“Barangsiapa yang keluar dalam rangka menuntut ilmu, maka ia dalam jalannya Allah hingga ia kembali.” (Al-Hadis)
Sudah tujuh bulan sejak kasus covid-19 pertama kali ditemukan di Indonesia, wabah ini belum menunjukkan angka penurunan. Sebaliknya jumlah orang yang terinfeksi terus bertambah. Data per tanggal 17/8/2020, yang positif 232.628 orang, yang sembuh 166.686 orang, yang meninggal 9.222 orang. (Covid19.go.id)
Sementara itu ada 10 provinsi yang terbanyak melaporkan kasus positif covid-19, yang pertama DKI Jakarta, dan Jawa Barat ada di urutan ketujuh. (www.Kompastv, 13/8/2020)
Akan tetapi Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud), Nadiem Makarim, mengizinkan sekolah kembali dibuka untuk KBM tatap muka di tengah pandemi covid-19 yang belum mereda. Awalnya Menteri hanya mengizinkan sekolah yang berada di zona hijau yang dibuka, 15 Juni lalu, dua bulan kemudian Nadiem bergerak lebih jauh dengan mengizinkan sekolah yang berada di zona kuning. Tapi keputusan terakhir ada di pemerintah daerah, jika diizinkan maka kepala sekolah harus memenuhi sejumlah kriteria.
Kebijakan ini memunculkan klaster baru penyebaran covid-19. Mulai dari siswa, guru, hingga petugas sekolah dinyatakan positif covid-19. Salah satu sekolah yang menjadi klaster baru penyebaran covid-19 adalah SMPN 7 Cirebon Jawa Barat. Di sini sekolah dibuka mulai 3 Agustus lalu, seorang siswa dinyatakan positif. Akibatnya KBM tatap muka di Cirebon kembali ditutup dua hari setelahnya. Akhirnya mayoritas sekolah sekarang menjalankan proses KBM-nya lewat daring (dalam jaringan).(tirto.id, 14/8/2020)
Setelah sekian lama pembelajaran daring atau online, kini menjadi problem masyarakat Indonesia, khususnya guru, orang tua dan siswa/mahasiswa. Mulai ada kebosanan dalam menjalani proses belajar-mengajar secara daring. Belum lagi terkendala jaringan internet maupun biaya pembelian kuota.
Oleh karena itu Bupati Bandung, Dadang M. Naser, merestui sekolah untuk kembali mengadakan kegiatan pembelajaran tatap muka secara langsung atau luring (luar jaringan). Hanya saja dia meminta agar setiap sekolah menerapkan protokol kesehatan yang ketat, dan meminta agar pembelajaran tatap muka diberlakukan di ruang terbuka agar sirkulasi udara lebih baik. Selain itu waktu tatap muka dibatasi. (prfmnews.id, 10/9/2020)
Hal itu searah dengan apa yang disampaikan guru besar pendidikan Universitas Muhammadiyah Surakarta (UMS), Prof. Dr. Harun Joko Prayitno. Beliau berpendapat perlunya penyeimbang antara sekolah daring dan luring. Kemudian jangan buat sekolah terlihat menakutkan, sumber penyakit atau sumber covid-19. Selain itu menurutnya perlu pengembangan model pembelajaran baru. Jika biasanya pembelajaran berlokasi di dalam kelas, mungkin bisa dilakukan di tempat terbuka. “Kita dituntut untuk makin kreatif di tengah pandemi ini, jangan sampai anak bosan. Sekolah homeschooling juga bisa jadi alternatif,” paparnya. (Joglosemarnews.com, 15/8/2020)
Suasana belajar daring yang monoton, bahan ajar yang sangat padat dan guru yang kebingungan/tidak siap dengan kondisi pandemi, kadang membuat siswa bosan dan jenuh. Fakta ini tentunya harus diatasi. Para ulama juga pernah membicarakan soal ini. Syaikh Abu Fatah Abu Ghuddah dalam Qimatuz Zaman ‘indal ‘Ulama, berkata Ibn Jarw al-Maushuli mengatakan, “Orang itu perlu menunda sebentar belajarnya, untuk mendengar cerita-cerita atau lagu-lagu di saat ia bosan.” Selanjutnya Syaikh Abu Ghuddah menambahkan bahwa kala seseorang dihinggapi rasa bosan atau tidak semangat belajar, tidak baik untuk diteruskan. Yang baik itu, selesaikan dulu urusan dengan rasa bosannya, sampai rasa bosan itu terkalahkan. Ada banyak cara untuk menghilangkan rasa bosan belajar. Beliau memberi contoh, misalnya keluar sebentar ke tempat terbuka. (Bincangsyariah, 12/4/2020)
Namun jika kurikulum maupun guru sudah terbiasa dengan pembelajaran yang sahih atau sesuai Islam, maka tidak akan mengalami kebosanan yang berkepanjangan. Rusaknya sistem kapitalis yang diterapkan saat ini pada kedua aspek tersebut, yakni lemahnya guru dan rapuhnya kurikulum, sebenarnya konsekuensi logis dari pengelolaan negara yang sekuler kapitalis. Adapun pandemi dalam sistem yang rusak ini, membuat kerusakan ini makin terasa lebih banyak. Politik pemerintah yang lemah, ekonomi yang rapuh, telah membuat berbagai kebijakan untuk mengatasi pandemi ini semakin sulit, dan hal ini terasa di dunia pendidikan.
Pendidikan pada masa pandemi dalam sistem Islam berbeda dengan sistem kapitalis sekuler. Jika terjadi pandemi, Islam mensyariatkan untuk lockdown atau karantina wilayah, sesuai tuntunan Rasulullah SAW. Berdasarkan hal ini belajar di rumah pun menjadi kebijakan yang harus diambil dalam sistem Islam. Namun kebijakan belajar di rumah dalam sistem Islam tidak sampai mengurangi esensi pendidikan. Karena pertama, sistem Islam berdasarkan akidah dan syariah Islam. Dengan asas ini tujuan pendidikan harus diemban oleh pemimpin, siswa, guru, tenaga kependidikan dan orang tua siswa. Sebab belajar di rumah melibatkan orang tua. Asas ini juga yang menentukan dalam perumusan materi ajar/kurikulum saat pandemi.
Orang tua juga memiliki kesadaran untuk mendidik sesuai target dan tujuan pembelajaran dalam Islam. Mendidik dengan kasih sayang karena menyadari bahwa ini adalah kewajiban dari Allah, yaitu mengantarkan anaknya menjadi orang yang taat pada penciptanya dan menyadari tugas dari keberadaannya di muka bumi ini. Kedua, negara yang menjalankan sistem Islam menguasai ilmu dan teknologi komunikasi yang handal.
Maka keterbatasan guru, siswa dan orang tua untuk melakukan pembelajaran daring bisa diminimalisasi. Berbeda dengan kondisi saat ini, masih banyak guru, siswa dan orang tua yang gagap teknologi.
Ketiga, belajar daring dan luring di negara dengan sistem Islam, ditopang oleh perekonomian yang stabil bahkan maju. Dengan kondisi tersebut, negara mampu menopang kehidupan ekonomi rakyat yang membutuhkan bantuan akibat pandemi. Orang tua tak perlu bekerja di luar, mereka bisa optimal membantu proses belajar anaknya dengan sebaik-baiknya. Di saat normal saja pendidikan gratis, maka di saat ada wabah pandemi berbagai fasilitas pendukung pembelajaran akan disediakan.
Seperti itulah negara yang menerapkan sistem Islam. Negara ini mampu memberikan pelayanan pendidikan secara optimal lagi sahih kepada rakyat pada saat ada wabah atau tidak. Belajar daring atau luring pun tak perlu khawatir karena bosan atau ada kendala lainnya. Semoga dengan adanya wabah ini menyadarkan kita akan wajibnya penerapan sistem Islam.
Wallahu a’lam bish shawab
Penulis : Ummi Lia
Editor : YA