“Rakyat dulu, pemimpin belakangan”. Ini adalah kutipan jawaban Erick Thohir saat wawancara oleh kumparan pada 7 Agustus 2020. Lebih lanjut ketua pelaksana Komite Covid-19 dan Pemulihan Ekonomi Nasional menyatakan tidak etis bila pemimpin duluan yang diberi vaksin Covid-19 produk Sinovach China (www.tempo.co, 7 Agustus 2020).
Anehnya, Erick Thohir justru merekom Jubir Kementrian BUMN untuk diujicoba vaksin. Bahkan ia berani meyakinkan jika pada uji klinis pertama dan keduanya diberikan ke manusia. Hingga akhir Agustus ini, ditargetkan ada 1.620 relawan untuk uji klinis ketiga. Justru sikap Erick Thohir ini menimbulkan tanda tanya besar. Kalau memang aman, tentunya pemimpin lebih layak memberi contoh pada rakyatnya untuk diberi vaksin China terlebih dulu? Ataukah timbul kekuatiran terkait keamanan vaksin Sinovach tersebut?
Jadi sangat masuk akal bila rakyat kuatir. Alasannya pemimpinnya saja tidak mau diberikan vaksin terlebih dulu. Lebih – lebih telah beredar berita tentang rakyat China yang tidak percaya terhadap vaksin produk negerinya sendiri.
Skandar besar vaksin di China tahun 2018 telah meniadakan kepercayaan rakyat China terhadap vaksin negerinya. Sebuah perusahaan besar vaksin Changcun Changseng Biotechnology telah memproduksi vaksin rabies kedaluarsa. Dan yang membuat rakyat China sulit percaya, skandal tersebut melibatkan aparatur negara yakni 4 Balai Makanan dan Obat China. Jadi sangatlah tidak bijaksana bahkan tidak etis meminta rakyat Indonesia untuk diberikan vaksin dari China. Sementara produk vaksin China tidak dipercaya rakyatnya sendiri.
Tidak bisa beralasan bahwa pemimpin itu, tut Wuri handayani (di belakang memberikan dorongan). Jangan lupa, munculnya Tut Wuri Handayani itu didahului oleh pemimpin yang melakukan Ing Ngarso Sung Tuladha (di depan memberi contoh teladan) dan Ing Madyo Mangun Karsa (di tengah membangun kehendak). Bukankah Rasulullah Saw bersabda:
انّما الامام جنّةٌ يقاتل من ورائه ويتقى به
Sesungguhnya fungsi pemimpin itu adalah perisai. Orang – orang berperang di belakangnya dan berlindung kepadanya (HR Muslim).
Perisai itu adalah pelindung. Tatkala seorang pemimpin disebut sebagai perisai artinya pemimpin itu melindungi rakyatnya dari bahaya, dari pihak – pihak yang bisa mendatangkan kemudhorotan pada rakyat dan dari serbuan musuh kepada rakyat. Demikianlah seharusnya pemimpin memposisikan dirinya.
Adalah Khalifah Umar bin Khaththab ra memberi teladan seorang pemimpin sebagai perisai rakyatnya. Pada masanya pernah terjadi paceklik dan kelaparan. Abdurrahman bin Abu Bakr ra meriwayatkan bahwa Umar ra selama masa sulit tersebut, hanya mengkonsumsi roti kasar dan minyak samin. Akibatnya kulit beliau menjadi kusam. Pernah suatu hari, Umar ra harus memanggul sekarung tepung gandum untuk diantarkannya kepada seorang ibu miskin agar sang ibu bisa memberikan makanan layak buat anak – anaknya. Ini semua dilakukannya guna menghindarkan rakyatnya dari bahaya. Di samping itu, Umar ra menjadi pemimpin yang sangat empati terhadap penderitaan rakyatnya. Bahkan pantang bagi Umar bin Khaththab ra untuk menyerahkan rakyatnya kepada musuh.
Pendek kata, seharusnya pemimpin negeri – negeri kaum muslimin memposisikan dirinya sebagai perisai dan tameng buat rakyatnya. Mereka harus menyadari bahwa tanpa adanya rakyat, pemimpin itu tidak ada maknanya. Bukankah para pemimpin itu diberi amanat untuk mengurusi rakyatnya agar selamat dan sejahtera, bukan malah menyengsarakan rakyatnya. Pandemi Covid-19 ini menjadi batu ujian bagi kepemimpinan negeri ini khususnya. Apakah mereka berpihak kepada rakyatnya ataukah tidak? Bila yang terjadi justru pemerintah membebani dan bisa membahayakan rakyatnya maka pandemi Covid-19 hanya akan mengkonfirmasi betapa abainya penguasa dalam sistem Demokrasi terhadap nasib rakyatnya.
Sepanjang pandemi Covid-19 ini, berbagai kebijakan pemimpin telah membebani rakyatnya. Dari kenaikan iuran BPJS, liberalisasi listrik, iuran Tapera, dan nihilnya subsidi pemerintah dalam pembelajaran daring. Malah sekarang, disodorkan kepada rakyat untuk menjadi relawan guna uji coba vaksin Covid-19 produksi China. Mengapa tidak dikembangkan sendiri vaksin Covid-19 sehingga data pasien bisa tetap aman, tidak sampai bocor kepada negara lain? Tentunya ini membahayakan.
Hanya pemimpin dalam sistem Islam betul – betul menjadi pelayan rakyatnya. Mereka benar – benar menyadari bahwa kepemimpinan itu tanggung jawab besar dunia dan akherat. Bila seorang pemimpin tidak bisa menjalankan amanah kepemimpinan sesuai aturan Islam, niscaya kepemimpinan tersebut adalah kehinaan yang besar bagi dirinya. Ia akan berhati – hati dalam kepemimpinannya. Ia tidak akan menyerahkan rakyatnya kepada bangsa dan negara penjajah. Dengan kesadaran demikianlah pemimpin akan berusaha lurus dalam mengurusi rakyatnya. Pribadi pemimpinnya bertaqwa, sistem hukumnya adalah syariat Islam dan rakyat yang melakukan koreksi kepada pemimpin. Ketiga pilar tersebut hanya bisa terwujud dalam kehidupan yang menerapkan Syariat Islam di bawah naungan al – Khilafah Islam.
AINUL MIZAN (Peneliti LANSKAP)
Sabtu, 08 Agustus 2020