Penyesatan Khilafah dalam Kurikulum Pendidikan PAI

Opini2396 Dilihat
Devi Aryani

“Mulai tahun pelajaran 2020/2021, pembelajaran di MI, MTs, dan MA akan menggunakan kurikulum baru untuk Pendidikan Agama Islam dan Bahasa Arab. KMA 183 tahun 2019 ini akan menggantikan KMA 165 tahun 2014 tentang Kurikulum 2013 Mata Pelajaran Pendidikan Agama Islam dan Bahasa Arab pada Madrasah,” kata Direktur Kurikulum, Sarana, Kelembagaan, dan Kesiswaan (KSKK) Madrasah Kemenag Ahmad Umar dalam rilis yang diterima detikcom pada Sabtu (11/7/2020).

Sebagai tindak lanjut KMA 183 tahun 2019, nantinya madrasah akan menggunakan buku yang sebelumnya telah dinilai Tim Penilai Puslibang Lektur dan Khazanah Keagamaan. Sebanyak 155 buku telah disiapkan, termasuk untuk PAI, akan menjadi instrumen kemajuan serta mempererat kehidupan berbangsa dan bernegara.

Salah satu upaya yang dilakukan adalah meletakkan materi sejarah khilafah, jihad, dan moderasi beragama secara korelatif dalam berbagai bentuk perjuangan muslim. Perjuangan dimulai sejak zaman Nabi hingga masa kini dalam membangun peradaban masyarakat modern. “Materi sejarah khilafah, jihad, dan moderasi beragama dalam buku ini disajikan secara integratif, sehingga siswa MI, MTs hingga Madrasah Aliyah atau MA dapat memperoleh literasi yang luas atas keserasian tiga materi itu dalam perkembangan peradaban Islam,” kata Umar pada (15/12/2019) lalu.

Pembelajaran khilafah disajikan dalam sudut pandang sejarah yang menjelaskan karakteristik dan pola kepemimpinan Rasulullah SAW serta empat khalifah pertama. Buku ini mengisahkan sosok yang sangat dihormati umat Islam tersebut membangun masyarakat Madinah sampai masa Islam modern, yang diwarnai nilai jihad dan moderasi beragama. Untuk materi jihad ditulis dalam perspektif perjuangan membangun peradaban, dengan menggali makna dan menanamkan nilai perjuangan. Materi tersaji dari masa perjuangan Rasulullah SAW, para sahabat, walisongo hingga para ulama untuk membangun peradaban, ilmu, dan Islam.

Selain itu Kemenag menambahkan Anggaran Rp 2,6 T untuk Pesantren dan Lembaga Keagamaan Islam Dengan materi tersebut, maka perbedaan KMA 183 tahun 2019 dengan KMA 165 tahun 2014 adalah adanya perbaikan substansi materi pelajaran. Menurut Umar hal ini disesuaikan dengan perkembangan kehidupan masyarakat terkini. Sedangkan secara umum tidak ada perbedaan karena pelajaran tetap terdiri atas Quran Hadist, Akidah Akhlak, Fikih, Sejarah Kebudayaan Islam (SKI), dan Bahasa Arab. Umar mengatakan, Kemenag telah menyiapkan materi pembelajaran sehingga guru dan peserta didik tidak perlu membelinya. Buku bisa diakses dalam website e-learning madrasah.

Penyiapan materi yang disiapkan oleh pemerintah jelas perlu dikritisi. Penghapusan materi khilafah dan jihad dalam mata pelajaran fiqh dialihkan ke mata pelajaran sejarah dan dibahas dalam perspektif moderasi jelas menunjukkan ketakutan pemerintah akan bangkitnya kekuatan Islam.

Jika para siswa siswi memahami apa itu khilafah dan pentingnya keberadaan khilafah maka itu akan mengancam sistem yang dianut oleh pemerintah pada saat ini. Maka adanya perubahan terhadap kurikulum pembelajaran dirasa perlu dillakukan. Padahal hal ini bisa menyesatkan generasi yang seharusnya memperjuangkan tegaknya Khilafah malah berbalik menentang ajaran islam dan menyingkirkannya dari kehidupan.

Sungguh sangat miris kurikulum yang dibuat oleh pemerintah saat ini, yang harusnya Khilafah digambarkan sebagai sistem Islam yang mampu menyejahterakan umat malah digambarkan seakan-akan Khilafah itu menyesatkan. Padahal jelas tercatat dalam sejarah, selama kurang lebih 1300 tahun khilafah menjadi sistem terbaik yang mampu mengurusi rakyatnya dengan adil. Maka tidak ada alasan kita takut pada khilafah, sebaliknya kita harus memperjuangkan untuk menegakkannya.

Oleh : Devi aryani (Ibu Rumah Tangga)