Polemik ‘Kartu Prakerja’

Melisa

Jika posisi sedang bergelantungan di tebing dan muncul seseorang yang mengulurkan tangan, itu artinya ada harapan. Namun apa jadinya ketika uluran tangan itu tak memberi harapan, malah menambah beban dan kesulitan baru.
Serupa dengan kartu prakerja yang mulanya digembar gemborkan semasa kampanye oleh mereka yang sekarang telah menempati bangku kekuasaan. Di awal banyak orang mengira bahwa ini adalah kebijakan yang akan membawa angin segar, ternyata makin kesini keuntungannya nampak jelas akan lari kemana.

Diketahui kartu prakerja menguras dana 5,6 triliun yang sebagian didapatkan dengan memangkas dana pendidikan. Seiring berjalannya program ini, banyak aturan direvisi karena dinilai mengantongi sejumlah kelemahan dan pelanggaran hingga mendapat teguran dari KPK.

Iklan ARS

Namun berita yang baru-baru ini di turunkan kompas.com bahwa Indonesia Corruption Watch ( ICW) menilai, Presiden Joko Widodo melanggengkan pelanggaran yang terjadi dalam program Kartu Prakerja dengan menerbitkan Peraturan Presiden Nomor 76 Tahun 2020 tentang Perubahan Atas Peraturan Presiden Nomor 36/2020 tentang Pengembangan Kompetensi Kerja Melalui Program Kartu Prakerja.

“Alih-alih Perpres baru ini merespon berbagai catatan kelemahan program prakerja, justru terdapat empat persoalan baru yang muncul,” kata Peneliti ICW Wana Alamsyah dalam siaran pers, Senin (13/7/2020).
Semisal aturan perpres nomor 76/2020 lewat pasal 31B, Jokowi dianggap sewenang-wenang dengan memberikan impunitas kepada komite cipta kerja dan manajemen pelaksana. Sementara KPK berdasar hasil kajiannya melihat ada 5 dari 8 platform digital yang memiliki kepentingan karena sekaligus bertindak sebagai lembaga pelatihan. Artinya impunitas ini akan menjadi senjata ampuh bagi pemegang platform yang memiliki kepentingan.

Selain itu, pemerintah juga dinilai tidak mempunyai konsep jelas mengenai kartu prakerja hingga menimbulkan kerancuan. Bahkan pemerintah terkesan berpihak pada pengusaha. Sebab dilihat dari proporsi anggaran, pemerintah memberi insentif sebesar 5,6 triliun kepada delapan platform digital sedangkan insentif yag diterima individu hanya 2,55 juta. Keberpihakan presiden Joko Widodo semakin terlihat berdasarkan skema program yang menitikberatkan pada aspek jual beli pelatihan daring yang sebenarnya bisa diakses secara gratis.

Lebih menjengkelakannya lagi, karena kartu prakerja yang katanya berubah wajah menjadi “bansos” malah memberi kewenangan pada manajemen pelaksana program untuk mengajukan tuntutan ganti rugi hingga mempidanakan pihak-pihak yang sengaja memalsukan identitas untuk menjadi peserta program. Ini pemerintah maksudnya apa? Bukankah penyeleksian peserta dilakukan oleh pelaksana program?
Semestinya mampu memverifikasi data calon peserta. Sekalipun ada kesalahan, kenapa malah minta ganti rugi bahkan sampai mempidanakan.

Sementara pelaksana yang membuat kesalahan justru tak dikenai sanksi, tentu ini bisa jadi sumber kongkalikong baru. Lagi pula yang menjadi perhatian utama pemerintah sebenarnya ke siapa?
Terlebih saat menggulirkan program ini selama pandemi Covid-19 jelas bukanlah solusi, apalagi bersandar dari pengakuan kepala Kantor Staf Presiden (KSP) Moeldoko yang mengatakan bahwa pemerintah tak menjamin pemilik kartu prakerja akan mendapat pekerjaan usai mengikuti pelatihan program tersebut. Intinya program ini menghabiskan triliunan tanpa hasil pasti. Bukankah dana triliunan ini baiknya dipakai pemerintah untuk isi perut sebagian rakyat yang terdampak covid? Sistem kapitalis-sekuler memang tak pernah menjajikan kesejahteraan bagi banyak orang.

Sistem lingkar setan ini terus mempertemukan motif cinta harta dan cinta kekuasaan. Setelah kekuasaan di tangan, lahirlah berbagai kebiajakan yang akan menguntungkan para pemodal dan merugikan rakyat kebanyakan.
Jabatan yang semestinya menjadi amanah yang akan dipertanggungjawabkan kemudian dikesampingkan. Sementara dalam Islam, jabatan dan kekuasaan merupakan amanah dengan dua tujuan. Seperti yang dipaparkan oleh Imam al-Mawardi yaitu untuk menjaga agama dan mengatur atau memelihara dunia. Amanah jabatan dan kekuasaan itu diakhirat hanya akan menjadi penyesalan kecuali ketika didapatkan dengan benar dan apa yang menjadi kewajiban ditunaikan dengan baik.

Rasulullah saw. juga memperingatkan dalam HR. Al-Bukhari dan Muslim
“tidaklah diserahi urusan kaum muslim, kemudian ia mati, sedangkan ia menelantaran urusan mereka, kecuali Allah mengharamkan surga untuk dirinya.”
Hadits ini merupakan ancaman bagi siapa saja yang diserahi oleh Allah Swt. untuk mengurus-urusan kaum Muslim, baik urusan agama maupun dunia kemudian berkhianat. Oleh karena itu, kaum muslim wajib untuk terus melakukan amar makruf nahi munkar. Karena senada dalam sabda Rasulullah, “Hendaklah kalian melakukan amar makruf nahi mungkar. Kalau tidak, Allah akan menjadikan orang-orang yang paling jahat diantara kalian berkuasa atas kalian…” (HR. Ahmad). Kaum Muslim pun wajib memperjuangkan Syariah Islam agar segera bisa diterapkan secara Kaffah.
Wallahu a’lam.

Oleh: Melisa (Aktivis Back to Muslim Identity)