Lari dan ditemukannya koruptor di negeri ini bukan merupakan hal baru. Teranyar setelah Maria Pauline Lumowa (pembobol Bank BNI senilai Rp 1,7 Triliun, buron selama 17 tahun, yang ditangkap di Serbia), giliran Djoko Tjandra (buronan pembobol Bank Bali yang bisa membuat e-KTP di Kelurahan Grogol) ditangkap di Malysia. Lari atau kaburnya para buronan tersebut mengindikasikan ada yang salah dalam sistem hukum di negara ini.
Dilansir dari Kompas.Com (1/8/2020), Djoko Tjandra, Resmi Jadi Narapidana Setelah Buron 11 Tahun. Bareskrim Polri telah secara resmi menyerahkan terpidana kasus pengalihan hak tagih Bank Bali Djoko Tjandra ke Kejaksaan Agung. Penyerahan tersebut dilakukan di Gedung Bareskrim Mabes Polri, Jakarta, Jumat (31/7/2020) Pukul 21.00 WIB.
Setelah proses penyerahan, untuk sementara Djoko Tjandra akan mendekam di Rutan Cabang Salemba, Mabes Polri. “Ini tentu memudahkan bagi Bareskrim untuk melakukan penyelidikan dan pemeriksaan lebih lanjut,” tutur Kabareskrim Komjen (Pol) Listyo Sigit Prabowo.
Listyo mengatakan, pihaknya akan memeriksa lebih lanjut Djoko Tjandra, terkait beberapa dugaan kasus lain yang menjeratnya yakni penerbitan surat jalan dan rekomendasi. Selain itu, Bareskrim juga akan mendalami dugaan aliran dana ke pihak-pihak yang membantu pelarian Djoko Tjandra.
Sebelum penangkapan Djoko Tjandra di Malaysia, Kapolri, Jenderal Idham Azis telah mencopot tiga perwira kepolisian. Pencopotan itu lantaran ketiganya diduga terlibat dalam kasus buron Djoko Tjandra dapat lenggang kangkung di Indonesia sampai akhirnya kembali menghilang.
Ketiga perwira tinggi itu adalah Brigadir Jenderal Prasetijo Utomo (Kepala Biro Koordinasi dan Pengawasan PPN Bareskrim Polri), Inspektur Jenderal Napoleon Bonaparte ( Kepala Divisi Hubungan Internasional Polri) dan Brigadir Jenderal Nugroho Slamet Widodo (Sekretaris NCB Interpol Indonesia Divisi Hubungan Internasional Polri).
Kabareskrim, Listyo menegaskan tidak akan pandang bulu mengejar pihak-pihak yang terlibat dalam pelarian buronan Djoko Tjandra. Listyo berjanji akan melakukan pengusutan secara transparan dan terbuka terkait kasus ini. (Liputan6.com/23/7/2020)
Hukum Sekuler Vs Hukum Islam
Dalam Islam, korupsi memiliki tiga istilah yang paling popular yaitu : (1) Al-rishwah (suap menyuap atau gratifikasi), (2) Al-shut (gratifikasi atau suap) dan (3) Al-ghul (menyembunyikan sesuatu yang bukan haknya).
Islam dengan tegas membenci tindakan korupsi. Dari Jabir bin Abdullah ra berkata, Rasulullah saw bersabda, “Wahai manusia, bertakwalah kepada Allah dan berbuat baiklah dalam mencari harta, karena sesungguhnya jiwa manusia tidak akan puas/ mati hingga terpenuhi rezekinya walau pun ia telah mampu mengendalikannya (mengekangnya), maka bertakwalah kepada Allah swt dan berbuat baiklah dalam mencari harta, ambillah yang halal dan tinggalkan yang haram” (HR Ibnu Majah).
Fakta buronnya para koruptor hingga ke luar negeri dan setelah bertahun-tahun baru dapat ditangkap, semakin membuka mata umat. Umat semakin sadar bahwa terdapat banyak kelemahan dalam produk hukum sekuler yang dianut saat ini. Yang mana hukum sekuler (pemisahan agama dari kehidupan) bersumber dari akal manusia. Akal manusia memiliki keterbatasan, berbeda dengan hukum Islam, yang mana sumber hukumnya berasal dari Al Qur’an, as-Sunnah, Ijmak Sahabat dan Qiyas Syar’i. Karena bersumber dari wahyu Allah swt, pastinya hukum Islam akan terhindar dari perselisihan.
Selain itu sanksi dalam hukum Islam sangat berefek jera bagi pelaku, yang mana korupsi dalam Islam dapat disanksi qishas (potong tangan), termasuk sanksi hudud. Tindakan kejahatan yang mengharuskan dijatuhkan had (hudud) ada tujuh jenis diantaranya mencuri.
Melihat perbedaan mendasar dari hukum sekuler yang diadospi negara saat ini, dengan hukum Islam, yang tampak dengan fakta penegakan hukum yang tajam ke bawah dan tumpul ke atas, pastinya secara otomatis akan menjadikan umat lambat laun akan mendesak penguasa negeri ini untuk menerapkan sistem Islam. Karena itu jangan salahkan umat di negeri ini jika suatu saat hal tersebut akan terjadi. Wallahu’alam bishowab[].
ULFAH SARI SAKTI, S.Pi (Jurnalis Muslimah Kendari)