Perbedaan Pilkada di Sistem Demokrasi dan Sistem Khilafah

ILUSTRASI

Pemilihan selalu rutin dilakukan di negara ini dan selalu memakan biaya yang tidak sedikit. Bahkan dari rt/rw berlomba-lomba berjibaku mencari suara terbanyak dalam Pilkada ataupun Pemilu. Terkadang dengan janji-janji manis yang tidak masuk di akal untuk mencari suara.

Dilansir dari Bandung i.d Soreang, pemerintah Kabupaten (Pemkab) Bandung menyatakan siap menyelenggarakan Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) 2020 pada 9 Desember mendatang. Kesiapan ditunjukkan salah satunya dengan penyediaan anggaran dengan jumlah total Naskah Perjanjian Hibah Daerah (NPHD) sebesar kurang lebih Rp 139.93 miliar.

Iklan ARS

“Dari total NPHD tersebut diperuntukkan bagi KPU (Komisi Pemilihan Umum) sekitar Rp.99.032, untuk penyelenggaraan Kamtibmas (Keamanan dan Ketertiban Masyarakat) bagi aparat keamanan” ungkap Sekretaris Daerah (Sekda) Kabupaten Bandung, Teddy Kusdiana saat mengikuti acara sawala politik Pikiran Rakyat Pilkada Jabar 2020 melalui video conference di Bale Riung Soreang.

Mengutip pernyataan dari Kementrian Dalam Negeri (Kemendagri) RI lanjut Sekda pelaksanaan Pilkada seolah dipaksakan di tengah situasai wabah Covid-19. Belum usulan tambahan di antaranya untuk pengadaan alat pelindung diri (APD) untuk penyelenggaran Pilkada di tempat pemungutan suara (TPS) maupun untuk kebutuhan lainnya.

Agar pelaksanaan Pilkada di Bandung ini jangan sampai ada warga yang terpapar virus corona. Belum lagi masih ada usulan penambahan TPS yang berakibat pada penambahan anggaran Pilkada Bandung. Pilkada Bandung ini diharapkan aman lancar terkendali sukses tanpa ekses, tak hanya sukses tapi keselamatan warga Kabupaten Bandung harus benar-benar terjaga. Masyarakat harus tetap sehat jangan sampai Pilkada sukses tapi terpapar Covid-19.

Apakah yang diharapkan dari tulisan di atas tadi akan terwujud? dilihat dari data yang ada, Bandung adalah zona merah. Apakah mungkin pelaksanaan Pilkada Bandung ini tetap akan dilaksanakan ataukah lagi-lagi nyawa rakyat yang harus dikorbankan demi menyukseskan Pilkada di Bandung ini?

Inilah yang mencerminkan negara yang menganut Sistem Demokrasi Kapitalis, tentu saja yang dipikirkan hanyalah keuntungan belaka. Dilihat dari anggaran Pilkada Bandung yang sanggat fantastis, kenapa tidak seharusnya dialokasikan untuk kepentingan rakyat saja.

Pada masa pandemi ini rakyat tentu lebih membutuhkan bahan makanan. Di samping banyak yang sudah terkena PHK, belum lagi kebijakan pemerintah untuk bekerja di rumah saja menambah berat pengeluaran rakyat di masa pandemi ini.

Setidaknya di masa pandemi ini membuat masyarakat enggan berpartisipasi dalam Pilkada. Rendahnya tingkat partisipasi rakyat membuka peluang terjadi kecurangan dalam pemilihan Pilkada.

Terkadang janji-janji manis juga sengaja dibuat atau memberikan iming-iming kepada rakyat agar memilih bakal calon tersebut. Sungguh ironis, di kala rakyat di masa pandemi ini membutuhkan uluran bantuan pemerintah untuk memberikan bantuan tapi pemerintah diam seribu bahasa, setengah hati untuk mengurus rakyat. Akan tetapi di kala dimulainya Pilkada banyak petugas mendata satu persatu tiap rumah tanpa kecuali.

Berbeda sekali sistem pemilihan Kepala Daerah di era Khilafah jika dibandingkan dengan sistem Demokrasi Kapitalis. Dalam sistem Khilafah Kepala Daerah untuk wilayah setingkat Propinsi disebut Wali atau Amir. Sedangkan di dalam sistem Demokrasi disebut Gubernur.

Selanjutnya untuk Kepala Daerah setingkat Kabupaten atau Kota disebut Amil atau Hakim. Sedangkan dalam sistem Demokrasi disebut Bupati atau Walikota.

Proses pemilihan Kepala Daerah dalam sistem Khilafah dipilih oleh seorang Khalifah dengan mendapatkan saran dan masukan dari Majelis Umat (MU) dan Majelis Wilayah (MW). MU dan MW dapat mengusulkan pengangkatan dan pemberhentian Kepala Daerah.

Keunggulannya di sistem Khilafah ini adalah biaya yang sangat murah berbeda di sistem Demokrasi Kapitalis yang harus memerlukan biaya yang sangat besar dan hasilnya yang tidak memuaskan, bahkan sering terjadi kecurangan dan juga sampai hutang pada investor politik seperti pada saat ini.

Wali diangkat dan dilantik langsung oleh Khalifah, karena hanya Khalifah yang berwenang mengangkat para penguasa dibawahnya. Hal ini didasarkan atas wajibnya mengangkat Khalifah dengan metode Baiat.

Khalifah mendapat mandat dari rakyat untuk mengurus dan meriayah ummat. Metode ini sesuai dengan as-sunah dan ijmak sahabat. Metode ini adalah Bay’at, metode ini berdasarkan Kitabullah dan Sunah Rasulullah
Pemilihan Kepala Daerah dalam sistem Khilafah jauh lebih efisien dan efektif, sangat berbeda dengan sistem Demokrasi yang sangat mahal dan hasilnya pun belum tentu baik.

Di dalam sistem Demokrasi Kapitalis siapapun juga yang mempunyai modal besar diperbolehkan untuk mencalonkan tidak memandang bakal calon itu bekas napi ataupun koruptor.
Tentu saja jikalau kita ingin mendapatkan Kepala Daerah yang berkualitas dan amanah memegang janji-janji dan dengan biaya yang tidak mahal hanya dalam sistem Khilafah ini yang terbaik dan pastinya diberkahi Allah SWT. Wallahu a’lam bi showab.

ARI WIWIN