Antara Futur dan Tetap Konsisten Dalam Kebenaran

Fatimah Azzahra Ayu

Sebagai pengemban dakwah itu memiliki tugas dan kewajiban untuk menyampaikan kebenaran meskipun sering kali mendapatkan sebuah penolakan di masyarakat. Berdakwah memang tak mudah karena di dalamnya ada perjuangan dan pengorbanan dan dakwah tidak selalu berjalan dengan lancar karena kembali lagi, mengatakan kebenaran itu tidak sepenuhnya diterima oleh segelintir orang bahkan sangat rentan terjadi pro dan kontra dalam masyarakat.

Apalagi ketika kita berada dalam kondisi seperti sekarang ditambah lagi dengan adanya situasi pandemic Covid-19 19 seperti sekarang, dimana aktivitas seluruhnya dilakukan secara daring (online) yah meskipun sekarang katanya telah new normal sih, tapi tetap saja pandemi ini belum usai.

Iklan KPU Sultra

Aktivitas dakwah di masa pandemi tentu sangat berbeda dengan aktivitas dakwah yang dilakukan dalam keadaan normal. Karena kajian-kajian akan sangat mudah dilakukan jika langsung bertatap muka dan berinteraksi dengan peserta. Namun ketika pandemi semua aktivitas dakwah harus tetap dijalankan dengan cara memanfaatkan kemajuan teknologi.

Dimana kajian ataupun majelis ilmu dilakukan secara online melalui beberapa fitur aplikasi seperti zoom, google meet, skype, dan fitur aplikasi lainnya.

Akan tetapi perlu digarisbawahi adalah bahwasanya dakwah itu adalah kewajiban kita sebagai seorang Muslim dan kita berkewajiban menyampaikan kebenaran di tengah masyarakat. Pasalnya tak jarang salah satu atau sebagian dari kita terkendala atau bahkan sering merasa futur dikala aktivitas dakwah di masa sekarang. Yah memang seperti itulah kebenarannya.

Setiap dari kita mungkin pernah merasa futur, malas dan lain sebagainya. Menurutku hal itu wajar dan manusiawi. Akan tetapi, hal wajar bisa menjadi tidak wajar ketika rasa malas dan futur itu dilakukan berulang dan tidak mempunyai niat untuk bangkit dan memperbaiki diri dari kefuturan.

Awalnya memang merasa malas namun ketika rasa malas itu sudah menjadi kebiasaan yang sering kita lakukan secara terus menerus, maka lama kelamaan kebiasaan malas itu akan menjadi sifat malas dalam diri seseorang. Perlu dibedakan rasa malas dan sifat malas itu dua hal yang berbeda.

Jika kita membaca sirah nabawiah, sesungguhnya keringat, perjuangan dan pengorbanan kita tidak ada apa-apanya jika dibandingkan dengan perjuangan dan pengorbanan Rasululah Saw. dan para sahabat dalam berdakwah menyampaikan kebenaran di tengah orang-orang kafir kala itu.

Rasulullah Saw. adalah suri tauladan yang terbaik, cara berdakwah yang dilakukan Rasulullah sangat lemah lembut dalam menyampaikan kebenaran meskipun seringkali mendapatkan penolakan, hinaan, bahkan Rasullah pernah mendapatkan perlakuan yang sangat kejam seperti dilempari dengan batu, kotoran, dan lain sebagainya.

Dalam riwayat Imam al-Bukhari dari Abdullah ra, ia berkata ketika Nabi Saw. sedang sujud dan di sekitarnya terdapat sekelompok orang Quraisy, lalu datanglah Uqbah bin Abi MU’ith dengan membawa kotoran untah yang telah disembelih dan melemparkannya ke punggung Nabi Saw, maka nabi tidak mengangkat kepalanya. Kemudia Fatimah datang dan mengambil kotoran itu dari punggung Nabi Saw, beliau membiarkan apa yang dilakukan orang-orang Quraisy itu kemudian bersabda.

“Ya Allah, binasakanlah segolongan orang Quraisy, yaitu Abu Jahal bin Hisyam, Uthbah bin Rabi’ah, Syaibah Ibnu Rabi’ah, Umayah Bin Khalaf atau Ubay bin Khalaf. Lalu Abdullah berkata “Di kemudian hari aku melihat mereka telah terbunuh dalam perang badar. Mereka semua dilemparkan ke dalam sumur Badar kecuali Umayah atau Ubay. Tubuhnya telah terpotong-potong sehingga tidak dilemparkan ke sumur”.

Sejarah mencatat bahwa Rasulullah tidak pernah sekalipun melawan mereka dengan kekerasan justru yang dilakukan Rasulullah adalah mendoakan, sabar dan tetap konsisten dalam menyampaikan kebenaran. Sementara kita apa? Baru mendapatkan penolakan dari satu atau dua orang sudah mengeluh ini itu. Saya yakin sebagian besar dari kita tahu dengan perjuangan dan pengorbanan Rasulullah dalam menyampaikan kebenaran. Lalu kenapa, kita tidak menjadikan itu sebagai motivasi kita dikala futur?

Jadi meskipun kita berada dalam kondisi pandemi covid-19 seperti sekarang, tidak menjadikan kefuturan kita menjadi alasan untuk tidak konsisten dalam berdakwah yaitu menyampaikan kebenaran. Sebagai seorang muslim yang beriman ia tidak akan pernah merasa takut untuk menyampaikan kebenaran karena ia yakin dengan apa yang ia sampaikan adalah sebuah kebenaran yang pasti apalagi kebenaran itu bersumber dari sesuatu yang pasti yaitu dari Allah Swt. yang maha segalanya. Dalam firmannya surah Muhammad ayat 7 bahwasanya “jika kamu menolong agama Allah, niscaya ia akan meneguhkan kedudukanmu”.

Jadi, kita harus tetap konsisten dalam menyampaikan kebenaran, karena setiap dari kita tidak pernah tahu dan tidak pernah menduga perkataan yang mana yang akan didengarkan dan berpengaruh terhadap perubahan seseorang untuk sadar dengan kebenaran yang kita bawah.

Fokus kita bukan untuk membuat seseorang berubah karena kita, karena sejatinya perubahan itu datang dari kemauan dan tekad diri sendiri. Tetapi yang harus menjadi fokus kita adalah bagaimana kita menyampaikan kebenaran itu agar seseorang itu sadar dengan kebenaran yang kita bawa. dan seberapa konsistennya kita terhadap kebenaran yang kita bawa. Wallahu a’lam.

Oleh: Fatimah Azzahra Ayu
(Mahasiswa UIN Alauddin Makassar)