Akhiri Senandung Kaum Pelangi

Shofy Ayunin Tiad

Kaum pelangi (LGBTQ+) kembali bersenandung untuk meraih simpati dan dukungan publik. Sayangnya, senandung sumbang itu pun mendapat tempat. Tak tanggung-tanggung dukungan datang dari perusahaan Unilever. Namun, dukungan Unilever terhadap gerakan lesbian, gay, biseksual, transgender, dan queer (LGBTQ+) terus menuai kecaman. Akhirnya, tak sedikit seruan datang dari masyarakat untuk memboikot produk Unilever.

Seruan boikot juga disampaikan Majelis Ulama Indonesia (MUI). Ketua Komisi Ekonomi MUI, Azrul Tanjung, menegaskan akan mengajak masyarakat untuk beralih pada produk lain. Menurut Azrul, kampanye pro LGBT yang tengah gencar dilakukan Unilever sudah keterlaluan dan sangat keliru. Azrul juga menyayangkan keputusan Unilever untuk mendukung kaum LGBT.

Iklan ARS

Unilever adalah perusahaan yang berbasis di Amsterdam, Belanda, pada 19 Juni lalu resmi menyatakan diri berkomitmen mendukung gerakan LGBTQ+. Hal tersebut disampaikan melalui akun Instagram. Perusahaan tersebut menjadi pemasok brand-brand produk ternama, baik produk kebutuhan rumah tangga maupun kosmetik. Hampir seluruh lapisan masyarakat menggunakan produk unilever. Namun, kini masyarakat kecewa dengan pernyataan dari pihak unilever yang mendukung gerakan LGBT secara terang-terangan di akun Instagramnya.

Ide pemboikotan menyeruak. Ide untuk membuat rugi Unilever dengan tidak menggunakan brandnya lagi. Lantas cukupkah cara boikot ini akhiri eksistensi LGBT? Unilever merupakan perusahaan besar yang mempekerjakan banyak orang. Jika perusahaan tersebut gulung tikar, maka akan timbul masalah baru. Pengangguran semakin merajarela, kejahatan semakin membabi buta, krisis ekonomi makin mencekik dan yang mencengangkan LGBT tetap menjamur.

LGBT merupakan penyakit sosial, yang akan terus berkembang jika tidak diobati. Ketika masyarakat hanya fokus untuk boikot produk, kaum pelangi masih tetap bisa bersenandung atas dalih kebebasan. Gerakan mereka semakin merebak luas karena tak ada yang memberantas. Tak ada yang mengobati. Lantas bagaimana cara memberantas dan mengobati penyakit menyimpang seperti LGBT?

Kaum pelangi (LGBT) sesungguhnya bukan persoalan baru di negeri ini. Kaum sodom tersebut sudah ada sejak zaman nabi Luth. Namun, keberadaannya sulit diterima di negeri kaum muslimin. Mereka menggalang dukungan atas nama HAM. Kaum pelangi (LGBT) berlindung dibalik senandung, “Setiap manusia punya hak untuk menentukan jalan hidupnya, termasuk jenis gender dan mempunyai pasangan sejenis.”

Penyimpangan seksual semacam itu akan terus meningkat jumlahnya jika ada banyak dukungan. Namun, alih-alih menekan jumlah LGBT, sistem kapitalis malah semakin menumbuhkan penyimpangan-penyimpangan baru atas nama HAM dan segala kebebasan-kebebasan rusak yang diciptakannya.

Keberadaan kaum sodom ini tentu membahayakan masyarakat, tak hanya kaum muslim saja. Tak cukup dengan cara boikot produk mereka, karena mereka akan tetap mempunyai berjuta cara agar penyimpangan perilaku mereka diterima masyarakat. Namun, yang paling penting adalah pemahaman di tubuh masyarakat bahwa LGBT merupakan dosa besar. Tak pantas dan tak layak diterima keberadaannya oleh masyarakat.

Allah SWT berfirman:
وَلُوطًا إِذْ قَالَ لِقَوْمِهِ أَتَأْتُونَ الْفَاحِشَةَ مَا سَبَقَكُمْ بِهَا مِنْ أَحَدٍ مِنَ الْعَالَمِينَ﴿٨٠﴾إِنَّكُمْ لَتَأْتُونَ الرِّجَالَ شَهْوَةً مِنْ دُونِ النِّسَاءِ ۚ بَلْ أَنْتُمْ قَوْمٌ مُسْرِفُونَ
“Dan (Kami juga telah mengutus) Luth (kepada kaumnya). (Ingatlah) tatkala dia berkata kepada kaumnya. ‘Mengapa kalian mengerjakan perbuatan fahisyah itu, yang belum pernah dikerjakan oleh seorang pun (di dunia ini) sebelum kalian? ‘Sesungguhnya kalian mendatangi lelaki untuk melepaskan nafsu kalian (kepada mereka), bukan kepada wanita, malah kalian ini adalah kaum yang melampui batas” [Al-A’raf/7: 80-81]

Untuk mengakhiri eksistensi gerakan LGBTQ+, Sistem Islam mempunyai solusi dengan beberapa tahapan. Pertama, dengan pembinaan ketaqwaan dan edukasi kesehatan fisik serta psikis. Membuka tabir dampak penyimpangan seksual LGBT. Bagaimana efek psikis dan fisik apabila mereka tetap melakukan perbuatan hina tersebut. Kemudian memberikan edukasi pula bahwa hal ini masuk dalam kategori penyimpangan atau penyakit yang akan melahirkan penyakit pula, yakni HIV/AIDS yang tidak ada obatnya dan penyakit menular lainnya. Setelahnya, pendukung atau penyokong kelompok ini juga diedukasi bahwa jika azab Allah datang maka orang beriman maupun tidak, akan terkena imbasnya.

Kedua, sarana prasarana serta akses-akses pendukung yang dapat menghantarkan dan merangsang perbuatan LGBTQ+ dihapus total. Seperti vidio, gambar, film dan lain sebagainya.

Ketiga, adanya sangsi tegas dari negara bagi pelaku LGBTQ+. Dari Ibnu Abbas radhiyallahu anhuma, ia berkata, Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda,

وَمَنْ رَضِيَمَنْ وَجَدْتُمُوهُ يَعْمَلُ عَمَلَ قَوْمِ لُوطٍ فَاقْتُلُوا الْفَاعِلَ وَالْمَفْعُولَ بِهِ

“Barang siapa kalian dapati melakukan perbuatan kaum Nabi Luth alaihis salam (yakni melakukan homoseksual), bunuhlah pelaku dan objeknya.” (HR. Tirmidzi no. 1456, Abu Dawud no. 4462, dan selainnya)

Dengan beberapa tahapan tersebut, eksistensi LGBTQ+ bisa diakhiri sepenuhnya secara total. Waalahualam bishowab.

Oleh : Shofi Ayunin Tias (Aktivis Muslimah)