Dilansir dalam Tribunnewsmaker.Com – Berikut tanggal hari raya Idul Adha 2020 bersama panduan sholat hari raya qurban dari Kemenag. Kementerian Agama ( Kemenag) telah menyelenggarakan sidang isbat untuk menetapkan awal Dzulhijjah 1441 H, Selasa (21/7/2020) sore.
Dari hasil pengamatan hilal yang dilakukan di 87 titik di seluruh Indonesia, tanggal 1 Dzulhijjah 1441 H ditetapkan jatuh pada Rabu (22/7/2020). Dengan demikian, hari raya Idul Adha atau qurban yang jatuh pada 10 Dzulhijjah 1441 H bertepatan dengan 31 Juli 2020.
Idealnya Hari Raya Idul Adha adalah hari sukacita. Namun sayang, bagi sebagian umat Islam, sukacita itu masih terkubur oleh dukacita. Kegembiraan masih tertutupi oleh kabut kesengsaraan dan musibah yang dialami oleh sebagaian kaum muslim dinegeri-negeri muslim. Perayaan Idul Adha 2020 tahun ini juga tentu berbeda dengan dari hari raya qurban sebelumnya. Hal ini lantaran masyarakat Indonesia bahkan dunia sedang menghadapi pandemi Covid-19.
Memaknai Idul Adha adalah perkara yang penting dalam kehidupan. Makna ini perlu kita renungkan dalam-dalam dan selalu kita kaji ulang agar kita lulus dari berbagai cobaan Allah. Makna Idul Adha tersebut antara lain, menyadari kembali bahwa makhluk yang namanya manusia ini adalah makhluk yang kecil belaka meskipun berbagai kebesaran disandangnya. Inilah makna kita mengumandangkan takbir Allahu akbar, menyadari kembali bahwa tiada yg boleh di-Tuhankan selain Allah.
Sabda Rasulullah SAW, Tidak ada tuhan yang berhak disembah selain Allah, yang Tunggal dan tidak ada sekutu bagi-Nya. Milik-Nya segala kerajaan, dan milik-Nya segala pujian. Dan Dia Maha Kuasa atas segala sesuatu. Ya Allah, tidak ada yang dapat menahan dari apa yang Engkau berikan dan tidak ada yang dapat memberi dari apa yang Engkau tahan. Dan tidak bermanfaat kekayaan orang yang kaya dihadapan-Mu sedikitpun. (H.R Bukhari)
Bagaimana Menumbuhkan Sikap Berkorban ?
Pertama, membangun keyakinan yang kokoh, meyakini secara pasti aqidah Islamiyah dan menghunjamkan kuat dalam qalbu kita, diikrarkan dengan lisan kita kemudian disertai pembenaran amal perbuatan kita. Meyakini Allah-lah Sang Maha menghidupkan dan Mematikan, Pemberi Rezki, Dialah Penolong kita, tempat kita bergantung dan kembali. Ini semua akan melahirkan sikap berani dan membuang sifat pengecut. Tidak akan gentar menghadapi segala tantangan, ancaman dan cobaan dalam rangka berjuang mewujudkan ketaatan kepada Allah Subhana wa Taala.
Allah SWT berfirman, Siapa saja yang benar-benar beriman kepada Allah, hari kemudian dan beramal soleh, maka tidak kekwatiran terhadap mereka dan tidak pula mereka bersedih hati (QS.Al Maidah:69).
Kedua, Memahami Islam secara utuh (kaffah) lalu memproyeksikan hidupnya berdasarkan tuntunan yang datang dalam Islam. Standar penilaian hidupnya adalah halal haram. Makna kebahagian hidup baginya adalah manakala telah melakukan perbuatan yang diridloi Allah. Sehingga dia akan mampu dan rela berkorban demi keridhoan Allah Subhana wa Taala yang didambakan itu. Firman Allah SWT, Kembalilah kepada Tuhanmu dengan hati yang puas lagi diridhai-Nya. (QS. AL Fajr 28).
Ketiga, Mencintai kehidupan yang hakiki yaitu akhirat. Dunia ini adalah tempat kita menempuh perjalanan, bukan tujuan dari perjalanan kita.Allah berfirman:Dan carilah pada apa yang telah di anugrahkan Allah kepadamu (kebahagiaan) negeri akherat, dan janganlah kamu melupakan bagianmu dari kenikmatan dunia dan berbuatlah baik, sebagaimana Allah telah berbuat baik kepadamu, dan janganlah kamu berbuat kerusakan di muka bumi.Sesungguhnya Allah tidak menyuakai otrang-orang yang berbuat kerusakan. (QS.Al Qashas:77).
Keempat, Menjauhi wabah penyakit Wahn. Rasul menjelaskan wahn adalah hubbud dunya (cinta dunia) dan karahiyatul maut (takut mati).
Kecintaan pada akhiratlah yang menjadikan seorang muslim akan selamat dari penyakit ini. Dia akan rela mengorbankan dan mengamputasi penyakit ini dari dirinya. Hidup ini di dunia, dan kita butuh pada dunia, dan Allah juga membolehkan kita memegang dan memiliki dunia, namun jangan sampai kita sekali-kali menaruh dalam hati kita. Ketika dituntut untuk berkorban, maka seorang muslim akan mudah mempersembahkannya, karena tidak pernah menaruh dunia dalam hatinya, sehingga tidak ada rasa sakit dan kehilangan dengan lepasnya dunia dari genggamannya.
Kelima, Banyaklah menghayati bahwa tidak ada satupun sukses yang dapat dicapai tanpa pengorbanan. Setiap keberhasilan dan kebahagiaan perlu perjuangan dan pengorbanan serta tanamkan tekad yang kuat untuk mencapai ridho Allah Subhana wa Taala. Biasakanlah berkorban, dan jangan menganggap remeh pengorbanan yang nampaknya sepele. Lakukanlah pengorbanan selalu dijalan Al-lah dan Ketika sikap enggan berkorban datang, segeralah meminta perlindungan kepada Allah dari syaitan yang terkutuk.
Begitu pula memaknai berkurban tidak hanya sekedar mengalirkan darah binatang ternak, tidak hanya memotong hewan kurban, namun lebih dari itu, berkurban berarti ketundukan total terhadap perintah-perintah Allah swt dan sikap menghindar dari hal-hal yang dilarang-Nya. Allah Subhana wa Taala ingin menguji hamba-hamba-Nya dengan suatu perintah, apakah ia dengan berbaik sangka kepada-Nya dan karenanya melaksanakan dengan baik tanpa ragu-ragu? Lak-sana Nabiyullah Ibrahim.
Berkurban adalah berarti wujud ketaatan dan peribadatan seseorang, dan karenanya seluruh sisi kehidupan seseorang bisa menjadi manifestasi sikap berkurban. Karena itu Allah swt menegaskan dalam firman-Nya, Daging-daging unta dan darahnya itu sekali-kali tidak dapat mencapai (keridhaan) Allah, tetapi ketakwaan dari kamulah yang dapat mencapainya. Demikianlah Allah telah menundukkannya untuk kamu supaya kamu mengagungkan Allah terhadap hidayah-Nya kepada kamu. dan berilah kabar gembira kepada orang-orang yang berbuat baik. (Al-Hajj:37).
Dengan demikian, berkurban menjadi kebiasaan yang melegakan, bukan menjadi beban dan keterpaksaan. Karena memang kurban tidak sekedar memotong hewan, tapi lebih dari itu, ketundukan total terhadap perintah-perintah Allah Subhana wa Taala. Wallahu alam.
RISNAWATI (Pengiat Opini Media Kolaka)