan dan kematian. Begitu pula yang kita lihat hari ini, fakta buruknya pembelaan Negara terhadap rakyat menunjukkan bobroknya sistem kehidupan yang tidak memakai sistem Islam.

Islam melarang perbudakan. Islam juga melarang menahan gaji pekerja. Rasulullah SAW bersabda,

Berikanlah pekerja upahnya sebelum keringatnya kering” (HR Ibnu Majah).

Islam menggariskan bahwa kontrak kerja (ijarah)  harus ditentukan jenis pekerjaannya sekaligus ditetapkan waktu, upah, dan tenaganya sejak awal sehingga meminimalisir adanya kedzaliman dan penghilangan hak pekerja.

Maka sudah seharusnya umat mencampakkan sistem kehidupan tak manusiawi ini dan bersungguh-sungguh memperjuangkan tegaknya sistem Islam yang memberikan jaminan kemuliaan.

Hai orang-orang yang beriman, penuhilah seruan Allah dan seruan Rasul apabila Rasul menyeru kamu kepada suatu yang memberi kehidupan kepada kamu…” (TQS Al Anfal:24)

Sebagaimana dinyatakan Allah swt dalam QS Al Maidah:32, artinya,” ….barangsiapa yang memelihara kehidupan seorang manusia, Maka seolah-olah dia Telah memelihara kehidupan manusia semuanya. ..”.  menunjukkan ada simpul persoalan yang harus diurai.