Pilkada di Masa Covid-19, KPU Mesti Mengatur Kampanye di Medsos

MUH. AMIN BAHARUDDIN

Mencermati perkembangan persiapan pelaksanaan Pilkada serentak 2020 yang dipastikan akan digelar di masa pandemi Covid-19, saya melihat bahwa penyelenggara dalam hal ini KPU belum menyiapkan instrumen secara baik dan maksimal untuk mengatur jalannya Pilkada serentak 2020.

Pada 7 Juli 2020, KPU RI menerbitkan PKPU Nomor 6 Tahun 2020 tentang Pilkada dalam Kondisi Bencana Non Alam Covid-19. PKPU tersebut telah diundangkan, di dalamnya berisi tentang kewajiban penerapan protokol kesehatan pada penyelenggaraan Pilkada 2020. Artinya bahwa Pilkada 2020 yang akan digelar di 270 wilayah di Indonesia yang 7 daerah diantaranya ada di Sulawesi Tenggara.

Iklan ARS

Dalam PKPU No 6/2020 tersebut cukup kompleks mengatur, terutama tentang pelaksanaan kampanye. Pasal 57 PKPU 6/2020 menyebutkan, setidaknya ada tujuh metode kampanye yang diperbolehkan dalam Pilkada tahun ini. Ketujuhnya yakni, pertemuan terbatas; pertemuan tatap muka dan dialog; debat publik antar pasangan calon; penyebaran bahan kampanye; pemasangan alat peraga kampanye (APK).

Kemudian, penayangan iklan kampanye di media massa cetak, media massa elektronik, dan lembaga penyiaran publik atau lembaga penyiaran swasta; dan/atau kegiatan lain yang tidak melanggar larangan kampanye dan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Pada Pasal 58 disebutkan bahwa pertemuan terbatas dan pertemuan tatap muka atau dialog harus diselenggarakan di ruangan tertutup dengan membatasi jumlah peserta yang hadir. Diwajibkan untuk menerapkan jaga jarak antar peserta minimal 1 meter.

Namun demikian, partai politik atau pasangan calon dan tim kampanye tetap diminta untuk mengupayakan kedua metode kampanye itu bisa dilakukan secara daring. Bahkan meniadakan kampanye akbar untuk daerah kategori zona rawan Covid-19. Dan Sulawesi Tenggara itu masuk dalam Zona Rawan.

DPD Partai Golkar Sulawesi Tenggara sangat menyambut baik PKPU ini. Hanya saja masih ada ruang-ruang yang belum diatur dalam PKPU tersebut. Misalnya bagaimana dengan kampanye di media social seperti facebook dan lainya.

Pembatasan kampanye terbuka seperti yang diatur dalam PKPU Nomor 6/2020 ini akan berpengaruh terhadap massifnya kampanye melalui media sosial. Dan saya yakin, itu pasti akan terjadi karena masing-masing Tim Sukses pasangan calon akan memanfaatkan media sosial sebagai media kampanye di tengah pembatasan kampanye secara langsung.

Apalagi, di era perkembangan sistem informasi yang begitu pesat seperti saat ini, media sosial menjadi alat paling efektif dan efisien untuk melakukan kampanye Pilkada, baik melalui Facebook, WhatsApp, Instagram, maupun media sosial lainnya.

Sehubungan dengan itu, saya membayangkan akan banyak muncul akun-akun palsu yang akan digunakan oleh tim-tim atau simpatisan pasangan calon Pilkada untuk mengkampanyekan jagoan masing-masing.

Menurut saya, KPU harus menyiapkan satu instrumen baru, misalnya Juknis/Juklak atau bisa juga melalui PKPU tersendiri khusus mengatur secara detail tentang pelaksanaan kampanye di media sosial. Dan ini harus menjadi perhatian serius kita bersama. Karena bagaimanapun, media sosial akan menjadi alternatif pilihan yang lebih baik dalam melakukan kampanye.

Olehnya itu, DPD Partai Golkar Provinsi Sulawesi Tenggara meminta kepada KPU untuk segera memikirkan hal ini.
Bahwa Pada pengalaman PILEG 2019 lalu, pengaturan kampanye di media sosial hanya sebatas mengatur pendaftaran akun milik peserta pemilu. KPU membatasi setiap peserta pemilu hanya boleh memiliki akun media sosial yang digunakan untuk kampanye paling banyak 10 akun.

Itupun juga, KPU tidak mengatur mengenai penyebaran konten kampanye, yang bisa saja dilakukan oleh orang di luar tim kampanye, atau oleh buzzer politik musiman yang muncul lima tahunan sekali. Belum lagi fenomena hoaks dan ujaran kebencian yang dengan mudahnya tersebar hanya dengan satu klik di akun media sosial.

Partai Golkar Provinsi Sulawesi Tenggara mengajak kepada seluruh parpol, pemerhati Pilkada, dan masyarakat untuk bersama-sama mendorong lahirnya peraturan tentang kampanye di media sosial. Ini menjadi penting sebagai salah satu upaya dalam mewujudkan Pilkada yang sehat dan demokratis.

Siapa yang bisa jamin pada minggu Tenang yang biasanya 3 hari sebelum hari pencoblosan, akun akun palsu atau akun tim sukses ini tidak mengkapanyekan Jagoanya pada Minggu Tenang. Kalau tidak diatur, lalu bagaimana sanksi nya?

Bawaslu Harus Ketat Mengawasi Kampanye di Media Sosial

Bawaslu sebagai salah satu lembaga yang diberikan tugas untuk mengawasi jalannya Pilkada, harus menyiapkan sumber daya yang handal untuk mengawasi potensi pelanggaran kampanye di media sosial.

Di masa Pandemi Covid 19 ini, PKPU nomor 6 Tahun 2020 membatasi Kampanye Akbar pasangan Calon Kepala Daerah. Sehingga menurut saya, media social akan menjadi tempat yang paling didominasi oleh Tim Sukses Pasangan calon.

Saya belum tau persis seperti apa Aturanya nanti. Apakah setiap Calon menyetor nama akun Tim sukses yang terdaftar di KPUD atau gimana.

Kalau pelanggaran kampanye di media social itu dilakukan oleh Tim sukses, Bawaslu tidak sulit untuk menyurati Tim Sukses tersebut karena ada alamat atau orangnya dikenal. Namun pertanyaanya, bagaimana Jika Pelanggaran itu dilakukan oleh akun palsu?

Bawaslu di berbagai tingkatan, mulai dari provinsi, kabupaten, sampai di tingkat kecamatan harus menyiapkan tim IT yang mampu mengidentifikasi akun-akun palsu yang melakukan pelanggaran kampanye, baik yang melakukan di luar jadwal maupun yang melakukan kampanye hitam.

Menurut saya, hal ini sudah harus dipikirkan atau diantisipasi sejak dini untuk menjaga agar Pilkada serentak yang akan diselenggarakan pada 9 Desember 2020 dapat berjalan aman dan damai. Tidak terjadi riak-riak yang pemicunya bisa saja dari media sosial yang tidak diawasi dengan baik

MUH. AMIN BAHARUDDIN

(Wakil Ketua, Bidang Komunikasi, Media, dan Penggalangan Opini, DPD Partai Golkar Provinsi Sulawesi Tenggara)