Soal Tapal Batas, Masyarakat Lapandewa dan Sampolawa Berseteru

Cek cok antara warga Sampolawa dan Lapandewa. Warga kembali mendatangi wilayah perbatasan
Foto: ist

TEGAS.CO., BUTON SELATAN – Permasalahan Warga Kecamatan Sampolawa dan Lapandewa Buton Selatan (Busel), soal sengketa tapal batas seakan tak ada akhir, pada Sabtu (12/8/20) kedua warga tersebut kembali bersitegang.

Salah satu tokoh pemuda Sampolawa, Rismanto mengatakan, konflik ini sudah terjadi dari beberapa tahun silam. Pihaknya juga sudah pernah bertemu dengan pemerintah daerah guna menyelesaikan konflik tersebut. Hanya saja hingga kini tak ada penanganan serius dari pemerintah. Padahal, tim terpadu penyelesaian sengketa tapal batas Pemda telah terbentuk.

Iklan ARS

Menurutnya, bila tim terpadu tak mampu menyelesaikan persoalan ini, pemerintah daerah diminta untuk segera merampungkan dan mengesahkan dokumen rencana tata ruang wilayah (RTRW) Busel. Pasalnya, tapal batas dan batas tegas wilayah diatur dalam dokumen tersebut.

“Jadi, lahan tersebut saat ini masih berstatus quo. Artinya belum ada kejelasan pemilik hak kedua wilayah tersebut,” paparnya.

Ia berharap, pemerintah Busel segera menyelesaikan persoalan ini. Jika tidak, akan ada korban berikutnya.

“Tim tapal batas saat itu sudah bekerja selama 3 hari. Nah, dari Lande, Lapandewa, kaindea dan Lapandewa makmur sudah turun untuk dipertemukan. Saat itu difasilitasi langsung oleh Pemda Busel. Hanya saja, persoalan ini tidak lagi diselesaikan oleh Pemda, alasannya juga tidak jelas,” katanya

Tak hanya berkomunikasi dengan tim terpadu, dirinya juga telah berkomunikasi dengan bagian Tapem. Bahkan, ia pernah melayangkan surat resmi menyusul adanya pembangunan rumah warga dikawasan objek sengketa. Namun pihak Tapem enggan merespon seluruh aduan itu.

“Jika merujuk pada titik koordinat masing-masing desa yang diambil saat itu, masyarakat yang Kainde mengklaim lahan tersebut kawasan mereka, sementara tanah itu masih berstatus quo, artinya, harusnya jangan dulu ada pembangunan disitu,” bebernya.

Sejak terbentuk sebagai daerah otonom baru di Sultra, Buton Selatan terus mengalami perkembangan. Hanya saja, keterbatasan lahan di masing-masing wilayah menjadi kendala utama untuk melakukan pembangunan. Apalagi, wilayah Lande merupakan wilayah pesisir.

Karena itu, ia meminta pemerintah daerah segera menyelesaikan persoalan ini agar masyarakat bisa mendapatkan hunian yang layak.

“Kita juga ini mau membangun, hanya saja kita mau membangun diatas (wilayah objek sengketa) tidak bisa juga. Sementara kita ini di teluk, tidak bisa membangun ke laut,” tuturnya.

Sementara itu, Kabag Tapem Busel, LM. Martosiswoyo belum melakukan klarifikasi terkait masalah ini. Padahal, jawaban Pemda sangat dibutuhkan oleh warga.

Di tempat berbeda, tokoh pemuda Lapandewa, La Masali Lapandewa, mengatakan, yang perlu diketahui saat ini adalah status objek masalah. Apakah penyelesaiannya merujuk pada hukum administrasi atau hukum adat. Sebab diketahui, desa Gerak Makmur (Lande) merupakan bagian adat Lapandewa saat masih bergabung dalam kabupaten Buton.

“Jadi yang terpenting itu adalah kehadiran pemerintah. Pemerintah harus hadir dalam persoalan ini. Sebab hal ini merupakan kewenangan daerah,” jelasnya.

Ia berharap pemerintah segera menghentikan segala aktifitas yang tengah berlangsung di wilayah objek sengketa. Jika tidak, akan ada korban berikutnya seperti yang terjadi beberapa waktu lalu.

REPORTER: JSR
EDITOR: H5P