Sosmed Lahan Kejahatan di Masa Pandemi

NUR RAHMAWATI, SH

Saat ini adalah zaman teknologi. Dimana perubahan besar dalam peradaban kehidupan manusia telah terjadi. Kemudahan dalam akses informasi secara cepat kini ada dalam genggaman. Apalagi diimbangi dengan kecanggihan alat tersebut seperti hand phone, komputer,laptop dan internet. Sehingga begitu dibutuhkannya akses internet dalam kehidupan sehari-hari.

Youtube menjadi platform yang paling sering digunakan pengguna media sosial di Indonesia berusia 16 hingga 64 tahun. Persentase pengguna yang mengakses Youtube mencapai 88%. Media sosial yang paling sering diakses selanjutnya adalah WhatsAppa sebesar 84%, Facebook sebesar 82%, dan Instagram 79%.

Iklan ARS

Sebagai informasi, rata-rata waktu yang dihabiskan masyarakat Indonesia untuk mengakses sosial media selama 3 jam 26 menit. Total pengguna aktif sosial media sebanyak 160 juta atau 59% dari total penduduk Indonesia. 99% pengguna media sosial berselancar melalui ponsel. (Katadata.co.id, 26/2).

Sayangnya, penggunaan sosial media (sosmed) jika tidak diimbangi dengan ilmu dan tidak bijak dalam penggunaannya, maka yang terjadi kerugian bagi diri sendiri dan orang lain. Hal ini juga yang mendasari terjadinya kejahatan di sosmed. Terlebih-lebih di musim wabah saat ini, kehidupan tak menentu, kebutuhan kian melonjak dan kesempatan melakukan kejahatan pun terbuka lebar di saat yang lain disibukkan dengan urusan penanganan dan penanggulangan pandemi.

Dikutip dari detik.com, Lebih dari 70 ribu foto perempuan pengguna Tinder dibagikan tanpa izin pada suatu forum kejahatan siber. Ini berpotensi merugikan pengguna dalam jangka panjang dalam hal penipuan dan pelanggaran privasi.

Dikutip dari Fox Business, Aaron DeVera, peneliti di Cybersecurity White Ops mengatakan telah menemukan hampir 16 ribu foto pengguna Tinder di website yang biasa dikenal sebagai trading malware.

“Data seperti ini biasanya menarik para penipu, digunakan sebagai koleksi akun palsu untuk meyakinkan korban di platform lain,” ujar DeVera. (20/1).

Hal tersebut, tidak hanya terjadi di kota-kota besar seperti Jakarta, bahkan bisa merambah hingga pedesaan. Karena diketahui bahwa pengguna sosmed saat ini lebih didominan para remaja. Sehingga dikhawatirkan jika tak bijak dalam penggunaannya akan merusak masa depan mereka.

Sistem Lemah Penjagaan

Negara kita saat ini, menerapkan sistem demokrasi. Yang kita ketahui bersama bahwa demokrasi memiliki asas kebebasan yang diatur dalam UU HAM, diantaranya kebebasan berpendapat, berperilaku, bergama dan kebebasan lainnya. Sehingga sandaran perbuatannya adalah nafsu, sehingga mengesampingkan nilai-nilai etika, kesopanan dan penghormatan.

Lantas, apa yang akan dilahirkan oleh sistem seperti ini?. Dapat kita lihat, kejahatan kian meningkat, tontonan pornografi dimana-mana, terlebih lagi sebab sosmed banyak remaja menjadi rusak karena penyebaran budaya asing yang cukup signifikan melalui jalur internet. Penjagaan perintahpun tak sampai menkangkau hingga keakar. Kita lihat sekarang KPI mulai mandul, tak mampu lagi memfilter tontonan yang merusak moral, sinetron yang mengajarkan pacaran terus merajai perfilman Indonesia. Sungguh sangat miris.

Sosmed dalam Perspektif Islam

Islam tidak hanya membahas tentang ibadah. Lebih jauh lagi Islam membahas semua urusan kehidupan manusia termasuk teknologi dalam hal ini sosmed. Bagi seorang muslim, kesadaran akan berkembangnya ilmu dan teknologi telah terjawab dalam al-Qur’an dan as-Sunnah yang turun 1400 tahun yang lalu, sehingga dalam setiap perubahan zaman seperti apapun dia tidak pernah meninggalkan jati dirinya sebagai muslim, sehingga tidak kehilangan pijakan dasar untuk menentukan sikap, termasuk ledakan perkembangan teknologi seperti hari ini.

Berdasarkan hasil penelitian dari al-Qur’an dan as-sunnah, maka para ulama membuat kaidah-kaidah ushul fikih dengan tujuan agar mampu memberikan jawaban yang tidak tertera didalam al-qur’an, as-sunnah maupun ijma’. Dalam hal ini para ulama memiliki kaidah yaitu:

الأصل في الأشياء الإباحة حتى يدل الدليل على التحريم

“Hukum asal segala sesuatu itu diperbolehkan kecuali ada dalil yang mengharamkannya”.

Oleh karenanya diperlukan batasan-batasan yang ditulis oleh para ulama terkait media sosial:

Pertama, tidak meninggalkan sesuatu yang telah diwajibkan oleh syariat.

Kedua, tidak terjerumus pada hal-hal yang diharamkan. Yaitu dengan melazimi segala sesuatu yang telah disyariatkan agar tidak terjerumus pada dosa ghibah, namimah, membuka aib saudaranya dll.

Ketiga, me-manage waktu, agar tidak terbuang sia-sia dengan hal yang tidak bermanfaat.

Keempat, mematuhi perundang-undangan tentang teknologi yang ditentukan berdasarkan syariat Islam.

Kelima, setiap muslim yang bermuamalah melalui media sosial diharamkan untuk melakukan hal-hal seperti ghibah, fitnah, menyebarkan kebencian dan lain sebagainya.

Dengan demikian, jika sistem Islam diterapkan dengan total, tentunya akan memberikan jaminan keamanan, terutama bagi para penerus bangsa dan pengguna sosmed. Sehingga kejahatan-kejahatan melalui sosmed dapat dicegah dan ditanggulangi dengan nyata. Semoga kita segera beralih pada sistem yang sempurna buatan Allah SWT. WalLâhu a’lam bi ash-shawâb.

NUR RAHMAWATI, SH
Praktisi Pendidikan