Pemerintah pusat saat ini tengah mewacanakan penetapan new normal atau hidup normal baru di tengah pandemi virus corona (Covid-19). Namun, kebijakan ini diragukan oleh sejumlah pihak baik dari kalangan pengamat ekonomi, pemerhati kesehatan, maupun pengamat sosial.
Pemberlakukan kebijakan new normal di saat sekarang ini dianggap belum dapat memperbaiki kondisi ekonomi, bahkan kesehatan masyarakat jadi taruhannya. Kebijakan new normal dianggap belum menjadi solusi, apalagi virus corona terus menular. Oleh karena itu, pemerintah disarankan menunda pemberlakuan kebijakan new normal.
Seperti halnya berita yang dilansir zona sultra com. tentang kebijakan new normal atau hidup normal baru di tengah pandemi virus corona yang telah diungkapkan pemerintah pusat saat ini sangatlah tidak tepat , disebabkan situasi penyebaran covid-19 yang masih mengalami kenaikan secara komulatif. Seperti pandangan kesehatan pun meragukan hal itu.
Pemerhati Kesehatan Sulawesi Tenggara dr. Yusuf Hamra menjelaskan, sangat penting bagi pemerintah harus memperhatikan kurva dan grafik pertambahan kasus positif baru di Indonesia sebelum benar-benar menerapkan wacana new normal tersebut. Karena apabila pertambahan tersebut melesat akan menimbulkan masalah baru yang mana keinginan menurunkan jumlah kasus malah sebaliknya kasus baru semakin banyak.
Mencontoh beberapa negara yang berhasil menerapkan lockdown dan aktivitas masyarakat sudah pulih kembali rata-rata sebelumnya mereka telah menerapkan lockdown menyeluruh dalam kurun waktu dua hingga tiga bulan, seperti Vietnam lockdown sejak April dan saat ini sudah melaksanakan new normal. Sementara di Indonesia, kata Yusuf jauh berbeda. (zonasultra com.1/6/2020)
Hal senada pun diragukan oleh Pengamat Sosial Universitas Halu Oleo Darmin Tuwu menjelaskan, kebijakan pemerintah untuk menerapkan new normal di tengah pademi corona saat ini belum tepat. Pasalnya kondisi masyarakat saat ini masih belum stabil atau pulih sejak wabah Covid-19 masuk di 34 provinsi di Indonesia.
Menurutnya, kebijakan new normal merupakan desakan pemerintah saja untuk segera melakukan pemulihan ekonomi setelah tiga bulan bergelut dengan wabah corona, akan tetapi kesehatan masyarakat belum pulih secara normal dan apabila itu dipaksakan dapat menimbulkan masalah baru.
“Memang pilihannya berat, tapi alangkah baiknya tahan dulu bersabar dulu sampai benar-benar virus ini bisa dikendalikan. Sampai saat ini kan pemerintah belum bisa melakukan itu, kita masih berperang melawan corona tiba-tiba kita diminta berdamai,” katanya. (zonasultra com.1/6/2020).
Menelaah dari beberapa pandangan para pakar, selayaknya pemerintah meninjau ulang terhadap kebijakan penetapan new normal, pada dasarnya merekalah yang mewakili aspirasi rakyat, sebab dalam kehidupan bernegara kehendak penguasa haruslah sejalan dengan kehendak rakyat. Oleh sebab itu, aspirasi rakyat sangatlah berpengaruh terhadap kesejahteraan dan kedamaian suatu Negara.
Sehingga dapat kita nilai bahwa pemerintah sangat tidak bersabar dengan PSBB yang harusnya dilakukan secara disiplin dan tegas dan terkesan hanya setengah hati melakukan kebijakan itu. Memberlakukan new normal dengan terburu- buru merupakan kebijakan yang tidak tepat disaat kondisi kesehatan masyarakat kurang baik, ditambah WHO sendiri telah menetapkan 6 kriteria dalam menentukan negara tersebut, bisa menerapkan new normal salah satu dari kriteria tersebut kurvanya sudah melandai.
Jika penguasa berpihak kepada aspirasi, kepentingan rakyat mengapa harus memberlakukan new normal disaat wabah masih berkecimpung, kurva belum melandai,kesehatan rakyat belum stabil, terlebih jika berpihak kepada kepentingan kesehatan rakyat, mengapa penguasa justru menaikkan iuran BPJS disaat wabah melanda? Ini semua membuktikan bahwa penguasa tidaklah berpihak pada kepentingan rakyat, namun lebih berpihak pada kepentingan individu dan kelompok semata, dan tidak peduli dengan kesehatan masyarakat.
Kita ketahui, kesehatan masyarakat memiliki peran penting dalam upaya peningkatan kualitas sumber daya manusia, penanggulangan kemiskinan dan pembangunan ekonomi. Indeks pembangunan manusia meletakkan kesehatan adalah salah satu komponen utama pengukuran, selain pendidikan dan pendapatan. Nyawa, kesehatan rakyat yang seharusnya diutamakan dari pada kepentingan ekonomi, sebab pandangan ekonomi pun menilai sebagaimana yang dilansir
Pengamat Ekonomi Universitas Haluoleo Kendari Syamsir Nur pun mengatakan masyarakat dinilai masih memiliki kekhawatiran terhadap situasi kesehatan yang ditandai dengan minat belanja masyarakat belum mengalami peningkatan yang signifikan. Kekhawatiran itu juga menurunkan kepercayaan konsumen terutama masyarakat kelas menengah ke atas.
Apabila kelas menengah dan atas distrust terhadap kondisi perekonomian, ditambah dengan masyarakat kelas bawah (rentan dan miskin) yang saat ini sudah terpapar duluan dengan dampak penyebaran Covid-19, maka harapan new normal justru memunculkan masalah baru. Olehnya itu, Syamsir menilai belum tepat untuk saat ini diterapkan, harus menunggu jumlah penambahan kasus baru turun secara signifikan.
Kemudian dalam teori ekonomi jika konsumsi masih lesu, efeknya ke industri tetap tidak akan optimal karena daya beli belum pulih akibat aktivitas luar rumah belum menggeliat. Belum lagi para pelaku ekonomi konsumen dan produsen masih khawatir dengan kondisi kesehatan mereka.
“Jadi sekalipun sisi supply distimulan oleh pemerintah, sisi demand belum siap merespon akibat kekhawatiran kondisi kesehatan disertai daya beli yang masih rendah maka tidak akan ada hasil maksimal,” ujarnya. (1/6/2020).
Kesehatan merupakan suatu hal yang utama, jika kebijakan new normal ini tetap dijalankan sekalipun ada beberapa daerah terkategori zona hijau tetap dikhawatirkan terjadi peningkatan positif covid-19, sebab secara keseluruhan Indonesia belum mengalami angka penurunan, perekonomian pun belum tentu membaik, sehingga kebijakan new normal ini terkesan dipaksakan oleh penguasa. Bila rencana ini tetap dijalankan, hal itu semakin membuktikan penguasa lepas tangan terhadap penanganan wabah covid-19, dimana letak tanggung jawab penguasa ? apakah hanya sebatas memberikan himbauan saja , sungguh miris hidup dikepemimpinan sistem kapitalis dan masyarakat harus menyadari bahwa ini semua adalah bentuk kezholiman.
Berbeda dengan system Islam. Penerapan kebenaran Alquran dan hadist akan berada diatas segalanya, sebab itulah janji Allah Swt, hal itu akan tercermin penerapannya bukan hanya di lingkungan keluarga, masyarakat, namun negara pun pasti cepat atau lambat akan mengakui kebenaran untuk menerapkannya, dan beruntunglah bagi orang-orang yang melakukan amal sholeh untuk memperjuangkannya. .
Islam sebagai agama yang sempurna mengatur dan memberikan solusi menyeluruh dalam semua aspek kehidupan termasuk kesehatan . Islam memandang kesehatan sebagai kebutuhan pokok seluruh warga negara untuk menjamin kesehatan rakyatnya terlebih dalam kondisi pandemi seperti saat ini. Pelayanan kesehatan gratis diberikan kepada rakyat tanpa diskriminasi agama suku, warna kulit, kaya, miskin. Negara juga tidak akan meminta uang sepeserpun untuk iuran kesehatan.
Negara juga menjamin pemenuhan kebutuhan dasar rakyat, khususnya kebutuhan pangan rakyat di wilayah wabah tersebut, hal tersebut sudah di jalankan sejak masa Rasulullah saw. raja mesir Muqouqis pernah menghadiahkan seorang dokter kepada Nabi Saw. Beliau menjadikan dokter itu untuk melayani seluruh rakyat secara gratis dan hal ini pun dilakukan oleh para sahabat dan para khalifah berikutnya , Begitulah keseriusan kepemimpinan dalam sistem Islam dalam menjamin kesehatan rakyatnya. WallahuA’lam Bissawab.
Oleh : Khusnawaroh (Komunitas Peduli Umat)