Ada Apa dengan Kalung Eucalyptus?

Opini1375 Dilihat
ILUSTRASI

Bulan berganti pekan, pekan berganti hari. Dimana hari-hari dipenuhi dengan rasa kegalauan yang terus menghantui masyarakat di negeri kita khususnya, dan masyarakat seantero jagad pada umumnya. Hingga detik ini, wabah virus mematikan ini masih belum menunjukkan penurunannya. Berbagai upaya pun terus dilakukan oleh masyarakat dunia untuk mengenyahkan virus tersebut. Salah satu contohnya, telah ditemukan suatu produk yang akhir-akhir ini disinyalir dapat menangkal virus Corona.
Produk Eucalyptus, beberapa waktu lalu telah sempat menghebohkan masyarakat. Mengapa? Usut punya usut, karena produk tersebut diduga dapat membunuh virus Corona. Produk eucalyptus yang sebelumnya diklaim Kementerian Pertanian (Kementan) sebagai ‘antivirus’ Corona telah banyak menuai kritik. Kini giliran Komisi IV DPR RI yang melontarkan kritik-kritik pedas terhadap proyek yang diklaim Kementan bisa berpotensi ‘membunuh’ virus Corona tersebut.

Selain itu, tugas pokok dan fungsi (tupoksi) Kementan pun dipertanyakan dalam mengembangkan produk eucalyptus ini. Kritik itu dilontarkan oleh anggota Komisi IV DPR RI Suhardi Duka dari fraksi Demokrat. Menurutnya, produk-produk yang berkaitan dengan medis pandemi virus Corona (Covid-19) harusnya dilakukan oleh Kementerian Kesehatan (Kemenkes).
“Saya kira tidak bagus kalau Kemenkes yang mengungkapkan soal bibit padi baru. Ini, sama halnya saya kira kalau obat-obatan harus masuk dalam uji klinis, farmasi, dan sebagainya, saya kira adalah tupoksi Kemenkes. Kalau Kemenkes yang mengungkapkan bahwa ini bernilai obat, saya kira nilai percayanya sangat tinggi,”kata Suhardi dalam rapat kerja Komisi IV dengan Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo. Jakarta, Selasa, (7/7/2020). (detik.com, 8 Juli 2020).

Klaim soal eucalyptus bisa mencegah vorus Corona ini ternyata sudah beredar viral di media maya dan mendapat respon global. Klaim itu pertama kali muncul dari riset seorang dokter di Havana Univercity di Kuba, meski tidak jelas disebutkan siapa dokter tersebut.

Pada informasi yang viral itu, dikatakan bahwa berdasar hasil riset, Coronavirus Disease (Covid-19), tidak berkembang di lingkungan dimana senyawa 1,8 Epoxy-p-Metana digunakan, senyawa yang diklaim sebagai komponen antivirucidal, antiseptik, dan bakterisida, serta kandungannya banyak didapati dalam eucalyptus.

Klaim tersebut lalu dibantah oleh Direktur McGill Univercity’s Office for Science and Society (McGill), Profesor Joe Schwarz, seorang profesor bidang kimia yang telah menerima berbagai penghargaan internasional di bidang tersebut.
Schwarz juga mengatakan, jika semua orang harus menghirup eucalyptus untuk mencegah virus SAR-COV-02 menginfeksi saluran pernapasan, kekhawatiran kita soal Covid-19 tentu akan berakhir.

Setelah isu terlanjur bergulir dan mendapat kritik banyak pihak, Kementan akhirnya mengklarifikasi. Itupun dilakukan oleh kepala Balitbangtan Kementan Fadjry Djufry, bukan oleh Mentan sendiri. Dalam klarifikasinya, Fadjry mengatakan bahwa izin BPOM tidak menyebut antivirus, namun hanya sebagai jamu dan bukan vaksin. (Muslimahnews.com, 13 Juli 2020)
Bila kita cermati, fakta di atas menunjukkan bahwa sistem pendidikan kapitalisme sekuler, sama sekali tidak menampakkan hasil keberkahan keilmuan bagi kepentingan masyarakat luas. Pengetahuan yang berbasis kapitalisme ini telah menjadikan ilmu pengetahuan dan teknologi kehilangan maknanya sebagai instrumen penting dalam dunia keilmuan.

Inilah bukti komersialisasi dan neoliberalisasi intelektual. Apalagi di masa pandemi sekarang ini, negara-negara penganut kapitalisme juga masih membutuhkan pundi keuntungan. Maka berbagai celah terus diupayakan guna menambah APBN negara-negara pengusungnya. Tak terkecuali kalung antivirus Corona yang berbahan dasar eucalyptus ini. Padahal kalung ini belum terbukti dapat menjadi obat Covid-19. Seandainya kebijakan kalung ini dilanjutkan, akan terlihat dampak mubazir di masa pandemi ini.

Yang tak kalah mengkhawatirkan, masyarakat justru menjadi tidak paham, bisa jadi masyarakat akan mengabaikan protokol kesehatan dan tidak mawas diri dengan bermodalkan kalung tersebut. Belum lagi, akan terjadi produksi massal yang akan dilakukan. Mereka berusaha untuk mendapatkannya. Sehingga ini akan membahayakan terhadap peningkatan penyebaran Covid-19 semakin parah dikarenakan masyarakat lupa penggunaan masker, physical distancing dalam aktivitas keluar rumah.

Karena sudah merasa pede menggunakan kalung pencegah Corona itu.
Sekali lagi, inilah buah dari sistem yang diberlakukan di negeri ini, yakni sistem kapitalisme sekuler. Dimana pada mindset sistem ini tidak mengenal halal atau haram. Ketika ada celah keuntungan materi, maka akan diambilnya walaupun mengundang mudarat. Berbeda dengan sistem Islam yang berlandaskan akidah yang kokoh, serta berasal dari Zat yang Maha Kuasa, Allah Swt.
Dalam Islam, amanah menjaga dan mengurus rakyat adalah suatu hal yang mesti dijalankan dengan penuh ikhlas dan tanggungjawab. Sebagaimana sabda Rasulullah saw. yang artinya:
“Imam (Khalifah) adalah raa’in (pengurus rakyat) dan ia bertanggungjawab atas pengurusan rakyatnya.” (HR. al-Bukhari)
Dalam hadis ini, jelas bahwa seorang pemimpin akan diserahi wewenang dan tanggungjawab untuk mengurusi kemaslahatan rakyat, karena berharap ketika kelak menghadap Rabbnya, tak akan berat menanggung dosa karena kelalaian dalam kepemimpinannya.

Seperti halnya pada masa pandemi saat ini, seorang Khalifah akan berusaha, sekuat mungkin untuk melakukan penanganan secara langsung pada pokok permasalahan, sehingga akan meminimalisir munculnya masalah cabang sebagaimana dalam aturan kapitalisme sekuler. Pendidikan Islam, akan memunculkan para ilmuan tangguh dan bertakwa, terutama dalam penelitian, meracik obat-obatan guna penanggulangan wabah. Negara akan membiayai seluruh dana yang diperlukan.

Adapun dana yang dipakai untuk itu semua, adalah dari pos-pos Baitul maal negara, yang diperoleh dari dharibah, kharaj, jizyah, serta dari pengelolaan sumber daya alam melimpah yang dimiliki. Dengan ini, maka rakyat akan merasa tenang, antara pemimpin dengan rakyatnya akan fokus dalam menangani masalah wabah seperti saat ini.
Hal ini pernah dicontohkan pada masa Rasulullah saw., para sahabat sepeninggal beliau selama 13 abad lamanya. Kaum Muslim telah mendapatkan tauladan dari langkah perjuangan Rasulullah saw. hingga mencapai kegemilangan pada masa dahulu.
Inilah tugas kita saat ini untuk meninggalkan sistem yang terbukti menimbulkan banyak kemudaratan dan mewujudkan kembali sebuah peradaban yang penuh cahaya, yang akan mengundang keberkahan. Yakni sebuah sistem yang menerapkan Islam secara kaffah, sehingga menjadi rahmatan lil ‘aalamiin.
Wallahu a’lam bishsawwab.

Oleh : Narti
Ibu Rumah Tangga