Ketika Islam Menjadi Asing di Negara Mayoritas Muslim

Opini1568 Dilihat
Diah Winarni

Tahun demi tahun di negeri yang katanya Islam menjadi agama mayoritas kini dijadikan kambing hitam bagi para penggiat sekularisme dan liberalisme. Bak musuh yang mematikan, mereka mencari seribu satu cara untuk membungkam seluruh aktifitas yang terkait Islam. Dari persoalan kriminalisasi ulama, hingga temuan bukti paham radikal disebuah taman kanak-kanak. Sungguh begitu ketakutannya mereka terhadap Islam, agama yang satu-satunya di diridloi Sang Pencipta alam semesta, agama yang membawa rahmat seluruh alam. Entah setan apa yang telah merasuki mereka, hingga banyak muslim diantara mereka memusuhi agamanya sendiri, sungguh diluar nalar kesadaran manusia.

Terlalu banyak fitnah tanpa bukti dilontarkan kepada ulama dan kaum muslimin di negeri ini, seakan tak habis cara mereka berupaya hingga mencoba menguatkan cara mereka memberangus Islam lewat bancakan Undang Undang, sehingga memudahkan mereka untuk menjerumuskan musuh-musuh mereka dengan permainan hukum dan memenjarakan satu persatu ulama atau tokoh masyarakat yang jelas-jelas membela Islam. Subhanallah, begitu licik permainan mereka.

Mari kita tengok usaha para musuh Islam di negeri ini membuat fitnah dan rencana untuk menjegal keberadaan Islam di negeri ini,

Pertama : Kasus Abu Bakar Ba’asyir, sejak aksi teror bom kedubes Australia tahun 2004, beliau selalu dikaitkan dengan dugaan pelaku teroris yang terjadi di Indonesia. Akhirnya hingga kini beliau masih di dalam sel tahanan Gunung Sindur, dan beliau sudah berusia 81 tahun namun belum mendapatkan remisi apapun atas tuduhan terorisme.

Kedua: Fitnah dan tuduhan kejipun dilabelkan kepada pimpinan FPI Habib Rizieq Shihab, yang akhirnya membuat beliau bertahan berada di Mekkah Al Mukarromah dan belum kembali ke tanah air. Begitu dahsyat ujian yang ditujukan kepada beliau.

Ketiga: Banser begitu memerangi aktifitas HTI (Hizbut Tahrir Indonesia), kelompok dakwah yang luar biasa ini selalu dikecam dan dimusuhi oleh mereka, sekalipun tak pernah nampak dakwah kekerasan yang dihadirkan oleh HTI, namun kelompok banser pimpinan Yaquth begitu membenci sepak terjang HTI di Indonesia, mala segala fitnah kerap dilontarkan kepada kelompok ini.

Keempat: Dalam rangka membendung kekuatan kaum muslimin, maka para musuh Islam pun membuat RUU HIP adalah Rancangan Undang-undang Haluan Ideologi Pancasila yang pada Rapat Paripurna 12 Mei 2020 disepakati untuk dibahas menjadi RUU inisiatif DPR. RUU HIP telah disetujui PDIP, Golkar, Gerindra, Nasdem, PKB, PAN, dan PPP. 

RUU HIP menuai polemik publik lantaran draf RUU tersebut memuat klausul Trisila dan Ekasila di dalam salah satu pasalnya. Dalam draf RUU, konsep Trisila dan Ekasila tertuang dalam Pasal 7. Pasal tersebut memuat tiga ayat. Adapun ayat 1 menyebutkan ciri pokok Pancasila adalah keadilan dan kesejahteraan sosial dengan semangat kekeluargaan yang merupakan perpaduan prinsip ketuhanan, kemanusiaan, kesatuan, kerakyatan/demokrasi politik dan ekonomi dalam satu kesatuan.

Dalam ayat 2, ciri pokok Pancasila berupa Trisila, yaitu sosio-nasionalisme, sosio-demokrasi, serta ketuhanan yang berkebudayaan. Sementara dalam ayat 3, Trisila sebagaimana dimaksud pada Ayat (2) terkristailisasi dalam Ekasila, yaitu gotong-royong.

Tujuan RUU HIP sebagaimana tertera di Pasal 1, ketentuan umum RUU HIP yang berbunyi: 

“Haluan Ideologi Pancasila adalah pedoman bagi penyelenggara negara dalam menyusun dan menetapkan perencanaan pelaksanaan dan evaluasi terhadap kebijakan pembangunan nasional di bidang politik, hukum, ekonomi, sosial, budaya, mental, spiritual, pertahanan dan keamanan yang berlandaskan pada ilmu pengetahuan dan teknologi, serta arah bagi seluruh warganegara dan penduduk dalam kehidupan berbangsa dan bernegara berdasarkan pada nilai-nilai Pancasila.”

Pembahasan RUU HIP dipandang mengesampingkan aspek historis, filosofis, yuridis, dan sosiologis Pancasila sebagai dasar negara dan ideologi yang disusun oleh para pendiri bangsa. Selain itu juga dapat mengalihkan perhatin negara dalam fokus menangani pandemi covid-19.

RUU HIP juga menyulut kontroversi lantaran tidak menyertakan Tap MPRS mengenai pembubaran PKI dalam konsideran ‘mengingat’ di draf RUU tersebut.

Itu artinya mereka ingin melegitimasi bahwa sosialisme komunis meminta haknya di Republik ini dan menghapus Islam dari bumi pertiwi. Maka sudah saatnya seluruh elemen bangsa, ulama dan umat berjuang agar Islam tak diberangus oleh orang-orang sekularis yang membenci Islam.

Islam adalah Rahmat

Islam adalah Rahmatan lil ’Alamin
Islam mampu menjadi rahmatan lil ‘alamin karena memiliki hukum yang mengatur seluruh aspek kehidupan. Islam bukan sekadar agama ritual, namun Islam juga mengatur politik, ekonomi, sosial budaya, sistem sanksi, dan pemerintahan.

Dalam politik Islam menjadikan negara merupakan pemegang pengaturan urusan umat. Negara bukan semata fasilitator dan organisator tetapi negara berfungsi sebagai pelayan yang menyediakan apa yang merupakan kemaslahatan umat dan menjauhkan mereka dari segala bentuk mafsadah (kerusakan).

firman Allah Ta’ala,

“Kami tidak mengutus engkau, Wahai Muhammad, melainkan sebagai rahmat bagi seluruh manusia.” (QS Al Anbiya: 107)

Ibnu Abbas ketika menafsirkan ayat ini mengatakan,

“Bahwa Allah mengutus Rasulullah sebagai rahmat bagi seluruh alam baik itu yang beriman ataupun mereka yang kafir. Kepada mereka yang beriman, Allah berikan hidayah, dan bagi golongan kafir, Allah tunda azab bagi mereka sebagaimana yang terjadi pada umat-umat terdahulu.” (Jami’u al-Bayan fi Ta’wili al-Qur’an, 18/552). Imam al-Qurtubi dan Ibnu Katsir juga mengiyakan pendapat tersebut.

Maka, yakinlah bahwa Islam bukan untuk dimusuhi namun ia adalah rahmat bagi seluruh alam yang akan mendatangkan keberkahan bagi seluruh penduduk alam. Saatnya umat tak ragu lagi untuk membela Islam kapanpun dan dimanapun berada demi keberkahan dunia dan akhirat. Maka kembalilah dengan keislaman yang sempurna, yang tidak mudah dibayar hanya dengan recehan rupiah namun murka Allah menanti dihadapannya.

Allah menjanjikan turunnya keberkahan dari langit dan bumi, ketika tegaknya Din Islam dalam kehidupan diwujudkan oleh penduduk negeri yang beriman dan bertakwa.

“Jikalau sekiranya penduduk negeri-negeri beriman dan bertakwa, pastilah Kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi, tetapi mereka mendustakan (ayat-ayat Kami) itu, maka Kami siksa mereka disebabkan perbuatannya.” (QS Al-A’râf [7]: 96).

Oleh : Diah Winarni, S.Kom