Perceraian Dimasa Pandemi Meningkat Ekstrem, karena Masalah Sistem

Nining Julianti (Pemerhati Sosial)

TEGAS.CO., Masa selama pandemi Covid-19 menimbulkan banyak sekali problem dimasyarakat. Keguncangan ekonomi dan sosial sulit untuk terelakkan. Salah satu masalah yang mencuat ialah meningkatnya angka perceraian. Diantaranya penyebab perceraian karena masalah ekonomi sebagaimana yang dilansir di telisik.id. Dari data Pengadilan Agama Unaaha, tingkat perceraian di Konawe meningkat. Jumlah pendaftar gugatan dalam satu hari mencapai 20 hingga 30 orang. Hingga kini, terdaftar 565 perkara gugatan cerai karena alasan ekonomi, KDRT dan kasus lainnya.

“Tahun 2019 hanya sekira 500-an kasus perceraian dan tahun 2020 di bulan September saja sudah mencapai 600-an dan sampai akhir tahun akan melebihi angka itu,” ungkap Massadi yang juga Hakim di PA Unaaha itu.

Iklan ARS

Pilihan perceraian tentu bukan pilihan bagi pasangan suami istri. Karena perceraian bukan hanya membuat “luka” dihati pasangan, namun juga akan melukai anak dan keluarga besar. Namun, pilihan perceraian seakan menjadi opsi terakhir jika masalah sudah tak sanggup dipikul oleh salah satu atau ke dua belah pihak.

Perceraian saat ini macam sebuah trend, karena saking banyaknya kasus per harinya seorang istri yang menggugat suami karena permasalahan ekonomi. Bisa saja karena nafkah berkurang atau suami kehilangan pekerjaan sehingga terkadang memicu KDRT. Fenomena ini menunjukkan semakin rapuhnya ikatan pernikahan. Pernikahan yang begitu sakral, namun sekarang, sangat dengan mudah diputuskan. Mengapa ini bisa terjadi?

Kehidupan manusia jika ingin ketenteraman, haruslah ada 3 pilar yang menopangnya, Termasuk dalam masalah pernikahan, butuh penjagaan dari 3 pilar tersebut. Apa itu?. Mulai dari pasangan suami istri, masyarakat dan Negara. Untuk pasangan suami istri, telah banyak mengalami pereduksian akan makna pernikahan ditambah lagi minimnya edukasi tentang pernikahan. Masyarakat sekuler kapitalisme membentuk kadar pengetahuan sendiri-sendiri dengan visi misi yang kapitalistik alias berorientasi materi. Kebanyakan juga meniru dan meneruskan model keluarga dari para orang tuanya, minim pengetahuan dan skill berumah tangga sesuai Islam. Sehingga rentan dalam menghadapi persoalan internal maupun eksternal.

Kondisi keluarga hari ini semakin memprihatinkan dan ini bukanlah sepenuhnya kesalahan individu, namun juga ada faktor salah urus oleh Negara, yang notabene sejatinya berasaskan sekuler kapitalisme, yang tidak akan pernah memberikan solusi tuntas dalam menyelesaikan permasalahan di masyarakat, termasuk masalah perceraian yang sedang menjadi masalah dimasyarakat.

Sistem sekuler kapitalisme, menjadikan masalah beruntun akibat carut marut penanganan perekonomian yang kemudian berimbas ke masalah kriminal, sehingga berimbas ke masalah keluarga yang sulit untuk terelakkan. Ibu harus kehilangan fungsinya, karena harus juga menjadi tulang punggung keluarga. Kekayaan alam yang dikuasai asing. Sulitnya lapangan pekerjaan menjadi “lingkaran setan” yang terus membelit bangsa ini.

Islam sebagai agama yang sempurna telah jelas memiliki hukum (syariat) di dalam mengatur sebuah keluarga dan hal apa saja yang dibutuhkan di dalam sebuah keluarga. Di dalam negara Islam, pemimpinnya harus memastikan semua ayah atau laki-laki dewasa mampu memberi nafkah kepada keluarganya. Negara harus menjamin ketersediaan lapangan pekerjaan. Memberikan pendidikan dan pelatihan kerja, bahkan bantuan modal agar seorang laki-laki yang telah berkewajiban memberi nafkah tetap survive.

Edukasi terhadap pasangan suami istri pun wajib dilakukan oleh Negara. Satu sama lain berhak mendapatkan ketenteraman, salah satu caranya dengan memiliki ilmu berumah tangga, sehingga pasangan paham akan hak dan kewajibannya masing-masing. Termasuk masyarakat juga harus saling mengontrol, jika ada rumah tangga yang menyimpang seperti KDRT, perselingkuhan, dsb.

Negara juga wajib menyediakan kebutuhan pokok masyarakat yakni kebutuhan sandang, pangan dan papan dengan biaya yang terjangkau bahkan gratis. Khilafah juga akan menyediakan sarana pendidikan, transportasi, komunikasi, kesehatan, dan sarana publik lainnya sehingga meringankan keluarga. Tidak lupa pula, hal penunjang lainnya seperti pendidikan, transportasi, kesehatan disediakan oleh Negara untuk meringankan beban kepala keluarga.

Dari sini dapat kita lihat, bahwa Negara sangat berperan menjaga keutuhan sebuah rumah tangga, ditopang juga dengan kesiapan kesigapan individu serta masyarakat di dalam menjaga masyarakat agar selalu hidup rukun dan damai. Ini semua hanya dapat terwujud dalam melalui sistem Islam.
Wallahu’alam bishowwab

Penulis: Nining Julianti (Pemerhati Sosial)
Editor: H5P