Reshuffle Kabinet di Tengah Pandemi, Bukan Solusi

Diah Winarni

Hiruk pikuk pergantian para punggawa Presiden Jokowi kian santer, sejak pidato Preside Joko Widodo yang nampak marah dan kesal atas kinerja para pembantunya. Entah ini dagelan atau memang sikap sang Presiden yang cukup punya alasan untuk bersikap seperti itu di depan publik. Sepertinya cukup aneh jika sang Presiden baru menyadari sekarang bagaimana hasil kerja para menterinya. Seyogianya kegagalan para ajudan dimulai dari sikap tegas sang Presiden.

Reshuffle kabinet digadang gadang akan memperbaiki kinerja kabinet berikutnya, namun sayangnya, niat bongkar pasang berapa kalipun tak akan pernah bisa menyelesaikan segala karut marut persoalan yang menimpa rakyat.

Iklan ARS

Mari kita tengok beberapa kegagalan kabinet Presiden selama Pandemi Covid-19 hingga Juli ini.

Pertama, kegagalan Menteri Kesehatan Terawan dalam menyelesaikan kasus Covid-19, dengan banyaknya kematian para tenaga kesehatan, termasuk para tenaga ahli, juga rakyat yang turut menjadi korban.

Kedua, naiknya tarif listrik (PLN) yang membuat rakyat semakin kesulitan menjalani kehidupan.

Ketiga, lemahnya perekonomian hingga Indonesia harus menjajaki surat perjanjian utang baru senilai ratusan trilyun rupiah.

Keempat, naiknya tarif BPJS yang semakin tak masuk akal, namun tidak dibarengi dengan kualitas pelayanan kepada masyarakat yang membutuhkan fasilitas kesehatan.

Kelima, pemalakan baru dengan nama Tapera, tabungan perumahan rakyat yang dipaksakan dengan sistem potong gaji sebesar 3% di tengah himpitan hidup selama pandemi.

Keenam, karut marut sistem pendidikan yang tidak mampu menyiapkan proses pembelajaran dengan metode daring selama pandemi, masih banyak daerah terpencil yang belum tersentuh dengan metode pembelajaran ini, karena tidak tersedianya gawai dan jaringan internet yang memadai, sehingga pembelajaran tidak bisa berlangsung sebagaimana mestinya. Serta kesejahteraan guru selama pandemi tidak pernah tersentuh untuk di selesaikan.

Di susul dengan ricuhnya Penerimaan Siswa Didik Baru (PPDB) di sekolah negeri dengan sistem zonasi yang sangat menyulitkan. Dan kejadian ini berlangsung dari tahun ke tahun tanpa ada solusi yang sistematis.

Ketujuh, gagalnya pemerintah melindungi nyawa rakyatnya selama pandemi Covid-19. Seakan tak ada kepedulian dari pemimpin untuk memberikan perlindungan.

Kedelapan, di tengah pandemi ini kasus impor marak terjadi, dengan dalih menjaga stok kebutuhan dalam negeri, padahal disaat yang sama para petani mengalami musim panen, sehingga ketersediaan melimpah dan produk lokal tak terserap oleh pasar. Dan pemerintah enggan memberikan solusi nyata bagi para petani.

Dan masih banyak permasalahan umat yang tak bisa diselesaikan secara komprehensif dan menyeluruh. Rakyat harus menelan pil pahit di negara demokrasi ini, keberpihakan negara kepada asing sangat terasa disetiap kebijakan yang ada. Aset negeri satu persatu hilang tergadai oleh nafsu mencari keuntungan. Kapitalisme benar-benar telah membutakan hati nurani pemimpin negeri ini, mereka tak lagi memikirkan kepentingan rakyat dan berpihak kepada asing. Mereka lupa bahwa kepemimpinan yang mereka jalankan adalah amanah rakyat, bukan menjalankan roda pemerintahan ini atas pesanan partai pilitik, korporasi atau asing.

Lalu, jika negeri ini bermasalah, siapa yang patut dipersalahkan? Siapa yang salah mengelola negeri ini? Apakah cukup hanya dengan mengganti posisi para menteri lalu masalah selesai? Ya, mereka seperti mimpi di siang hari bolong. Selama kepemimpinan negeri ini masih berlindung dengan jubah demokrasi, maka rakyat akan terus dibuat semakin sengsara.

Sejatinya, tugas para pemimpin adalah melayani kebutuhan rakyatnya, perhatian serta cintanya pemimpin negeri hanya untuk kesejahteraan rakyat tanpa pilih kasih dan tanpa memandang status. Kepemimpinan yang dilandasi oleh ketaqwaan kepada Allah SWT membuahkan hasil mencintai rakyatnya melebihi mencintai dirinya sendiri. Sebagaimana baginda Rasulullah SAW dan para sahabat memimpin negeri, memenuhi segala kebutuhan rakyat dan mementingkan hak rakyat diatas kepentingan pribadinya.

Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

“Setiap kamu adalah pemimpin dan setiap kamu akan ditanya tentang apa yang dipimpinnya. Imam (waliyul amri) yang memerintah manusia adalah pemimpin dan ia akan ditanya tentang rakyatnya.” (HR. Bukhari).

Maka, reshuffle kabinet bukan jaminan terselesaikannya berbagai masalah yang ada saat ini, dan belum tentu kesejahteraan bagi rakyat bisa terlaksana jika demokrasi masih menjadi pilihan rakyat. Saatnya umat bergerak meninggalkan sistem yang tak memihak kepada kepentingan rakyatnya.
Wallahu’alam.

Oleh : Diah Winarni, S.Kom