Generasi Menjadi Asusila, Salah Siapa?

Ainul Mizan

Sangat miris. Telah diberitakan bahwa 37 pasangan siswa SMP melakukan pesta seks di sebuah hotel. Petugas menemukan bukti kondom, obat kuat dan miras (www.tribun-timur.com, 10 Juli 2020).

Melihat fenomena demikian, tentunya bisa diprediksikan bagaimana potret bangsa ini kedepan. Di samping itu, penjagaan terhadap generasi sangat lemah. Padahal Allah SWT mewanti – wanti agar penjagaan generasi mendapat perhatian besar. Dalam sebuah firmanNya, Allah SWT berpesan:

Iklan ARS

ياايّها الذين آمنوا قوا انفسكم واهليكم نارا…
Wahai orang – orang yang beriman, jagalah diri kalian dan keluarga kalian dari api neraka.

Para pelajar itu merupakan bagian dari keluarga kita. Mereka adalah generasi umat, bangsa dan negara. Nasib umat, bangsa dan negara di masa akan datang ditentukan oleh bagaimana generasinya hari ini.

Pertanyaannya, siapakah yang patut disalahkan bila generasi melakukan perbuatan asusila dan merusak? Orang tua ke-37 siswa tersebut dipanggil kepolisian. Pesan yang selalu menjadi oleh – oleh para orang tua ini adalah agar lebih membina putra – putrinya dengan baik. Memang sangat bisa dimaklumi pesan demikian. Orang tua itu orang yang paling dekat dengan anak – anaknya. Yang mengerti detil perkembangan anaknya. Bahkan yang mendapat otoritas syar’i melakukan pemukulan saat mendidik anak adalah orang tuanya. Tentunya bukan pemukulan yang menyakitkan dan membuat celaka.

Hanya saja yang perlu dipahami bersama bahwa manusia itu di samping sebagai individu, ia adalah makhluk sosial. Selain bergaul di dalam keluarganya, manusia juga bergaul dengan lingkungan sekitarnya. Baik itu di sekolah, masyarakat, bangsa dan negaranya. Dengan kata lain, semua pihak ikut bertanggung jawab dalam pendidikan generasi.

Tatkala sistem kehidupan yang diterapkan negara berasaskan sekulerisme, maka semua lini kehidupan warganya diwarnai sekulerisme. Umat Islam di Indonesia yang mayoritas ini dipaksa hidup dalam sebuah tatanan hidup yang jauh dari nilai Islam. Bidang politik, ekonomi, sosial, pendidikan, peradilan dan pertahanan berlandaskan sekulerisme.

Generasi umat digempur dari berbagai penjuru. Kebijakan pendidikan yang sekuler mengancam. Materi – materi ilmu alam dan sosial terlepas dari aqidah Islam. Ambil contoh dalam pelajaran Biologi tentang reproduksi manusia. Penjelasan kepada siswa tidak disertai penanaman hukum Islam tentang pergaulan dan menikah. Kongkretnya, alat reproduksi manusia hanya boleh digunakan dalam pernikahan. Penyaluran lewat perzinahan itu ilegal dan dosa besar. Hal seperti ini tidak disampaikan kepada siswa. Akibatnya karena karakter sains lebih mendominasi yakni rasa ingin tahu, akhirnya keberanian untuk mencoba dilakukan. Awalnya berpacaran hingga terjadi zina.

Sedangkan untuk materi ajar ke-Islaman, program moderasi pendidikan digalakkan demi menangkal paham radikal. Di tahun ajaran 2020/2021 ini, Kemenag sudah merampungkan revisi terhadap 155 buku ajar agama. Konten yang berbau radikal seperti Khilafah dan Jihad dimaknai dalam frame yang baru. Artinya kedua ajaran Islam itu dianggap tidak relevan lagi. Padahal berbicara Khilafah itu berbicara tentang Islam sebagai asas kehidupan dan Syariat Islam sebagai aturan hidup. Dengan kata lain, dunia pendidikan saat ini bukan digunakan untuk mencetak generasi sholih dan sholihah. Sebaliknya, yang dicetak oleh pendidikan adalah generasi yang liberal dan hedonis.

Parahnya lagi, kehidupan sosial juga rusak. Gaul bebas dan pacaran menjadi gaya hidup. Tayangan film dan drama di TV memasarkannya dengan masif dan legal. Apalagi di era digital ini, lewat smartphone bisa diakses berbagai konten yang merusak dengan mudahnya. Serbuan budaya asing yang hedonis masuk hingga di ruang – ruang privat.

Orang tua hanya bisa mengontrol di rumah. Mereka tidak bisa mengontrol di luar rumah. Apatah lagi orang tua juga disibukkan untuk bekerja. Kehidupan ekonomi yang mencekik. Biaya hidup mahal. Biaya sekolah mahal dan biaya berbagai pungutan pajak. Betul – betul, keluarga sebagai Benteng terakhir pun dibuat kedodoran dalam menjaga generasi.

Negara sebagai pihak yang mempunyai kewenangan dan kekuasaan menjadi benteng utama. Negara melindungi segenap rakyatnya dari serangan musuh baik berupa fisik maupun non fisik seperti serangan pemikiran dan ideologi. Ketika Indonesia yang notabenenya mayoritas penduduknya muslim, justru mengambil sistem hidup sekuler, maka fungsi negara sebagai Benteng tadi telah lenyap. Yang ada, para penjajah dengan leluasa menyuntikkan racun – racun mematikan dengan program – program menggiurkan. Goal settingnya adalah agar Islam dan umatnya lemah. Dengan demikian, penjajahan akan terus mencengkeram.

Oleh karena itu, menjaga generasi ini menjadi tanggung jawab bersama umat Islam. Membuang asas kehidupan sekuler, menggantinya dengan asas Islam adalah agenda bersama umat. Adapun langkah teknis strategisnya adalah dengan memperjuangkan kembalinya penerapan Syariat Islam. Sedangkan Islam tidak akan bisa diterapkan secara paripurna tanpa adanya negara dan kekuasaan. Jadi, adanya negara dan kekuasaan adalah mutlak adanya. Khilafah, sistem pemerintahan yang kompatibel dalam menerapkan Islam secara paripurna.

Oleh : Ainul Mizan (Pemerhati Sosial Politik dan Penulis tinggal di Malang)