Minuman Keras Mengundang Kriminalitas

Fitri Suryani

Opo ora eman duite  gawe tuku banyu setan. Opo ora mikir yen mendem Iku biso ngrusak pikiran (Apa enggak sayang uangnya buat beli air setan. Apa nggak mikir kalau mabuk itu bisa merusak pikiran.) Itulah penggalan lirik lagu yang sarat akan makna, tetapi sayangnya tidak sedikit yang justru melakukan hal tersebut.

Sebagaimana belum lama ini, Polres Baubau kembali memusnahkan ribuan liter minuman keras (miras) tradisional dan ratusan botol minuman beralkohol berbagai merek, Rabu (1/7/2020). Pemusnahan tersebut dilakukan di Polres Baubau dalam rangka memperingati Hari Ulang Tahun (HUT) Bhayangkara ke 74.

Iklan KPU Sultra

Kapolres Baubau, AKBP Zainal Rio Candra Tangkari mengatakan 80 persen tindakan kriminal disebabkan oleh pengaruh minuman alkohol. Pemusnahan dan pemberantasan peredaran miras tersebut merupakan upaya untuk memutus mata rantai penyebab terjadinya tindakan kriminalitas yang kerap terjadi di wilayah hukum Polres Baubau.

AKBP Rio Tangkari menegaskan akan memberantas peredaran miras untuk menciptakan situasi kondusif di wilayahnya dengan berbagai upaya koordinasi lintas sektor agar dapat menerapkan Pasal 204 KUHP dan undang-undang sanitasi pangan. Dengan penerapan pasal tersebut, maka pelaku yang memproduksi dan penjual minuman beralkohol tradisional jenis arak akan ditangkap dan ditahan (Publiksatu.co, 01/07/2020).

Tak jauh beda dengan Polda Gorontalo yang memusnahkan 36 ton atau 36.792 liter minuman keras (miras) Cap Tikus asal Sulawesi Utara (Sulut). Kapolda Gorontalo Irjen M Adnas pun menyatakan bahwa dari hasil evaluasi, gangguan kamtibmas yang terjadi di wilayah Gorontalo didominasi kasus penganiayaan, yang mana selalu diawali dari konsumsi miras. Oleh karena itu ia pun bertekad memberangus miras dan narkoba serta penyakit masyarakat lainnya. Dengan memberantas miras, berarti telah menyelamatkan puluhan, bahkan ratusan, jiwa masyarakat dari pengaruh buruk (Detik.com, 20/06/2020).

Demikian pula dari sekian banyak kasus kriminal yang ditangani Kepolisian Resort (Polres) Konawe Selatan (Konsel) Tahun 2019, dilatarbelakangi oleh perbuatan pelaku yang dipengaruhi minuman keras (miras). Dikatakan, akibat konsumsi minuman beralkohol banyak munculkan kasus kriminal. Di antaranya kasus Tindak pidana pencabulan, pemerkosaan, dan penganiayaan (Faktual.net, 31/12/2020).

Aksi tindak kriminalitas akibat pengaruh miras tentu tak sedikit yang terjadi di berbagai daerah di negeri ini, tak terkuali di berbagai negara lainnya. Seperti aksi seorang pemuda bernama, Fendi Agung Ashari dibacok oleh rekannya sendiri bernama Richard. Dia dibacok oleh pelaku usai menggelar minuman keras (Kendaripos.co.id, 02/06/2020). Kasus tersebut masih secuil fakta kriminal yang dipengaruhi oleh miras. Tentu tidak menutup kemungkinan masih banyak lagi kasus serupa yang tidak terekspose media dan tidak dilaporkan ke pihak berwajib dengan berbagai alasan. Di antara alasan tersebut bisa jadi karena ada rasa takut.

Kasus kriminal akibat pengaruh minuman keras jelas tidak sedikit menelan korban jiwa. Hal tersebut tentu bukan merupakan hal yang baru di negeri ini. Bagaimana tidak, selama masih ada yang memproduksi dan memperjualbelikan, maka selama itu pula akan memakan banyak korban yang sulit surut kasusnya.

Selain itu, perkara minuman keras sejatinya tidak hanya menyorot apakah yang diproduksi dan dijual merupakan minuman keras tradisional atau bukan. Tetapi sesungguhnya segala jenis minuman beralkohol tersebut lebih banyak mengandung mudarat daripada manfaatnya, baik yang mengandung alkohol sedikit ataupun banyak, legal maupun ilegal.

Dilihat dari sisi kesehatan tentu tidak dapat diragukan lagi bahwa miras mendatangkan banyak sisi buruk bagi tubuh, seperti gangguan mental organik, merusak daya ingat, oedema otak, sirosis hati, gangguan jantung, gastrinitis, paranoid, keracunan/mabuk dan masih banyak efek negatif lainnya yang ditimbulkan dari meminum minuman tersebut.

Di samping itu yang lebih buruk, miras merupakan salah satu perkara yang dapat merusak tatanan sosial, karena banyak tindakan kriminal yang dipicu oleh perbuatan seseorang yang berada pada pengaruh miras. Seperti kasus pemerkosaan hingga pembunuhan.

Lebih dari itu, persoalan miras memang sulit untuk dihilangkan dalam sistem yang tidak melarang adanya produksi minuman setan tersebut. Sebab miras memiliki payung hukum, sebagaimana pada Perpres Nomor 74 tahun 2013 tentang pengendalian dan pengawasan minuman beralkohol. Selain itu, diatur juga oleh Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 6 Tahun 2015 tentang Perubahan Kedua Atas Permendag Nomor 20 Tahun 2014 tentang Pengendalian dan Pengawasan Terhadap Pengadaan, Peredaran dan Penjualan Minuman Beralkohol, dan sejumlah Perda. Miris!

Jadi sebenarnya aktivitas razia miras yang dilakukan oleh oknum berwenang tentu bukan hal yang sia-sia dalam meminimalisir produksi atau perdagangan miras, tetapi sayangnya selama masih ada izin produksi yang diberikan kepada pihak produsen miras yang legal, tentu aksi razia tersebut tidak akan pernah berakhir. Karena hal itu akan berulang lagi dan lagi.

Karena itu, seyogianya pula razia untuk memberantas miras tidak hanya dilakukan pada momen-momenn tertentu saja, tetapi diharapkan pada setiap waktu. Hal itu pun akan lebih efektif jika pihak berwenang tidak memberikan izin produksi kepada siapa pun, walau yang diproduksi bukan miras tradisional. Meskipun tak dapat dipungkiri, pendapatan dari produksi tersebut menghasilkan pundi-pundi rupiah yang tidak sedikit.

Padahal dalam agama pun terkait miras telah jelas bagaimana kedudukannya. Karena sejatinya minuman yang mengandung alkohol atau miras apapun jenisnya tentu tidak dibenarkan oleh syariat. Hal tersebut telah ditegaskan Allah swt. dalam surat Al-Baqarah ayat 219 dan Al-Maidah ayat 90. Baik jumlahnya banyak ataupun sedikit, sama saja tetap tidak dibolehkan.

Syariat pun tidak hanya melarang bagi mereka yang meminumnya saja, tetapi orang-orang yang terlibat di dalamnya juga. Dari Anas ia berkata, “Rasulullah saw. melaknat tentang khamar sepuluh golongan: yang memerasnya, pemiliknya (produsennya), yang meminumnya, yang membawanya (pengedar), yang minta diantarinya, yang menuangkannya, yang menjualnya, yang makan harganya, yang membelinya, yang minta dibelikannya”. (HR. Tirmidzi dan Ibnu Majah)

Parahnya lagi mereka yang meminum minuman tersebut tidak hanya dapat menyebabkan kerusakan bagi diri sendiri, tetapi juga dapat menyebabkan kerusakan sosial. Karena khamar merupakan induk dari berbagai jenis kerusakan. Hal itu sebagaimana dalam sebuah hadis yang artinya,“Khamar adalah induk berbagai macam kerusakan. Siapa yang meminumnya, shalatnya selama 40 hari tidaklah diterima. Jika ia mati dalam keadaan khamar masih di perutnya, berarti ia mati seperti matinya orang Jahiliyyah.” (HR. Ath-Thabrani)

Oleh karena itu, sulit menciptakan suasana yang bebas miras kalau aturan yang ada masih memberikan peluang atas hal tersebut. Karenanya, semua perkara tersebut hanya bisa dituntaskan jika ada sinergi antara individu, kontrol masyarakat dan peran negara dalam memberantas masalah tersebut, serta diterapkan aturan-Nya dalam seluruh aspek kehidupan. Wallahu a’lam.

Oleh: Fitri Suryani, S. Pd.
(Guru dan Penulis Asal Konawe, Sultra)