Komisi Pemilihan Umum (KPU) mengumumkan bahwa Pemilihan Umum Kepala Daerah (Pilkada atau Pemilukada) Indonesia akan dilaksanakan pada Desember 2020. Disampaikan pula bahwa seluruh perangkat telah disiapkan untuk perhelatan akbar ini, kabar ini tentu saja sangat disesalkan oleh masyarakat. Tak tanggung-tanggung, KPU dan Bawaslu mengajukan anggaran kepada Komisi II DPR dan Menteri Dalam Negeri sebesar 5,9 triliun rupiah. Biaya tersebut diperkirakan untuk pelaksanaan Pilkada sesuai dengan protokol penanganan Covid-19.
Kondisi pandemi ini seharusnya bisa dijadikan evaluasi bagi semua pihak. Kematian para nakes akibat minimnya APD menjadi satu pertanyaan besar, kemana dana antisipasi penanganan wabah, mengapa pemerintah terkesan lambat dan abai dalam penyediaan APD tersebut. Dana bansos yang disalahgunakan, dengan dalih ruwetnya data sehingga pemberian bansos tersebut menjadi ricuh.
Lalu mengapa pesta demokrasi ini terkesan dipaksa untuk dilaksanakan dalam kondisi pandemi masih berlangsung, yang seharusnya anggaran tersebut bisa digunakan untuk penyelesaian penanganan wabah, agar kondisi ini bisa segera dituntaskan, dan kembali normal. Sungguh tak elok, melakukan pesta demokrasi ditengah ujian wabah menimpa negeri, seakan perpolitikan mati suri jika tak segera dilaksanakan pemilihan.
Terlalu banyak masalah di negeri ini yang belum terselesaikan akibat pandemi, PHK para pekerja, masalah ketersediaan instrumen bagi dunia pendidikan dalam pembelajaran daring, lemahnya perekonomian dalam negeri sehingga patut menjadi perhatian pemerintah dan anggota dewan agar kondisi ini bisa terselesaikan, bukan hanya memikirkan kursi legislasi para elit politik.
Kondisi ini diperparah dengan kondisi keuangan daerah yang merosot tajam akibat pandemi, karena dana mereka telah direlokasikan untuk penanganan Covid-19. (Kompas.com). Jika dipaksakan pilkada di tahun pandemi ini akan sangat mengganggu ketersediaan APBD dan dapat memicu lonjakan anggaran daerah. Maka dapat dipastikan kerja daerah dalam menambah pemasukan akan semakin sulit karena kondisi perekonomian secara nasional belumlah sehat akibat pandemi ini.
Dan masih banyak masalah yang belum dituntaskan oleh pemerintah pusat dalam penanganan di tengah gentingnya wabah ini. Akhirnya muncul pertanyaan dibenak masyarakat, untuk siapa Pilkada tetap dilaksanakan tahun ini?, rakyat mana yang bersuka cita menyambut pesta demokrasi saat mereka kelaparan, tak punya pekerjaan dan segudang himpitan ekonomi yang menghantui. Sungguh miris jika hal tersebut tetap menjadi konsentrasi kebijakan penguasa. Mereka telah menutup hati dari penderitaan rakyat.
Pesta Pilkada tak lain adalah perpanjangan tangan para kapitalis untuk berebut tempat di negeri ini, menjadi wakil rakyat namun sesungguhnya memperkaya diri sendiri hingga hilang hati nurani. Sistem demokrasi menjadi karpet merah mereka untuk melanggengkan dinasti, hingga anak keturunan berebut kursi. Memberi umpan janji manis penuh simpati kepada rakyat namun melupakan setelah kekuasaan didapati.
Islam Menetapkan Prioritas Kebijakan
Seorang pemimpin adalah melindungi rakyatnya demi apapun. Yang diinginkan rakyatnya adalah dimana para pemimpin mampu melindungi nyawa rakyatnya apalagi dalam kondisi pandemi sekarang ini, ini jauh lebih mulia ketimbang memikirkan pesta demokrasi yang bisa menghabiskan uang rakyat tanpa memikirkan kondisi rakyat.
Dari al-Barra’ bin Azib radhiyallahu ‘anhu, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
“Hilangnya dunia, lebih ringan bagi Allah dibandingnya terbunuhnya seorang mukmin tanpa hak.” (HR. Nasai 3987, Turmudzi 1455, dan dishahihkan al-Albani).
Jangan anggap remeh pengabaian kewajiban mengurusi rakyat, karena Allah SWT telah jelas menetapkan hukum tersebut :
“Jangan sekali-kali kamu mengira, Allah akan melupakan tindakan yang dilakukan orang dzalim. Sesungguhnya Allah menunda hukuman mereka sampai hari yang pada waktu itu mata (mereka) terbelalak (karena melihat adzab).” (QS. Ibrahim: 42).
Maka skala prioritas kebijakan bagi pemimpin adalah berada bersama rakyatnya untuk mengurusi kebutuhan dan menyelesaikan segala masalah yang mendera rakyatnya.
Sesungguhnya para pemimpin yang diserahi wewenang untuk mengurus kemaslahatan rakyat, akan dimintai pertanggungjawaban oleh Allah SWT kelak pada Hari Kiamat, apakah mereka telah mengurus mereka dengan baik atau tidak.
Rasulullah saw. bersabda:
Imam (pemimpin) itu pengurus rakyat dan akan dimintai pertanggungjawaban atas rakyat yang dia urus (HR al-Bukhari dan Ahmad).
Wallahualam bishowwab.
Oleh : Diah Winarni, S.Kom