Putri Malu Dalam Sekuntum Jiwa

Opini1260 Dilihat
Ainul Mizan

Dirinya sangat pemalu. Jangankan kau merenggutnya, menyentuh pun ia akan tertunduk. Putri Malu namanya. Ah.. ente jangan berpikir macam – macam. Tumbuhan ini cukup menarik. Merah muda warna bunganya. Tubuhnya kecil. Tapi jangan coba – coba mengganggunya.

Daunnya akan segera mengatup saat kau menyentuhnya. Jadi gemes deh. Udah mencoba pelan – pelan ingin menyentuhnya, tetap saja daunnya mengatup. Jangan sekali – kali ente main kasar sama sang Putri. Atau ente ingin rasakan duri kecilnya yang tajam. Kecil sih durinya. Batang dan tangkainya berbalut duri. Perih – perih di tangan akan ente rasakan kalau tetap nekat.

Aku berpikir, lengkap juga pertahanan diri si Putri ini. Sangat – sangat pemalu. Ditambah lagi durinya itu.

Ah, andai manusia mempunyai pertahanan diri sedemikian. Bukan, bukan aku menyamakan manusia dengan tumbuhan. Begini maksudnya. Yang kagak berakal saja sangat pemalu, apalagi makhluk berakal.

Hanya saja kalau dipikir – pikir tidak mungkinlah manusia nggak punya malu. Pasti deh ada rasa malunya. Tapi ya itu deh, kadang rasa malu itu tergerus oleh api nafsu yang menggelora. Ambisi menutupi rasa malu. Contohnya nge-Bucin.

Nge-Bucin…? Apalagi tuh.. Ah, ente kok kolonial bingit sih. Milenial dikit gitu. Nge-Bucin itu jadi Budak Cinta. Muda – mudi yang udah Nge-Bucin, rasanya mereka udah nggak punya malu deh. Mojok berdua. Makan berdua. Boncengan, bergurau, cubit – cubitan sampai meluk – meluk segala.

Jadi memang tidak cukup rasa malu itu bersifat alami. Allah SWT menciptakan manusia memang dibekali dengan rasa malu. Dan rasa malu itu sendiri muncul dari naluri mempertahankan diri. Setiap orang tidak ingin nama baiknya tercemar, aibnya diumbar dan harga dirinya diinjak – injak. Akan tetapi seringkali perilaku mereka sendiri yang mencoreng dirinya.

Tatkala sebuah naluri mempunyai kecenderungan yang lebih kuat atas naluri yang lain, maka berpengaruh pada pola pikirnya. Kecenderungan seorang pelajar ingin mendapat nilai bagus maka urat malunya pun memudar. Ia menyiapkan contekan. Ia akan berpikir tentang strategi menyontek agar tidak ketahuan guru. Naluri beragamanya ia tekan. Ia menghibur dirinya. Ini kan dosa kecil. Nanti juga bisa hilang dengan istighfar. Akhirnya jadilah ia menyontek.

Walhasil, malu itu harus didasari oleh keimanan. Orang yang beriman kepada Alloh Swt akan timbul rasa malunya. Ia sadar, sekecil apapun gerak – geriknya tidak bisa luput dari pantauan Allah SWT. Bukankah Allah Swt sudah menegaskan dalam firmannya.

وان عليكم لحافظين، كراما كاتبين، يعلمون ما تعملون
Sesungguhnya atas kalian ada Malaikat penjaga, Yang mulia dan mencatat amal perbuatan dan mereka mengetahui apa saja yang kalian lakukan (Surat al infithor).

Tidak aneh bila salah satu cabang iman itu adalah rasa malu. Akan semakin kuat rasa malu tersebut tatkala manusia mengetahui hukum Islam atas setiap benda dan perbuatannya. Halal dan haram akan menjadi stndar perbuatannya. Ia malu untuk melanggar batasan – batasan hukum yang ditetapkan oleh Allah dan RasulNya.

Rasa malu yang didasari iman dan ilmu akan membersihkan jiwa manusia. Bersih dari setiap kejahilan. Kejahilan dari semua makhluk di alam ini. Putri Malu tumbuh subur dalam jiwanya. Sekuntum jiwa yang tidak akan pernah layu. Sejuk dan mulia.
Sayonara….

Oleh : Ainul Mizan