Cara Islam Mengatur Pembatasan Sosial Saat Wabah (Kritik PSBB dan PSBM)

Foto ilustrasi. Sumber: Pinterest

TEGAS.CO., NUSANTARA – Kasus Covid-19 masih terus menanjak naik. Untuk itu PSBB kembali diberlakukan di DKI Jakarta mulai 14 September lalu, sementara Jawa Timur memberlakukan PSBM yang menurut Gubernur Jatim, Khofifah Indarparawansa lebih efektif.

Alih-alih mendukung kebijakan yang bertujuan untuk menekan penularan Covid-19, salah satu orang terkaya di Indonesia justru tidak sependapat dengan kebijakan Gubernur DKI Jakarta, Anies Baswedan. Ia beranggapan bahwa PSBB tidak efektif dalam menurunkan tingkat pertumbuhan infeksi di Jakarta dan seharusnya Pemerintah Daerah/Pemerintah Pusat harus terus menyiapkan tempat isolasi mandiri untuk menangani lonjakan kasus (solopos.com).

Iklan ARS

Menko Perekonomian Airlangga Hartarto juga tidak sepakat dengan pemberlakuan PSBB ketat di Jakarta karena Jakarta merupakan syaraf perekonomian nasional dan berita tentang PSBB ketat Jakarta sempat mempengaruhi pasar modal dan pasar uang (harianaceh.co.id).

Pada dasarnya, saat Covid-19 muncul, ramai-ramai negara memberlakukan lockdown yang mana lockdown membutuhkan biaya yang tidak sedikit untuk memenuhi kebutuhan masyarakat. Mengambil jalan tengah karena lockdown terlalu “ekstrem” untuk Indonesia, maka diberlakukan PSBB di berbagai tempat. Namun sayang kebutuhan masyarakat tidak bisa sepenuhnya dipenuhi oleh pemerintah. Pemerintah memilih jalan bansos yang sayangnya tidak tepat sasaran.

Selain itu, Pemerintah menilai bahwa kebijakan PSBB memicu penurunan ekonomi karena aktivitas masyarakat yang berkurang dan meningkatkan masalah sosial seperti PHK masal, putus sekolah/kuliah, gelandangan baru, kemiskinan yang meningkat, semua itu karena tidak adanya jaminan total dari pemerintah selama PSBB berlaku. Maka dari itu melihat kondisi ekonomi yang semakin terpuruk, pemerintah melonggarkan PSBB dengan membentuk adaptasi kebiasaan baru/new normal, yang baru-baru ini disarankan sebagai PSBM (Pembatasan Sosial Berskala Mikro). Namun hal tersebut jelas tak akan menyelesaikan permasalahan Covid-19. Klaster dan pasien positif Covid-19 malah akan terus merajalela.

Oleh karena itu, sepertinya kita perlu menilik dan meniru bagaimana cara Islam dalam menangani wabah, Pemerintahan Islam akan membiasakan rakyatnya untuk berperilaku hidup bersih dan sehat serta memberikan dan menjamin pelayanan kesehatan secara gratis oleh negara. Saat wabah atau pandemi terjadi, pemerintah akan memetakkan wilayah mana yang terdampak wabah dan mana yang tidak serta diberikan penanganan yang berbeda. Penduduk yang sehat dan sakit akan dipisahkan. Sehingga mereka tak saling menularkan penyakit.

Dari sisi ekonomi pun negara akan menjamin kebutuhan masyarakat di wilayah yang terdampak pandemi. Sementara di wilayah yang dihuni masyarakat yang sehat akan tetap menjalankan kehidupan dan aktivitas sosial ekonomi sebagaimana mestinya.

Pemerintah juga tidak akan hanya diam dan menunggu bala bantuan dari asing. Pemerintahan dengan sistem Islam Kaffah akan senantiasa berusaha pengembangkan solusi kesehatan dan penelitian terhadap obat-obatan yang mampu menyembuhkan penyakit yang menjadi wabah. Sehingga masyarakat akan terbebas dari penyakit dengan segera.

Untuk itu, ada baiknya jika pemerintah saat ini meniru teladan dari Rasulullah Saw dan para sahabatnya dalam mengentaskan wabah. Sehingga tak akan ada lagi korban nyawa yang gugur akibat pandemi ini.
Wallahu a’lamu bish shawab.

Penulis: Rahma Ningtyas (Praktisi Kesehatan, Bandung)
Editor: H5P