Remaja Dalam Jeratan Kapitalisme

Rismawati

Apa yang ditanam maka itu yang akan dituai, sebuah peribahasa yang ingin menjelaskan kepada pendengar, bahwasanya apa yang di lakukan hari ini, maka hasilnya akan engkau dapatkan hari esok.

Peribahasa di atas cocok untuk menggambarkan keadaan remaja hari ini, yang krisis akan moral.
Bagaimana tidak!. Beberapa minggu lalu ada satu program TV menyajikan sebuah tontonan yang tidak bermoral bagi anak bangsa.

Iklan ARS

“Dari Jendela SMP” sebuah judul yang menarik perhatian para remaja, FLM tersebut mengisahkan dua anak remaja SMP yang cerdas namun hamil di luar nikah.

Jika anak remaja hari ini selalu disajikan tontonan seperti FLM tersebut, maka bukan tidak mungkin mereka akan melakukan hal yang sama. Sebab, sejatinya anak remaja adalah anak-anak yang memiliki rasa penasaran yang tinggi, penasaran dengan hal-hal yang dilihatnya, kemudian berujung dengan percobaan (mencoba melakukan hal yang dilihatnya).

Remaja hari ini terjerat dalam kubangan kapitalisme, memberikan anak kebebasan dalam berekspresi, sehingga mereka malah terdorong jauh dari kemuliaan.
Sungguh miris, berselang beberapa minggu dengan hadirnya tontonan-tontonan tidak bermoral itu, kini kita telah dikagetkan dengan beredarnya berita tentang anak remaja yang sedang merayakan hari ulang tahun yang dibumbui oleh pesta sex, mirisnya lagi di antara mereka ada yang ditemukan dalam sebuah kamar hotel berisi 1 wanita dan 6 laki-laki.

Dilansir dari tribunnewswiki.com, “setidaknya 37 pasangan remaja digerebek tengah melakukan pesta seks di Jambi.
Saat itu tim gabungan TNI/Polri melakukan razia penyakit masyarakat (pekat) bersama pemerintah Kecamatan Pasar Kota Jambi.
Mereka mengamankan puluhan remaja itu di kamar hotel. Sebagian dari mereka yang terjaring di hotel itu bahkan merayakan ulang tahun dengan cara pesta seks.

Saat terjaring razia itu, petugas juga mengamankan sekotak kondom dan obat kuat yang diduga akan digunakan pasangan ABG tersebut untuk berbuat maksiat.

“Dalam operasi itu, banyak yang terjaring anak-anak remaja di bawah umur. Mereka menyewa kamar hotel. Sangat miris sekali. Laki-lakinya umur 15 tahun, ada perempuannya umur 13 tahun. Kita temukan ada 1 perempuan 6 laki-laki di satu kamar,” kata Camat Pasar Kota Jambi, Mursida, Kamis malam (9/7/2020).”

Dari berita di atas kita bisa melihat beta lemah nya penjagaan pemimpin untuk anak-anak bangsa, padahal sejatinya pemimpin adalah pengayom rakyatnya, termasuk anak-anak bangsa yang kelak menjadi generasi penerus Negri-nya.

Sebab, Remaja memang merupakan generasi penerus bagi generasi yang akan datang. Karena itu, ada ungkapan dalam bahasa Arab, “Syubanu al-yaum rijalu al-ghaddi”(pemuda hari ini adalah tokoh pada masa yang akan datang). Oleh sebab itu, Islam memberikan perhatian besar kepada mereka, bahkan sejak dini. Di masa lalu, banyak pemuda hebat, karena generasi sebelumnya adalah orang-orang hebat. Karena itu, khilafah memberikan perhatian besar pada generasi muda ini.

Generasi Muda di Tangan Islam.

Islam memandang remaja sebagai anak-anak yang kelak menjadi generasi bangsa. Karena itu, Islam sangat berhati-hati dalam menjaga dan mendidik anak bangsa, dalam Islam pemimpin tidak akan memberikan izin kepada siapa pun untuk menyajikan tontonan yang tidak bermoral, hingga membuat anak mendapatkan didikan yang sama dengan tontonan yang di lihatnya.

Anak remaja dalam Islam hanya akan di berikan pendidikan yang bermoral, kemudian menyibukkan anak-anak bangsa dalam ketaatan kepada Allah sang pencipta.

Setidaknya ada 3 hal yang harus di perhatikan oleh pemimpin untuk menjaga anak-anak bangsa dari kehinaan, yaitu:

1.Pendidikan Usia Dini
Nabi SAW mengajarkan, “Muru auladakum bi as-shalati wa hum abna’ sab’in.” [Ajarkanlah kepada anak-anakmu Shalat, ketika mereka berusia tujuh tahun]. Hadits ini sebenarnya tidak hanya menitahkan Shalat, tetapi juga hukum syara’ yang lain. Karena Shalat merupakan hukum yang paling menonjol, sehingga hukum inilah yang disebutkan. Selain itu, titah ini tidak berarti anak-anak kaum Muslim baru diajari Shalat dan hukum syara’ yang lain ketika berusia tujuh tahun.

2.Kehidupan yang Bersih
Dengan bekal ilmu dan pembentukan mental yang sehat dan kuat, ditopang dengan pembentukan sikap dan nafsiyahyang mantap, kehidupan pemuda di era khilafah jauh dari hura-hura, dugem dan kehidupan hedonistik lainnya. Mereka tidak mengonsumsi miras, atau narkoba, baik sebagai dopping, pelarian atau sejenisnya. Karena ketika mereka mempunyai masalah, keyakinan mereka kepada Allah, qadha’ dan qadar, rezeki, ajal, termasuk tawakal begitu luar biasa.

Masalah apa pun yang mereka hadapi bisa mereka pecahkan. Mereka pun jauh dari stres, apalagi menjamah miras dan narkoba untuk melarikan diri dari masalah.
Kehidupan pria dan wanita pun dipisah. Tidak ada ikhtilath, khalwat, menarik perhatian lawan jenis [tabarruj], apalagi pacaran hingga perzinaan. Selain berbagai pintu ke sana ditutup rapat, sanksi hukumnya pun tegas dan keras, sehingga membuat siapa pun yang hendak melanggar akan berpikir ulang. Pendek kata, kehidupan sosial yang terjadi di tengah masyarakat benar-benar bersih. Kehormatan [izzah] pria dan wanita, serta kesucian hati [iffah] mereka pun terjaga. Semuanya itu, selain karena modal ilmu, ketakwaan, sikap dan nafsiyah mereka, juga sistem yang diterapkan di tengah-tengah masyarakat oleh khilafah.

3.Sibuk dalam Ketaatan
Ada ungkapan bijak, “Jika seseorang tidak menyibukkan diri dalam kebenaran, pasti sibuk dalam kebatilan.” Karena itu, selain kehidupan masyarakat yang bersih, berbagai tayangan, tontonan atau acara yang bisa menyibukkan masyarakat dalam kebatilan harus dihentikan. Mungkin awalnya mubah, tetapi lama-lama kemubahan tersebut melalaikan, bahkan menyibukkannya dalam kebatilan.

Karena itu Nabi SAW menitahkan, “Min husni Islami al-mar’i tarkuhu ma la ya’nihi.” [Di antara ciri baiknya keislaman seseorang, ketika dia bisa meninggalkan apa yang tidak ada manfaatnya bagi dirinya]. Boleh jadi sesuatu yang tidak manfaat itu mubah, tetapi sia-sia. Waktu, tenaga, pikiran, bahkan harta yang digunakannya pun hilang percuma.
Agar masyarakat, khususnya generasi muda tidak terperosok dalam kesia-siaan, maka mereka harus disibukkan dengan ketaatan. Baik membaca, mendengar atau menghafal Alquran, hadits, kitab-kitab tsaqafah para ulama’, atau berdakwah di tengah-tengah umat dengan mengajar di masjid, kantor, tempat keramaian, dan sebagainya. Mereka juga bisa menyibukkan diri dengan melakukan perjalanan mencari ilmu, berjihad, atau yang lain.(mediaummat.new)

Oleh karena itu, untuk mewujudkan semua hal tersebut, maka negara butuh penerapan syariah Islam secara totalitas. Sebab, generasi bangsa hari ini sangat membutuhkan perlindungan dari sang pemimpin bangsa. Namun, hanya Negara Islam (Khilafah) yang bisa menerapkan syariah Islam di tengah-tengah kehidupan manusia.
Wallahu a’lam bishshawwab.

Oleh: Rismawati (Mahasiswi MU Kendari)