Pilkada Tetap Digelar,Akibat Hilangnya Nalar

Rini Astutik (Pemerhati Sosial)

TEGAS.CO., NUSANTARA – Situasi dan kondisi saat ini bisa dibilang masuk ke fase darurat, pasalnya jika kita melihat lonjakan kasus covid-19 yang mana semakin hari semakin naik bahkan ke level teratas. Sehingga banyak sekali menelan korban jiwa tidak hanya pasien tapi juga tim medis yang berada digarda terdepan. Terkait kondisi saat ini, Pilkada seharusnya tidak boleh digelar, agar tidak menambah kluster baru yang bisa saja menjadi Bom lonjakan pasien dan korban berikutnya.

Hal ini sesuai dengan yang dipaparkan oleh pengamat politik, M Qodari bahwa dari simulasi yang dilakukan, Pilkada sangat berpotensi melahirkan kerumunan di 305.000 titik. Itu berdasarkan estimasi jumlah tempat pemungutan suara (TPS) dalam Pilkada serentak. Sehingga sangat berisiko dan menjadi Bom waktu penyebaran covid-19, jika Pilkada 9 Desember 2020 nekat digelar dan tak ditunda.(Jakarta,Bersatu.com 14/9/2020).

Jika memakai target Partisipasi 77,55 persen oleh KPU adalah 106 juta pemilih dalam daftar pemilik tetap (DPT) dikali 77,5 persen sama dengan 82,15 juta orang. Jika positivity rate kasus Covid-19 di Indonesia mencapai 19 persen, maka potensi orang yang terinfeksi dan menjadi agen penularan Covid-19 pada hari “H” mencapai 82,15 juta orang dikali 19 persen sama dengan 15,6 juta orang.

Menanggapi permintaan penundaan Pilkada Menkopulhukam Mahfud MD mengatakan, penundaan Pilkada hanya bisa dilakukan lewat UU atau PERPPU. Untuk UU, waktu sudah tidak memungkinkan sedangkan untuk PERPPU, belum tahu untuk mendapatkan dukungan DPR. Dan wacana penundaan Pilkada pernah dibahas oleh pemerintah, KPU, dan DPR. Namun, waktu itu diputuskan Pilkada tetap akan digelar pada tanggal 9 Desember 2020.

Ada dua alasan, pertama, pemerintah dan DPR tidak mau 270 daerah di Indonesia serentak dipimpin oleh pelaksana tugas. Kedua, jika ditunda karena covid-19 sampai kapan? Sampai kapan covid-19 berhenti dan tak lagi berbahaya? toh, hari ini, angka positif covid-19 masih terus melonjak.

Dilansir dari (Kaltimpost 11/9/2020) menurut ketua KPU Arif Budiman terdapat penambahan 23 bakal calon kepala daerah yang terkena covid-19. Dari sebelumnya 37, sehingga totalnya menjadi 60 orang, tersebar di 21 provinsi dari 32 provinsi di Indonesia. Wajar, jika Pilkada diusulkan ditunda dulu hingga berakhirnya wabah. karena banyak pelanggaran saat masa sosialisasi dan pendaftaran calon. Namun aspirasi ini mendapatkan penolakan dari pemerintah.

Meski jumlah terkonfirmasi covid-19 melonjak, termasuk bakal calon yang kena tidak menyurutkan langkah pemerintah guna menunda Pilkada. Pemerintah akan tetap gelar Pilkada disaat Covid-19 belum kelar, hal ini menegaskan logika demokrasi yang menyesatkan dan diluar nalar akal sehat. Sehingga mengabaikan pertimbangan kesehatan dan keselamatan nyawa rakyat.

Tidak dipungkiri Pilkada merupakan instrumen penting dalam satu kesatuan guna mempertahankan demokrasi. Fakta kerusakan dan kezholiman dalam sistem kepemimpinan yang dibangun ala demokrasi akan tetap dipertahankan demi kelangsungan dan memperpanjang kekuasaan melalui Pilkada.

Tentunya dalam pelaksanaan dan penyelenggaraannya membutuhkan banyak dana dan mempengaruhi keuangan negara, apalagi ditambah prosedur protokol kesehatan. Kebutuhan masyarakat tentunya harus lebih diutamakan mengingat kondisi ekonomi yang kian terpuruk bahkan mengalami resesi.

Hal ini membuktikan bahwa pertimbangan kursi kekuasaan jauh lebih penting dibanding kebutuhan masyarakat terhadap kesehatan dan keselamatan jiwa mereka. Sungguh ini merupakan diluar batas nalar kewajaran, bagaimana bisa nyawa rakyat seolah hanya dijadikan mainan dan tumbal demi tercapainya sebuah kekuasaan.

Apalagi untuk saat ini saja kurva jumlah terkonfirmasi covid-19 semakin banyak dan bertambah kluster Pilkada jika tetap ngotot untuk digelar. Ini merupakan bukti bahwa kesehatan atau nyawa rakyat yang harus dipertaruhkan asalkan nyawa kapitalis sekuler lewat Pilkada dalam sistem demokrasi tetap berlangsung.

Pilkada akan tetap digelar meski pandemi merupakan langkah yang kurang tepat dan bahkan keliru sebab dalam demokrasi tentu banyaknya dana yang dikeluarkan, kroni-kroni para kapitalis berlomba memberikan bekal kepada bakal penguasa. Dan pada saat sudah berkuasa maka masyarakat akan bersiap dengan kebijakan penguasa yang lebih mementingkan para konglomerat sementara rakyat akan terus melarat.

Sungguh sangat ironis dan miris, sebab masyarakat masih percaya dan menggantungkan harapan akan pergantian penguasa dalam sistem demokrasi, masyarakat mengira dengan memilih pemimpin dalam sistem demokrasi akan mampu mengubah keadaan lebih baik, padahal sangat jelas dalam demokrasi sering diperalat elite wakil rakyat, elite partai politik, dan elite para pemilik modal untuk memperkaya diri mereka masing-masing.

Sebab dalam demokrasi, prinsip dasar yang tidak bisa dilepaskan adalah kedaulatan dan kekuasaan berada ditangan wakil rakyat untuk membuat hukum dan UU sesuai kepentingan dan pesanan para pemilik modal yaitu para kapitalis. Bahkan UU yang dibuat pun sering kali tidak berpihak pada rakyat, bahkan semakin membebani dan menyengsarakan rakyat.

Sehingga sangat jelas, bahwa berharap perubahan kepada sistem demokrasi sangat mustahil mampu terwujud, karena sifat dasar demokrasi hanya untuk memuluskan kepentingan pemilik modal sehingga slogan dari rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat nyatanya hanya untuk kepentingan konglomerat.

Rakyat hanya dijadikan alat dan sarana untuk meraih kemenangan melalui banyaknya suara yang didapat, setelah menjabat dirinya akan lupa bahwa tugas dan amanah yang diberikan untuk dapat merayuh rakyat akan berganti alih mengurusi kepentingan kapitalis. Inilah rusaknya nalar akibat sistem demokrasi.

Maka masihkah kita berharap pada perubahan penguasa dalam sistem demokrasi sekuler ini? Tidakkah kita berharap dan merindukan perubahan yang hakiki, yaitu kembali kepada sang pembuat hukum terbaik yaitu Allah SWT melalui sistem pemerintahan Khilafah, yang darinya lahir penguasa yang taat dan peduli akan nasib rakyat.

Sebab ia taat dan tunduk pada syariat, sehingga ia mampu menjadi pemimpin yang amanah dan mampu menghantarkan kita menjadi manusia yang beriman dan bertakwa sehingga kehidupan yang sejahtera akan mudah kita dapatkan, serta kita akan mendapatkan keselamatan baik didunia dan di akhirat. Wallahu A’lam Bishowabh.

Penulis: Rini Astutik (Pemerhati Sosial)
Editor: H5P