Klepon itu hanyalah sebuah makanan tradisional Jawa. Penulis sendiri sangat menyukainya. Naik bus dari Malang ke Lamongan, penulis akan mendapat tawaran dari penjaja makanan untuk membeli sekotak klepon hangat. Khususnya kalau sudah tiba di jalur Gempol. Ya, sekali lagi Klepon yang saat digigit akan mengeluarkan lelehan gula jawa yang lumer di mulut.
Belakangan ini, berita Klepon menjadi perbincangan. Pasalnya terdapat satu iklan yang narasinya mempertentangkan antara Klepon dengan Kurma. Dikatakan bahwa Klepon itu tidak islami. Sedangkan Kurma itu yang islami.
Memang kalau dilihat sepintas seolah hanya sebatas strategi marketing untuk mendapatkan untung dengan berbagai cara. Bahkan menjelekkan produk lain. Akan tetapi bila ditarik lebih dalam, iklan tersebut mengandung fitnah yang luar biasa.
Sebelum lebih jauh membahas fitnah yang ada di dalam iklan tersebut. Ada satu pertanyaan yang tentunya menggelitik. Mengapa yang dipilih adalah Klepon dan Kurma? Kok bukan yang lain. Misalnya anggur dengan kurma. Bermula dari pemilihan jenis jajanannya, fitnah itu dilancarkan.
Klepon menjadi lambang adat dan tradisi. Sedangkan Kurma sebagai makanan dari Arab. Rasulullah Saw sendiri juga makanannya salah satunya berupa Kurma. Dengan narasi Klepon itu tidak islami dan Kurma itu islami, fitnah yang dikembangkan bahwa Islam itu bila diterapkan akan menghilangkan adat dan tradisi.
Sementara itu yang bisa dipahami publik adalah ajaran Islam politiklah yang menuntut penerapan Islam secara paripurna. Tidak hanya ajaran Islam yang menyangkut dimensi individu seperti ibadah mahdhoh, dan akhlaq, serta sedikit urusan muamalah seperti jual beli, munakahat dan konsekwensinya.
Akan tetapi penerapan Islam dalam politik, pemerintahan, ekonomi, sosial, peradilan dan pertahanan. Tentunya dalam hal ini membutuhkan kekuasaan politik. Khilafah sebagai institusi politik pelaksana Syariat Islam ingin difitnah. Bahkan ada upaya pembusukan terhadapnya.
Fitnah klepon dan kurma ini muncul di saat gencar – gencarnya program moderasi ajaran Islam oleh Kemenag. Mulai Tahun ajaran 2020/2021 ini, Kemenag akan memberlakukan 155 buku pelajaran agama yang sudah direvisi. Buku ajar agama yang sudah steril dari materi ajaran Islam yang dianggap radikal yakni tentang Khilafah dan Jihad.
Buku ajar tersebut memaknai Khilafah dengan pemaknaan baru dalam bingkai nasionalisme. Sedangkan Khilafah dalam pengertian sebenarnya hanya ditempatkan dalam koridor sejarah. Artinya Khilafah yang dulu pernah ada sudah tidak relevan dengan jaman sekarang.
Jadi propaganda yang ingin dibangun adalah bahwa upaya mengembalikan Khilafah itu upaya kemunduran. Khilafah divisualisasikan sebagai bentuk negara yang bar – bar, suka berperang, dan memaksakan kehendak. Khilafah digambarkan akan memberantas semua kearifan lokal. Alasannya, karena semuanya dipandang tidak islami.
Jadi target yang ingin dicapai adalah menjauhkan umat Islam dari upaya penegakkan Syariat secara paripurna dan Khilafah. Lebih jauh lagi, buah yang dipetik adalah umat Islam membenci ajaran agamanya sendiri.
Kaidah Benda dan Perbuatan
Dalam perkara benda, terdapat sebuah kaidah fiqih yang menyatakan:
الاصل في الاشياء الاباحة ما لم يرد دليل التحريم
Hukum asal benda itu adalah boleh selama tidak ada dalil yang mengharamkan.
Jadi hukum benda itu adalah boleh alias halal dan haram.
Jajanan tradisional klepon yang bahannya tepung ketan, gula Jawa dan kelapa, tentu hukumnya boleh dan halal untuk dikonsumsi. Begitu pula kurma. Jadi keduanya sama – sama makanan yang boleh dikonsumsi.
Adapun dalam perkara perbuatan terdapat kaidah fiqih yang menyatakan:
الاصل في الافعال التقيد باحكام الشرع
Hukum asal perbuatan adalah terikat dengan hukum syara’.
Hukum perbuatan ada 5 yakni wajib, sunnah, haram, mubah dan makruh.
Terkait kebiasaan, adat dan tradisi tentunya timbangannya adalah hukum Islam. Adat dan tradisi halal bi halal saat idul Fitri yang di dalamnya terjadi aktifitas anjangsana dan saling minta mema’afkan. Tentu saja hal demikian dianjurkan di dalam Islam.
Sedangkan sistem pemerintahan republik yang establish di negeri ini tentunya bukan termasuk adat dan tradisi. Sistem republik itu bentuk pemerintahan demokrasi yang berasal dari Ideologi Kapitalisme. Jadi sistem demokrasi sejatinya muncul dari barat, tidak ada kaitannya dengan umat Islam di negeri ini. Berbeda halnya dengan Khilafah.
Khilafah itu sistem pemerintahan dalam Islam. Khilafah yang akan menerapkan Syariat Islam secara paripurna. Sebagai muslim, pastinya yakin bahwa syariat Islam itu akan mampu mewujudkan kehidupan yang menyejahterakan dan menenteramkan. Oleh karena itu, adalah wajar bila umat Islam menyambut baik akan upaya pengembalian penerapan Islam secara paripurna.
Ainul Mizan (Pemerhati Sosial Politik)