Kasus Covid Meningkat kebijakan Pelonggaran Seharusnya Dikoreksi

HASNIA, K

Presiden Joko Widodo memperkirakan puncak kasus Covid-19 di Indonesia akan terjadi pada Agustus-September mendatang, prediksi puncak kasus Covid-19 tersebut berdasarkan angka kasus yang terjadi saat ini. Sebagaimana pemerintah kembali memperbarui data kasus Covid-19 di Indonesia. Terjadi penambahan 1.693 kasus baru Covid-19 berdasarkan data Senin (20/7) pukul 12.00 WIB. Sehingga total kasus positif Covid-19 nasional menjadi 88.214 orang. Hari ini ada 1.576 pasien yang sembuh. Totalnya menjadi 46.977 orang. Sementara jumlah kasus meninggal dunia hari ini bertambah 96 orang. Sehingga totalnya menjadi 4.239 orang.

Dengan jumlah kasus yang terus meningkat tiap hartinya bukannya meningkatkan anggaran malah justru sebaliknya pemerintah menyatakan anggaran kesehatan untuk penanganan Covid-19 yang sebesar Rp87,55 triliun tidak akan bertambah hingga akhir tahun walaupun kasus positif Covid-19 saat ini semakin banyak dengan jumlah penambahan rata-rata per hari di atas 1000 kasus. Mengapa? Karena pemerintah meyakini naiknya kasus itu hanya karena tes yang semakin massif dilakukan, dan bukan karena tidak diputusnya rantai sebarannya.

Iklan ARS

Ini seolah dianggap sesuatu yang wajar dan merupakan prestasi bagi pemerintah dengan menunjukkan sudah dilakukan tes ke lebih banyak orang di seluruh wilayah Indonesia. Pernyataan ini tentu berbanding terbalik dengan apa yang disampaikan oleh Presiden Joko Widodo dalam rapat kabinet 18 Juni lalu. Beliau marah dan jengkel melihat kinerja menteri di kabinetnya yang belum bekerja ekstra keras. Padahal, situasi sedang sulit, krisis akibat pandemi Covid-19.Hal ini pun diakui oleh Wakil Ketua MPR Lestari Moerdijat dalam siaran persnya, Selasa, 14 Juli 2020. “Kita harus berani mengevaluasi diri kita sendiri untuk mengetahui apa yang salah dari kebijakan selama ini,” ujarnya.

Melihat kekecewaan Presiden Jokowi ini menunjukkan bahwa apa yang dilakukan oleh Pemerintah dalam penanganan Covid-19 sungguh belum maksimal dalam setiap kebijakan yang diambilnya. Olehnya itu program pelonggaran PSBB seharusnya dievaluasi. Karena dengan melonggarkan PSBB justru penambahan kasus semakin meningkat setiap harinya. Dan sudah seharusnya pemerintah segera membuat terobosan penanganan termasuk meningkatkan anggaran penanganan.Karena yang menjadi prioritas seharusnya adalah keselamatan rakyat.

Namun apa yang diharapkan oleh rakyat agar pemerintah bisa berupaya agar wabah ini segera berakhir hanya impian belaka. Mengapa?Karena tetap saja kebijakan pelonggaran PSBB dilaksanakan dengan mulai dibukanya fasilitas-fasilitas umum, seperti transportasi udara, laut dan darat, wisata-wisata, mal-mal dan lain sebagainya ini menunjukkan penguasa abai dalam mengutamakan keselamatan rakyatnya. Negara tidak mampu memenuhi kebutuhan pokok rakyatnya ketika hendak mengambil kebijakan lockdown/karantina wilayah. Inilah hasil dari penerapan sistem kapitalisme yang hanya menjadikan negara sebagai regulator bukan sebagai pengurus urusan umat.

Pandangan Islam sungguh Islam adalah agama yang Agung, yang diturunkan oleh Allah SWT kepada Rasulullah SAW untuk mengatur seluruh aspek kehidupan manusia, termaksud dalam hal mengatasi wabah ini.Solusi Islam dalam mengatasi wabah tidak bisa dilepaskan dari komprehensivitas ajaran Islam. Dalam Islam, kepemimpinan adalah amanah yang akan dimintai pertanggungjawaban oleh Allah SWT.

Rasulullah saw bersabda, “Setiap kalian adalah pemimpin dan setiap pemimpin akan dimintai pertanggung jawaban atas yang dia pimpin.” (HR al-Bukhari). Pemimpin harus benar-benar berupaya sekuat tenaga mencurahkan segala potensi yang ada. Tampilnya seorang memimpin dalam ikthiar penyelesaian wabah merupakan bagian dari amanah Allah SWT yang akan dipertanggungjawabkan di akhirat.

Selanjutnya, Islam mengajarkan bahwa nyawa manusia harus dinomorsatukan. Oleh karena itu, pembunuhan dianggap sebagai dosa besar dan pelakunya mendapat sanksi yang sangat berat, yaitu qishash. Bahkan terkait dengan nyawa, Rasulullah saw bersabda, “Hancurnya dunia lebih ringan bagi Allah dibandingkan terbunuhnya seorang Mukmin tanpa haq.” (HR an-Nasa’i dan at-Tirmidzi).

Dengan demikian dalam pandangan Islam, nyawa manusia harus diutamakan, melebihi ekonomi, pariwisata, atau pun lainnya. Pun halnya dengan mekanisme anggaran yang sangat fleksibel dan cepat dalam penanganan masalah.

Substansi dasar Islam adalah ketaatan kepada Allah dan Rasul-Nya. Birokrasi dan administrasi hanyalah sebagai tools sehingga masalah-masalah teknis dapat berjalan dengan baik. Karena hanya masalah tools, maka tidak masalah mengambil dari mana pun. Umar bin Khaththab ra., misalnya, mengambil sistem akuntansi dari Romawi.

Ini berbeda dengan sistem kapitalis. Birokrasi dan administrasi sering dianggap sebagai substansi. Karena itu kita sering mendengar ada sekelompok orang korupsi tanpa rasa takut karena sesuai dengan aturan birokrasi yang berlaku. Sebaliknya, meski secara substansi tidak salah, jika administrasi tidak terpenuhi sesorang dapat dijerat hukum.

Birokrasi dan administrasi juga sangat tampak pada penanganan wabah. Hal ini tampak, misalnya, saat suatu daerah mengajukan isolasi kepada pemerintah pusat. Pemerintah daerah harus melengkapi ini dan itu. Pengajuannya harus direvisi, dan lain sebagainya. Padahal, keterlambatan dalam penanganan wabah menyebabkan kematian bertambah banyak.

Ajaran Islam dalam urusan birokrasi dan administrasi sangat fleksibel, sehingga untuk menangani wabah atau lainnya dapat dikerjakan sangat cepat.

Demikianlah sedikit gambaran ketika syariat Islam diterapkan secara sempurna dalam seluruh aspek kehidupan, yang akan membawa manusia pada kehidupan yang aman dan sejahtera. Maka hanya dengan penerapan Islam kaffah yang akan menghantarkan kepadakehidupan rahmatan lil ‘alamin akan terasa di tengah-tengah umat manusia.
Wallahu A’lam Bisshawab.

HASNIA, K (Pemerhati Sosial)

PUBLISHER: MAS’UD