Polemik Denda Protokol Kesehatan

Hamsina Halisi Alfatih

TEGAS.CO,. KENDARI – Pemerintah Kota Kendari resmi memberlakukan sanksi denda bagi yang tidak menggunakan masker. Sanksi tersebut diatur dalam Peraturan Wali Kota (Perwali) Nomor 47 Tahun 2020 dan pemberlakuan jam malam di Kota Kendari, terhitung tanggal 2 September 2020. Ketentuan jam malam ini dituangkan dalam Surat Edaran Wali Kota Kendari nomor 443.1/2992/2020. (Telisik.id,02/09/20)

Selain pemberlakuan denda bagi warga yang tak memakai masker, pemerintah Kota Kendari juga akan memberlakukan jam malam mulai pukul 22.00 Wita s/d 04.00 Wita. Bagi warga yang melanggar akan dikenakan sanksi pembinaan oleh aparat Polisi, TNI dan Satpol PP. Sanksi yang telah diberlakukan sejak tanggal 2 September tersebut tentu akan menuai polemik pro kontra ditengah-tengah masyarakat.

Iklan Pemkot Baubau

Bagaimana tidak, selama pendemi masyarakat dihantam dengan kondisi perekonomian yang sangat memilukan. Justru kabarnya sanksi sosial yang ditetapkan oleh pemerintah Kota Kendari bagi warga yang melanggar berkisar 100 ribu hingga 200 ribu rupiah. Apakah ini wajar ataukah hal ini merupakan “modus” pemerintah untuk mengatasi penyebaran virus Corona ? Pertanyaan ini hanya asumsi atas fakta memilukan dari kondisi masyarakat saat ini.

Melihat kenyataan atas kebijakan pemerintah yang bisa dikatakan gegabah dalam mengatasi pandemi, hal ini justru akan semakin menggiring opini bahwa pemerintah sebenarnya tidak serius dan kurang tepat sasaran. Hal tersebut justru tidak selaras dengan penanganan virus Corona yang semestinya. Padahal, pemerintah Kota Kendari seharusnya memfokuskan penanganan Covid-19 dengan pertama melakukan penguncian wilayah secara total. Kedua, mengedukasi perihal pencegahan virus Corona sebab tidak semua masyarakat paham akan bahaya virus tersebut. Ketiga, memfasilitasi alat-alat kesehatan yang mampu menunjang keselamatan pasien. Keempat, menyediakan layanan kesehatan yang handal.
Jika penanganan yang dilakukan seperti yang disebutkan diatas, hal ini akan memungkinan untuk memutuskan penyebaran virus Corona tanpa harus memberlakukan sanksi sosial kepada masyarakat. Mengingat kondisi masyarakat yang semakin memprihatinkan saat ini, pemerintah seharusnya memikirkan dampak atas kebijakan yang bisa dikatakan akan menzalimi masyarakat.

Kebijakan yang mementingkan asas manfaat memang hanya akan kita jumpai dalam sistem kapitalisme. Beda halnya ketika Islam menyikapi adanya penyebaran wabah yang mengancam kehidupan umat. Saat menghadapi wabah, Islam akan lebih mementingkan keselamatan atas kesehatan umat dengan menyediakan berbagai solusi.

Saat wabah, negara seharusnya memberlakukan penguncian atau karantina wilayah secara total dengan tidak membiarkan orang asing ataupun warga yang berada di wilayah yang terpapar virus keluar masuk. Penguncian wilayah seperti ini telah dicontohkan pada masa kepemimpinan Rasulullah SAW. Saat terjadi wabah kusta yang menular dan mematikan sebelum diketahui obatnya Rasulullah SAW memerintahkan untuk tidak dekat-dekat atau melihat orang yang mengalami kusta atau lepra.

Rasulullah juga pernah memperingatkan umatnya untuk jangan mendekati wilayah yang sedang terkena wabah. Sebaliknya, jika sedang berada di tempat yang terkena wabah, mereka dilarang untuk keluar. Beliau bersabda:
“Jika kalian mendengar wabah terjadi di suatu wilayah, janganlah kalian memasuki wilayah tersebut. Sebaliknya jika wabah itu terjadi di tempat kalian tinggal, janganlah kalian meninggalkan tempat itu” (HR. Al-Bukhari).

Tak hanya melakukan penguncian atau karantina wilayah, saat wabah pemberian edukasi pencegahan pun harus dioptimalkan. Edukasi ini tentu harus ada peran negara yang memaksimalkan hal tersebut kepada umat misalnya dengan tidak mengkonsumsi makanan yang memicu terserangnya virus. Serta mengedukasi pemakaian masker dan menjaga kesehatan.
Dan terkait pengobatan terhadap masyarakat yang positif terdampak virus, hal ini haruslah segera ditangani dengan karantina. Maka peran negara disini adalah menyediakan sarana dan prasarana alat-alat kesehatan serat dokter terbaik tanpa memungut biaya sepersen pun. Kesehatan gratis yang diberikan tidak memilah-milih baik kaya ataupun miskin tanpa adanya diskriminasi. Dan masalah pembiayaan tersebut itu diambil dari kas Baitul Mal, baik dari pos harta milik negara maupun milik umum.

Dan pengoptimalan terkait penyembuhan serta pencegahan virus, sejak dulu Islam telah memproduksi vaksin. Cikal bakal vaksinasi itu dari dokter-dokter Muslim zaman Khalifah Turki Utsmani, bahkan mungkin sudah dirintis sejak zaman Abbasiyah. Maka hal ini haruslah menjadi acuan negara untuk memproduksi vaksin bukan hanya sekedar mengharap bantuan dari negara-negara barat. Mengingat negeri ini merupakan muslim terbesar di dunia yang sangat mungkin diharapkan bisa memberi kontribusi besar bagi negara-negara muslim yang tidak mampu menangani penyebaran virus Corona.

Demikian bagaimana Islam mengatasi terkait penyebaran virus Corona, bukan hanya sekedar memberi denda sosial terkait pelanggaran protokol kesehatan. Hal ini haruslah disertai dengan langkah-langkah yang optimal agar mampu memutuskan mata rantai penyebaran virus Corona.

Wallahu A’lam Bishshowab

Penulis : Hamsina Halisi Alfatih

Editor : YA