Pada tanggal 2 Agustus 2020, sejumlah tokoh nasional mendeklarasikan KAMI (Koalisi Aksi Menyelamatkan Indonesia). Di dalam koalisi ini ada Din Syamsuddin, Rocky Gerung, Refly Harun dan beberapa tokoh lainnya.
Menurut penuturan Prof. Dien Syamsuddin, KAMI merupakan gerakan moral untuk menyelamatkan Indonesia dan mengembalikan Indonesia agar menetapi tujuan berbangsa dan bernegara sesuai Pancasila dan UUD 1945. Senada pula, Refly Harun menyampaikan bahwa partisipasi kelompok diperlukan untuk meluruskan negara yang tidak menjalankan kewajibannya. Melindungi, mencerdaskan, dan mensejahterakan seluruh rakyat itulah kewajiban negara, imbuhnya.
Menyikapi koalisi ini, Wakil Ketua PBB (Partai Bulan Bintang), Sukmo Harsono mempertanyakan tentang menyelamatkan Indonesia dari apa. Bahkan lebih jauh ia menyatakan Presiden Jokowi tidak melakukan pelanggaran apapun. Tambahnya pula, pemerintah sudah serius dalam menangani Covid-19. Mestinya spirit Idul Adha menjadikan kita bisa bekerjasama menyelesaikan persoalan bangsa. Jadi tidak perlu ada narasi seolah Indonesia berada dalam ancaman, imbuhnya.
Dari tanggapan Sukmo tersebut, memang persoalan mendasar yang mesti dirumuskan para tokoh KAMI adalah tentang ancaman apakah yang saat ini sedang membahayakan Indonesia dan dengan apa menyelamatkan Indonesia. Masih ada rentang waktu yang cukup sebelum KAMI dilaunching resmi pada tanggal 17 atau 18 Agustus 2020. Untuk menggodok ancaman apa dan dengan apa selamatkan Indonesia ada waktu sekitar 15 atau 16 hari.
Adanya koalisi seperti ini tentunya memberikan gambaran akan bangkitnya daya kritis masyarakat. Hanya saja daya kritis masyarakat termasuk tokoh, sebagaimana yang dilangsir oleh Syaikh Taqiyuddin An Nabhaniy dalam Takattul Hizbiy perlu memiliki ide dan metode memperjuangkan ide yang jelas dan jernih. Di samping bersandar kepada pribadi – pribadi yang ikhlas berkorban. Jika tidak demikian, koalisi – koalisi masyarakat yang serupa akan kehilangan arah dan akhirnya tidak terdengar kembali.
Sesungguhnya sejak Indonesia merdeka hingga saat sekarang ini, arah penyelenggaraan politik dan pemerintahannya sesuai dengan platform pemikiran dan ideologi rejim yang berkuasa. UUD 1945 dan Pancasila ibaratnya merupakan falsafah umum dalam bernegara. Tentunya keduanya membutuhkan komplemen pelengkap dari ideologi dunia. Sedangkan ideologi dunia itu adalah Kapitalisme Sekuler, Sosialisme Komunisme dan Islam.
Secara obyektif bila kita mau bertanya, bagaimana sih konsep politik dan pemerintahan pancasila? Apakah jawabannya Demokrasi? Tentu bukan. Demokrasi itu sistem politik dan pemerintahan ala Ideologi Kapitalisme Sekuler. Begitu pula bila kita bertanya, bagaimana konsep ekonomi pancasila itu? Apakah jawabannya adalah Liberalisme dan Neoliberalisme? Tentu bukan. Konsep ekonomi Liberalisme dan Neo-liberalisme itu berasal dari Ideologi Kapitalisme Sekuler. Satu lagi, bagaimana sih konsep keadilan menurut Pancasila? Jawabannya apakah gotong royong dan Nasakom? Tentu bukan. Gotong royong dan Nasakom lebih merupakan konsepsi sosial ala Ideologi Sosialisme Komunisme.
Realitasnya dalam pemerintahannya, para penguasa negeri ini mengambil konsepsi – konsepsi dari ideologi Kapitalisme dan Komunisme. Belum pernah para penguasa negeri ini mengambil konsepsi politik, pemerintahan, ekonomi lainnya dari Islam. Di sinilah letak ancaman bagi Indonesia. Ringkasnya, penerapan Kapitalisme dan Komunisme itulah ancaman bagi negeri ini.
Di masa orde baru, PKI justru dibolehkan hidup dan mengikuti Pemilu. Puncaknya PKI membuka wajah aslinya ingin mengubah Pancasila dengan landasan Komunis atheis. Di masa orde baru, penerapan asas tunggal pancasila dan UU subversif telah memberangus suara – suara Islam. Cengkeraman AS begitu kuat di Indonesia dengan Kapitalismenya. Kekayaan alam dikangkangi korporasi.
Freeport misalnya sudah mengangkangi tambang emas di Papua. Di masa pemerintahan sekarang tidak jauh beda, bahkan lebih brutal lagi. Yang dibentuk rejim lebih mengarah pada terbentuknya Negara Kekuasaan. Kriminalisasi ajaran Islam makin masif, SDA habis dijual, ekonomi terpuruk, utang negara menumpuk, korupsi merajalela, dan dekadensi moral tidak terbendung. Bahkan munculnya RUU HIP adalah bentuk upaya mengubah pancasila ke orbit Sosialisme Komunisme dan Marhaenisme.
Pertanyaannya, apakah ini semua merupakan praktek Pancasila? Yang ada adalah kooptasi Pancasila dengan ideologi Kapitalisme dan Komunisme. Dan yang perlu disadari oleh semua elemen bangsa ini, Kapitalisme dan juga Komunisme notabenenya merupakan ideologi negara – negara imperialis.
Oleh karena itu, sudah semestinya Indonesia harus diselamatkan dari semua bentuk penjajahan. Islam yang menjadi keyakinan mayoritas bangsa ini sejatinya yang mampu menyelamatkan dari penjajahan. Sejak jaman penjajahan fisik, Islam telah memainkan perannya mengusir penjajah. Islam sebagai ideologi yang berasal dari Tuhan semesta alam, Alloh Swt telah memberikan tatanan sistem kehidupan yang lengkap dan menyejahterakan.
Pancasila sebagai falsafah luhur bangsa Indonesia yang menginginkan kehidupan bangsa yang beriman dan bertaqwa, beradab, bersatu, berdaulat dan berkeadilan. Pastinya dengan penerapan ideologi Islam, cita – cita dan keluhuran bangsa akan bisa diwujudkan. Islam akan membebaskan manusia dari penjajahan sesama manusia yang dholim dan kebetulan berkuasa.
Walhasil dengan rumusan yang jelas, yakni Indonesia harus diselamatkan dari penjajahan Kapitalisme dan Komunisme, KAMI akan menjadi gerakan moral yang konstruktif, berpengaruh dan visioner. Selanjutnya, diskusi – diskusi konstruktif dan progresif tentang ideologi Islam sebagai mainstream masa depan Indonesia dan dunia, perlu menjadi agenda para tokoh dan intelektual negeri ini, lebih – lebih yang berada dalam koalisi. Yang perlu juga menjadi pemahaman bersama, tatkala Islam diterapkan pastinya rahmat kehidupan akan dirasakan oleh semua manusia tanpa memandang suku bangsa, warna kulit, golongan dan agama. Dan di dalam wadah sistem keKhilafahan itulah, Islam akan bisa diterapkan secara paripurna.
AINUL MIZAN (Peneliti di LANSKAP)