Menakar Kebijakan Anggaran dan Penanganan Wabah

NUR LAILY

Pandemi virus Corona (Covid-19) masih menyisakan berbagai persoalan hidup, baik di bidang kesehatan, pendidikan, sosial maupun perekonomian bangsa. Pemerintah pun mengeluarkan anggaran besar di bidang kesehatan untuk penanganan Covid-19. Yakni, sebesar Rp87,55 triliun. Anggaran tersebut dirasa cukup dan tidak akan bertambah hingga akhir tahun walaupun kasus positif Covid-19 terus meningkat dengan jumlah penambahan rata-rata per hari di atas 1000 kasus.

Selain pemerintah mengeluarkan anggaran yang besar untuk penanganan Covid-19, pemerintah juga wajib mengevaluasi seluruh program kebijakan penanggulangan virus covid-19. Kenapa laju pasien Covid-19 terus melonjak naik dan tak kunjung turun? Peningkatan kasus pasca pelonggaran PSBB (Pembatasan Sosial Berskala Besar) ini bukan hanya terjadi di Indonesia, namun juga terjadi di negara lain. Hal ini seharusnya menjadi pembelajaran bagi Pemerintah Indonesia sebelum memutuskan program New Normal.

Iklan ARS

Sejak awal Indonesia tidak siap untuk memberlakukan program New Normal. Program tersebut justru membuat lonjakan korban yang terinfeksi virus Covid-19 terus meningkat tajam. Pemerintah seharusnya menjadikan lockdown sebagai titik solusi pandemi. Yakni, dengan cara mengunci zona merah serta memenuhi kebutuhan pangan dan kesehatan bagi rakyat. Tapi sayangnya hal itu tidak dilakukan karena ketidakmampuan negara menanggung kebutuhan rakyat dan kekhawatiran ekonomi bangsa akan lumpuh.

Ketika PSBB dilonggarkan, new normal diterapkan, aktivitas masyarakat mulai bebas seperti sediakala, kurva penularan pun meningkat luar biasa. Dari sini bisa dilihat, bahwa kebijakan – kebijakan yang diterapkan pemerintah sebelumnya seakan sia-sia belaka. Maka, kebijakan-kebijakan tersebut layak dievaluasi. Penanganan wabah terasa tidak dilakukan secara optimal dan totalitas dengan memanfaatkan seluruh potensi yang ada. Selain itu, anggaran yang dikeluarkan tidak maksimal untuk menjamin keselamatan rakyat dari wabah.

Upaya dan kesungguhan pemerintah dalam menangani virus perlu dibuktikan. Bukan hanya sekedar menghimbau. Bukan pula menyerahkan kehati-hatian pada masyarakat sendiri, sehingga membiarkan mereka beradu nasib dengan virus di luar sana. Tapi Pemerintah harus segera membuat terobosan penanganan dalam memutus mata rantai penyebaran virus. Seperti melakukan rapid tes maupun swab secara massal, gratis dan serentak. Sehingga dapat diketahui antara tubuh masyarakat yang sehat dan yang terjangkit virus. Masyarakat yang sehat bisa beraktifitas dan bekerja kembali. Sedangkan masyarakat yang terinfeksi virus akan dikarantina dan mendapatkan pengobatan serta perawatan. Dengan begitu rantai penularan bisa terputus.

Pelaksanaan tes massal tersebut butuh dana besar. Anggaran yang disediakan negara dalam penanganan covid-19 tidak cukup jika harus menyertakan pelaksanaan tes massal bagi seluruh rakyat Indonesia. Anehnya, negara yang kaya akan SDA (sumber daya alam) ini selalu kesulitan dan terdesak jika berkaitan dengan dana pemasukan negara. Hingga terjebak pada dana pinjaman berbunga yang menambah masalah berikutnya.

Seharusnya dengan memaksimalkan pendapatan SDA, Indonesia mempunyai pemasukan negara yang sangat tinggi. Namun, hal tersebut tidak terjadi jika sistem kapitalisme mencengkram negeri dan menjadikan seluruh kepemilikan SDA beralih kepada pemodal, bukan kembali pada rakyat di atas pengelolaan pemerintah.

Demikianlah yang terjadi jika dunia tetap berada pada genggaman kapitalis, mungkin saja wabah ini akan berlanjut sampai batas waktu yang tidak bisa ditentukan. Saat ini umat kehilangan sosok pemimpin sejati yang menjadikan keselamatan hidup rakyat sebagai prioritas utama. Pemerintah seolah tak berdaya dalam memutus rantai penyebaran virus namun berkuasa mencabut kebijakan pelonggaran PSBB demi kepentingan para kapitalis dan penguasa.

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam menegaskan bahwa pemimpin adalah pelayan yang akan diminta pertanggungjawaban atas urusan rakyatnya. Maka, seorang pemimpin di dalam sistem Islam mempunyai sifat dan karakter mulia yang mampu memberikan rasa aman kepada masyarakat. Wallahualam bi shawab.

NUR LAILY (Aktivis Muslimah)