Amanah dalam Membangun Sarana Fisik

Ulfa Sari Sakti

Empat kelurahan di Kota Kendari masuk dalam program penanganan Kota Tanpa Kumuh (KOTAKU). Pada tahap ketiga kali ini, pembangunan fisik sarana prasarana menyasar wilayah Kelurahan Kadia, setelah sebelumnya Koordinatir KOTAKU bersama Pemkot Kendari bergerak di Kelurahan Tipulu dan Mataiwoi.

Pada kesempatan ini, Wali Kota Kendari bersama PU menyerahkan dana bantuan pemerintah untuk masyarakat, sekaligus meletakkan batu pertama pembangunan drainase program KOTAKU di Kelurahan Kadia.
Wali Kota Kendari, Sulkarnain Kadir mengapresiasi program KOTAKU yang langsung menangani persoalan krusial masyarakat Kadia, sehingga bisa membenahi kawasan kumuh secara bertahap sekaligus mengantisipasi banjir saat hujan. Tentunya, penanganan kawasan kumuh itu, turut pelibatan langsung anggota masyarakat setempat.

Iklan ARS

“Untuk kelurahan lain yang belum mendapatkan program ini kiranya bisa mengikuti Kelurahan Kadia, yang mana setelah empat tahun mengajukan untuk mendapatkan program KOTAKU, mereka selalu bersabar dan berusaha sehingga tahun ini mereka mendapatkan alokasi program KOTAKU ini,” imbuhnya.
Sementara itu, Koordinator Kota Program KOTAKU, La Ngkarisu mengatakan, Kelurahan Kadia mendapatkan alokasi dana sebesar Rp 1 Miliar dari program KOTAKU yang sama dengan tiga kelurahan lainnya yakni Kelurahan Tipulu, Mataiwoi dan Mata.
Yang disaluti tokoh masyarakat Kendari ini, tukang yang dilibatkan dalam penanganan kawasan kumuh di Kadia, sudah tersertifikasi. Katanya lagi total kawasan kumuh di Kelurahan Kadia seluas 22,5 hektar, namun melalui Program KOTAKU kawasan kumuh Kadia bakal terkikis sampai 17,13 hektar. Sehingga tersisa 5,37 Ha yang butuh sentuhan melalui kolaborasi multi pihak dalam rangka 0 kumuh di Kelurahan Kadia.

“Program KOTAKU tidak semata-mata hanya membangun infrastruktur tetapi kami melatih SDM untuk bagaimana mengelola dana untuk pembangunan. Alhamdulillah dua tukang Kelurahan Kadia terlah tersertifikasi,” ujarnya.

Dia berharap setelah dilakukan Program KOTAKU, jumlah kawasan kumuh di Kelurahan Kadia bisa berkurang bahkan kumuh seluruhnya,” harapnya. (DetikSultra.Com/3/7/2020)
Amanah dalam Proyek Fisik

Bukan hal baru di negeri ini jika anggaran infrastruktur banyak dikorupsi. Seperti di katakan Komite Pemantau Pelaksanaan Otonomi Daerah (KPPOD) bahwa korupsi adalah biang kerok yang menggerus belanja infrastruktur di daerah. Karena itu meski anggaran naik, kualitas infrastruktur tetap buruk.

Pada 2007 hingga 2010 indeks tata daerah, kendala yang meningkat adalah infrastruktur. Anggaran infrasruktur meningkat tetapi kualitas infrastruktur memburuk. Korupsi dianggap sebagai salah satu faktor ini,” kata Peneliti KPPOD, Ratnawati Muyanto.

Menurut catatan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), 70 persen penyalahgunaan belanja pemerintah dilakukan di daerah. Di 2010 terdapat 17 gubernur dari total provinsi , dari 13 bupati/wali kota yang menjadi tersangka korupsi.

“Semakin tinggi tingkat korupsi, maka semakin tinggi belanja pemerintah di bidang infrastruktur, buruk kualitas jalan, ini hipotesa tetap ini sangat berkaitan,” imbuhnya. (detik.com/7/9/2012).

Dalam kurun waktu 2007-2011 anggaran belanja di kabupaten / kota di Indonesia untuk infrastruktur berkisar antara 11-13 persen. Namun ternyata peningkatan anggaran tdak secara signifikan menyebabkan peningkatan kualitas infrastruktur dan tingkat kerusakan. Dari 2007 panjang jalan yang rusak di tngkat kabupaten dan kota mencapai 24,9 persen dan di 2010 meningkat hingga 44,4 persen.

“Jadi harus ada peningkatan aktif organisasi masyarakat sipil dalam pengawasan, perencanaan, dan pelaksanaan proyek infrastruktur di dalam bentuk yang lebih formal,” imbuhnya. (detik.com/17/9/2012)

Kualitas proyek infrastruktur sistem Kapitalis saat ini berbeda dengan kualitas saat sistem Islam masih berjaya, karena bangunan yang dibangun oleh para insinyur Islam memiliki kualitas lebih karena masih dapat dinikmati hingga saat ini. Tengok saja bagaimana kokohnya bendungan-bendungan yang di bangun di era Islam, khususnya pada masa kekuasaan Abbasiyah di Baghdad Irak. Kebanyakan bendungan di bangun terletak dekat Sungai Tigris.

Perdaban Islam di Iran juga berhasil membangun bendungan Kebar pada abad ke-13 M. Inilah salah satu bendungan tua peninggalan kejayaan Islam yang hingga kini masih tetap ada. Selain untuk mengatasi banjir, pada masa itu bendungan dibangun untuk mengairi areal persawahan dan perkebunan.

Perdaban Islam juga tercatat telah mampu membangun bendungan jembatan (bridge dam). Bendungan jembatan itu digunakan untuk menggerakkan roda air yang bekerja dengan mekanisme peningkatan air. Bendungan pertama dibangun di Dezful, Iran. Bendungan jembatan itu mampu menggelontorkan 50 kubik air untuk menyuplai kebutuhan masyarakat muslim di Kota itu.

Adanya sarana publik seperti bendungan tersebut, menunjukkan bahwa kualitas pengerjaan sarana publik saat sistem Islam masih tegak, mengutamakan kualitas tanpa embel-embel korupsi. Semua itu tidak terlepas dari dilaksanakannya semua aktivitas kehidupan berdasarkan hukum-hukum Allah, yaitu mencari ridha Allah swt, bukan keuntungan finansial. Semoga saja sistem pemerintahan Islam kembali tegak. Wallahu’alam bishowab.

Oleh: Ulfah Sari Sakti,S.Pi (Jurnalis Muslimah Kendari)