Memasuki tahun ajaran 2020/2021, madrasah menggunakan kurikulum Pendidikan Agama Islam atau PAI dan Bahasa Arab yang baru. Kurikulum tersebut tercantum dalam Keputusan Menteri Agama atau KMA 183 tahun 2019. Sebagai tindak lanjut KMA 183 tahun 2019, madrasah akan menggunakan buku yang telah dinilai Tim Penilai Puslibang Lektur dan Khazanah Keagamaan. Salah satu upaya yang dilakukan adalah meletakkan materi sejarah khilafah, jihad, dan moderasi beragama secara korelatif dalam berbagai bentuk perjuangan muslim dalam membangun peradaban masyarakat modern.
Pembelajaran khilafah disajikan dalam sudut pandang sejarah yang menjelaskan karakteristik dan pola kepemimpinan Rasulullah SAW serta empat khalifah pertama. Buku mengisahkan sosok yang sangat dihormati umat Islam tersebut membangun masyarakat Madinah sampai masa Islam modern, yang diwarnai nilai jihad dan moderasi beragama. Untuk materi jihad ditulis dalam perspektif perjuangan membangun peradaban, dengan menggali makna dan menanamkan nilai perjuangan. Materi tersaji dari masa perjuangan Rasulullah SAW, para sahabat, walisongo hingga para ulama untuk membangun peradaban, ilmu, dan Islam.
Dengan materi tersebut, maka perbedaan KMA 183 tahun 2019 dengan KMA sebelumnya adalah adanya perbaikan substansi materi pelajaran. Hal ini disesuaikan dengan perkembangan kehidupan masyarakat terkini. Sedangkan secara umum tidak ada perbedaan karena pelajaran tetap terdiri atas Quran Hadist, Akidah Akhlak, Fikih, Sejarah Kebudayaan Islam (SKI), dan Bahasa Arab.
Moderasi agama berasal dari dua kata, yakni moderasi dan agama. Moderasi berasal dari kata Moderat. Moderat menurut kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) berarti berkecendrungan berada di titik tengah diantara dua kutub ekstrem. Kurikulum moderasi berarti Kurikulum agama yang mempunyai pandangan Islam moderat. Yakni, Islam yang berada di titik tengah, yang menekankan nilai toleransi tinggi terhadap muslim maupun non-muslim, termasuk dalam kerangka pluralisme (semua agama adalah benar).
Dalam buku “The Search for Moderate Islam” karya Lawrence Auster, 28 January 2005, menuliskan bahwa para pemikir barat secara umum memiliki kriteria yang hampir seragam tentang Muslim yang dikategorikan moderat. Daniel pipes, misalnya, mengungkapkan sejumlah karakter Muslim moderat antara lain: mengakui adanya persamaan hak-hak sipil antara Muslim dan non-Muslim, membolehkan seorang Muslim berpindah agama, membolehkan wanita Muslim menikahi pria non-Muslim, menerima dan setia pada hukum pemerintahan non-Muslim yaitu lebih berpihak pada hukum sekuler ketika terdapat pertentangan dengan budaya Islam.
Muslim moderat sendiri bagi sejumlah pemikir barat dipandang sangat cocok untuk hidup damai dengan seluruh orang di dunia, sebaliknya Muslim radikal sangat berbahaya karena bermaksud menyingkirkan barat dan memperoleh kembali kejayaan Islam yang telah hilang.
Moderasi agama makin kuat mendapat legitimasi dengan beberapa perubahan KMA untuk pelajaran PAI dan Bahasa Arab. Demikian pula penghapusan materi khilafah dan jihad dari mata pelajaran fiqh dialihkan ke mata pelajaran sejarah dan dibahas dengan perspektif moderasi.
Jika kurikulum moderasi diterapkan, maka yang terjadi adalah penghapusan makna khilafah dan jihad sebenarnya. Upaya Kemenag tersebut pada akhirnya memberi makna baru pada ajaran Islam tanpa landasan kitab mu’tabar. Selain itu, menunjukkan bahwa sistem sekuler liberal telah mencengkram negeri ini.
Khilafah bukan saja materi sejarah. Khilafah adalah bentuk pemerintahan yang menerapkan hukum Allah secara kaffah berdasarkan al Qur’an dan as sunnah. Khilafah adalah fardu kifayah bagi kaum Muslim. Maka, menjadikan kewajiban bagi kaum muslim untuk menegakkannya jika belum ada di muka bumi. Aturan hukum syara’ diberlakukan di dalam negara khilafah, termasuk hukuman mati bagi orang yang murtad dan keharaman muslimah menikah dengan laki-laki non Islam.
Namun, dalam penerapannya khilafah akan menjamin keberlangsungan kehidupan Muslim maupun non-Muslim yang menjadi warga negaranya. Mereka akan diurus sesuai dengan hukum syariat yang berlaku kepada mereka. Khilafah menciptakan kerukunan serta keamanan warga negaranya yang multi etnis, suku ,bangsa, ras dengan toleransi Islam yang benar sehingga tidak terjadi diskriminasi antar sesama.
Begitu juga dengan makna jihad. Jihad adalah perang fisik. Termasuk jihad melawan Yahudi Israel atas kependudukan tanah Palestina. Jihad bukan hanya melawan hawa nafsu tanpa memahami bahwa darah dan nyawa kaum muslimin lebih berharga dari dunia seisinya. Moderasi agama ini mengaburkan bahkan menghilangkan makna jihad dan khilafah sebenarnya dalam ajaran Islam. Alih-alih moderasi agama ini menguatkan pemahaman Islam, malah menjadikan generasi ketakutan dan berbalik arah menentang ajaran Islam, termasuk jihad dan khilafah.
Bahkan fakta sejarah mencatat dua per tiga dunia pernah di bawah kekuasaan Islam yang sebagian dibebaskan dengan jihad sehingga membentuk peradaban besar yang pernah ada.
Negara berperan penting dalam mendidik generasi bangsa, termasuk memberikan pemahaman yang benar tentang ajaran agama Islam. Tujuan dari pendidikan agama adalah menumbuhkan di benak generasi bahwa tujuan kehidupan hanya mencari ridho Allah bukan mengejar kesenangan dunia yang menghalalkan segala macam kebebasan. Ajaran agama Islam sendiri sudah gamblang tertuang dalam al Qur’an dan as sunnah, juga dijelaskan dalam berbagai tafsir shahih sebagaimana tafsir Ibnu Katsir dan tafsir yang lainnya. Sehingga, kurikulum moderasi agama tidak diperlukan lagi dalam memahami ajaran Islam.
Kebutuhan akan kurikulum moderasi agama untuk memperkuat toleransi negeri hanyalah dalih yang tidak berdasar. Karena persoalan negeri ini bukan terletak pada toleransi, namun kerusakan moral dan akhlak akibat sistem kebebasan. Sudah selayaknya kita berharap kepada agama dan sistem Islam sebagai solusi umat. Yakni, berharap hanya pada aturan Allah yang hakiki, yang berpedoman pada al Qur’an dan as sunnah secara kaffah, tanpa menambah, mengurangi ataupun mengubah ajaran agama Islam untuk menyelamatkan generasi negeri. Waalahualam bishowab
VARIDA NOVITA SARI (Aktivis Muslimah)