Simalakama Kebijakan Negara Menghadapi Corona

Aprilliana Putri Lestari

Covid-19 sudah melanda Indonesia sejak bulan Maret lalu. Kebijakan-kebijakan untuk menanggulangi bencana non alam ini sudah banyak dikaji dan diterapkan oleh pemerintah mulai dari penerapan PSBB, hingga penggelontoran dana sebanyak Rp405,1 T melalui APBN 2020 untuk penanganan Covid di berbagai bidang.

Namun, kebijakan-kebijakan yang dikeluarkan pemerintah nampaknya tidak terstruktur dan prematur. PSBB misalnya, saat angka kasus masih meningkat, PSBB justru dilonggarkan dengan alasan persiapan untuk menuju New Normal. Himbauan untuk berdamai dengan virus seperti lagu yang digaungkan tanpa arti, tapi dampaknya cukup membuat ngeri.

Iklan ARS

Kasus positif meningkat drastis dengan jumlah penambahan rata-rata per hari di atas 1000 kasus. Bahkan pada hari kamis, 9 Juli 2020, tercatat rekor baru kasus positif Covid-19 dengan jumlah penambahan 2.657 kasus. Pemerintah berdalih, pelonjakan jumlah kasus terjadi karena tes yang semakin massif, bukan karena tidak diputusnya rantai persebaran virus.

Staff Ahli Bidang Pengeluaran Negara Kementrian Keuangan, Kunta Wibawa Dasa Nugraha mengatakan bahwa kasus positif saat ini memang semakin tinggi karena tes semakin banyak, namun rasio kasus sebenarnya sama.” (Anadolu Agency). Penambahan kasus seolah adalah hal yang wajar bahkan lagi-lagi digaungkan selayaknya prestasi yang patut dipuji karena sudah bisa melakukan tes ke lebih banyak orang.

Tidak hanya itu, pemerintah juga mengatakan anggaran penanganan Covid di bidang kesehatan sebesar Rp87,55 T tidak akan bertambah hingga akhir tahun. “Anggaran yang dialokasikan sudah mempertimbangkan perkiraan dan modeling untuk jumlah kasus hingga ratusan ribu orang yang positif Covid-19 hingga akhir tahun.” Ungkap Kunta dalam diskusi virtual (Anadolu Agency).

Grafik kasus yang terus melejit dan tidak terprediksi kapan akan mengalami penurunan seharusnya menjadi koreksi untuk pemerintah dalam membuat dan menerapkan kebijakan. Sudah menjadi keharusan bagi pemerintah untuk mengevaluasi dan mengkaji ulang baik kebijakan Relaksasi PSBB maupun rencana kehidupan Normal Baru.

Tidak hanya itu, pemerintah seharusnya membuat terobosan penanganan pandemi dengan fokus utama melindungi nyawa masyarakat di negeri ini salah satunya dengan tidak membatasi jumlah anggaran penanganan karena banyak hal tidak bisa diprediksi. Pengeluaran anggaran dengan nominal yang cukup besar adalah hal yang wajar, segala daya dan upaya harus dilakukan untuk memutus rantai persebaran sekaligus melakukan penyembuhan.

Dalam Islam, kebijakan penanganan wabah bukan semata mengandalkan kecerdasan dan kemampuan duniawi namun juga disandarkan pada apa yang telah diperintahkan oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Sinergi antara negara sebagai institusi pelaksana hukum syara yang dipimpin oleh pemimpin yang berkarakter mulia serta masyarakat yang melakukan amar ma’ruf nahi munkar yang ditopang oleh ketakwaan individu rakyat menjadi kunci dari kesuksesan dalam setiap aspek kehidupan termasuk penanggulangan wabah.

Negara hadir sebagai penanggung jawab urusan umat dan keselamatan rakyat menjadi pertimbangan utama negara dalam keadaan apapun. Pemerintahnya tidak mungkin mengorbankan nyawa masyarakatnya atas dasar pertimbangan ekonomi, apalagi menukarnya demi kepentingan segelintir orang.

“Hilangnya dunia lebih ringan bagi Allah dibanding terbunuhnya seorang mukmin tanpa hak.” (HR Nasai 3987, Turmudzi 1455, dan disahihkan Al-Albani).

Apriliana Putri Lestari (Komunitas Annisaa Ganesha)