Virus Corona Masih Ada

Gambaran Bentuk Corona virus disease-19. Sumber: google pict

TEGAS.CO., NUSANTARA – Hingga Sabtu 12 September 2020, total kasus konfirmasi atau positif virus Corona di Kabupaten Bandung mencapai 578 orang. Dari angka tersebut, 471 dinyatakan sembuh, 92 dalam proses perawatan, sementara 15 orang lainnya meninggal. Dilansir prfmnews.id dari keterangan tertulis yang diterimanya, suspek proses berjumlah 57, discarded 2.301, probable 28, dan kontak erat dikarantina berjumlah 184 orang. (prfmnews.com).

Jika dilihat dari peta sebaran, hanya satu kecamatan yaitu Rancabali yang tanpa kasus Corona baik positif maupun suspek di Kabupaten Bandung. Sementara kecamatan penyumbang tertinggi kasus Corona di Kabupaten Bandung adalah Cileunyi dengan 8 kasus positif aktif. (visinews.com).

Iklan ARS

Saat ini Virus Corona seperti hantu, disebut ada tetapi tak terlihat, disebut tidak ada tapi banyak menimbulkan korban jiwa. Walaupun di Cileunyi yang terkena hanya 8 orang, masyarakat bisa jadi was-was dan masyarakat wajib mewaspadai akan munculnya kasus baru. Karena tidak dipungkiri data ini bisa saja semakin hari semakin meningkat karena virus Corona masih ada dan sampai saat ini belum bisa dikendalikan.

Virus Corona baru (2019-nCoV) adalah penyebab infeksi seperti pneumonia. Karakteristik genetik 2019-nCoV sudah terkonfirmasi mampu menularkan di antara sesama manusia. Menjadikan seluruh dunia juga Indonesia hari ini berisiko mengalami nasib serupa dengan masyarakat Kota Wuhan.

Sangat disesalkan, terbukti pemerintah lalai. Tampak dari kecerobohan terhadap sumber wabah, ketergantungan pada WHO, serta ketidaksungguhan mengupayakan pencegahan dan pengobatan. Kecerobohan terhadap sumber wabah tampak dari tidak adanya keputusan pemerintah melarang pendatang dari Cina masuk ke Indonesia, sejak terjadinya wabah di Wuhan hingga saat ini. Pemeriksaan suhu di bandara serta pelabuhan dan tindakan apa pun itu, tetapi dengan tetap mengizinkan pendatang dari Cina masuk ke Indonesia justru memfasilitasi terjadinya wabah di Indonesia.

Terlebih lagi, begitu banyak bukti bahwa WHO hannyalah berdedikasi bagi kepentingan hegemoni dan korporasi raksasa farmasi dunia milik negara-negara kafir penjajah (ghwatch.org). Sudah bukan rahasia lagi jika kemunculan wabah baru sering kali diikuti dengan penjualan vaksin yang harganya selangit. Ini belum berbicara apakah vaksin itu benar-benar ampuh sebagai pelindung atau justru menjadi silent killer. Bahkan, berdasarkan kejadian serupa yang sudah-sudah, kemunculan wabah baru identik dengan ketergantungan dunia pada korporasi industri farmasi, obat-obatan, dan vaksin.

Juga, sangat disesalkan ketidaksungguhan pemerintah dalam upaya pencegahan dengan peningkatan imunitas masyarakat melalui asupan bergizi. Sebab, nyaris tanpa tindakan, jauh dari langkah antisipatif, praktis produktif yang berbuah kebaikan pada setiap individu masyarakat. Menteri Kesehatan (Menkes) RI, Terawan Agus Putranto mengimbau masyarakat untuk menjaga imunitas atau sistem daya tahan tubuh agar tetap baik untuk mencegah infeksi virus corona tipe baru atau novel coronavirus (2019-nCov) yang sedang mewabah di berbagai negara. Ia menyatakan, “Ini termasuk self-limited disease’ artinya bisa disembuhkan sendiri, karena itu nomor satu jaga imunitas tubuh itu yang paling penting.” Sembari menyampaikan beberapa hal yang bisa menurunkan daya tahan tubuh seperti asupan gizi. (Antaranews.com, 28 Januari 2020).

Di saat yang bersamaan ada puluhan bahkan ratusan juta penduduk Indonesia yang miskin. Dan, kemiskinan itu sendiri identik dengan buruknya akses pada segala aspek yang penting bagi peningkatan daya tahan tubuh. Seperti asupan bergizi, sanitasi dan air bersih, tempat tinggal dan perumahan yang sehat. Ini semua jelas-jelas membutuhkan uluran tangan pemerintah untuk penyelesaiannya. Ini di satu sisi. Di sisi lain, angka kesakitan berbagai penyakit menular yang menjadi faktor risiko kematian 2019-nCoV begitu tinggi, seperti TBC, HIV, dan malaria.

Kelalaian itu juga tampak pada upaya pengobatan. Karena efektivitas kemampuan fasilitas kesehatan di Indonesia terbatas pada jumlah tertentu. Sebagaimana ditegaskan Tri Yunis Miko Wahyono, Ketua Departemen Epidemiologi di Universitas Indonesia, “dari 100 rumah sakit, paling banyak rata-rata masing-masing merawat 3 pasien, jadi sekitar 300 pasien yang mampu dirawat di rumah sakit isolasi itu.” Lebih lagi, tambah Miko, jika jumlah pasien terus bertambah, ada kemungkinan pihak rumah sakit mengalami kekurangan peralatan bagi petugas kesehatan, seperti pakaian pelindung. (bbc.com).

Dengan demikian dari aspek mana pun, jelas sekali pemerintah Indonesia lalai dan tidak siap menghadapi wabah 2019-nCoV. Yang bila ditelisik secara mendalam semua kelalaian itu berpangkal dari berbagai paradigma batil sekuler yang menyandera pemerintah. Baik yang terhimpun dalam konsep good governance, maupun aspek-aspek lain.

Sekarang Kecamatan Cileunyi merupakan daerah penyumbang pasien Corona tertinggi di Kabupaten Bandung. Ini bisa terjadi karena diterapkannya sistem kapitalis sekuler, khususnya sistem kesehatan ala kapitalis yang nyatanya mengancam nyawa rakyat dengan tidak bisa mengendalikan pandemi Covid ini. Kita butuh membebaskan Indonesia dan dunia dari ancaman pandemi kuman mematikan. Dan persoalan ini butuh solusi yang mendesak. Solusi yang bisa menyelesaikan masalah ini adalah menggunakan sistem yang terbukti 14 abad bisa menyejahterakan rakyatnya, tidak lain dan tidak bukan menggunakan Sistem Islam.

Islam memiliki kekayaan konsep dan pemikiran cemerlang yang bersifat praktis. Terpancar dari akidah Islam yang sahih dan mengalir dari telaga kebenaran Al-Qur’an dan Sunah serta apa yang ditunjukkan oleh keduanya. Sehingga, baik di tataran teoretis maupun praktis, hanya paradigma dan konsep-konsep Islam berupa syariah kafah satu-satunya pembebas Indonesia dan dunia dari penderitaan ancaman global berbagai wabah juga termasuk wabah 2019-nCoV yang mematikan. Berwujud sistem ekonomi Islam dan sistem politik Islam, yakni Khilafah, yang bila diterapkan secara praktis akan menjadi solusi segera yang dapat dirasakan dunia kebaikannya. Berikut sejumlah paradigma dan konsep Islam tersebut.

Pertama, negara dan pemerintah adalah pihak yang paling bertanggung jawab melakukan tindakan pencegahan bahaya apa pun termasuk wabah virus mematikan 2019-nCoV. Yang demikian itu karena fungsinya yang begitu vital, sebagaimana ditegaskan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam yang artinya.

“Imam (Khalifah) yang menjadi pemimpin manusia, adalah (laksana) penggembala. Dan hanya dialah yang bertanggungjawab terhadap (urusan) rakyatnya.” (HR. Al-Bukhari).

Sementara kemudaratan atau bahaya itu sendiri apa pun bentuknya wajib dicegah. Sebagaimana tutur Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam.

Dari Abu Said bin Malik bin Sinan Khudri ra, artinya: ”Tidak ada mudarat (dalam Islam) dan tidak boleh menimbulkan mudarat (penderitaan).”

Sehingga haram negara hanya berfungsi sebagai regulator dan fasilitator, apa pun alasannya. Kemudian negara wajib melarang masuk warga negara yang terbukti menjadi tempat wabah. Yang pada kasus ini adalah Cina karena Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam bertutur melalui lisannya yang mulia.

“Jika kalian mendengar suatu negeri dilanda wabah, maka jangan kalian memasukinya. Jika wabah itu terjadi di negeri yang kalian berada di dalamnya, maka jangan kalian keluar darinya.” (HR. Bukhari dan Muslim).

Selain itu negara bebas dari agenda imperialisme karena diharamkan Allah subhanahu wa ta’ala.

“……Allah sekali-kali tidak akan memberikan jalan kepada orang kafir untuk menguasai orang-orang mukmin.” (TQS. An-Nisa: 141).

Sehingga, wajib mandiri dalam menyikapi wabah, tidak bergantung pada negara kafir penjajah dan lembaga yang menjadi kuda tunggangannya, yakni WHO.

Seharusnya negara dapat terdepan dalam riset dan teknologi tentang kuman-kuman penyebab wabah, alat kedokteran dan obat-obatan. Baik untuk tujuan pencegahan dan mengatasi wabah sesegera mungkin, maupun untuk tujuan menimbulkan rasa sungkan dan takut bagi negara kafir penjajah pelaku kejahatan agenda hegemoni senjata biologi, sebagaimana diperintah Allah subhanahu wa ta’ala, yang artinya.

“Dan siapkanlah untuk menghadapi mereka kekuatan apa saja yang kalian sanggupi dan dari kuda-kuda yang ditambat untuk berperang (yang dengan persiapan itu) kalian menggentarkan musuh Allah dan musuhmu .…” (TQS. Al-Anfal: 60).

Pelaksanaan prinsip sahih ini beserta keseluruhan ketentuan syariat Islam secara kafah. Bersamaan pemanfaatan teknologi terkini meniscayakan segera terwujud Indonesia dan dunia yang bebas dari serangan berbagai wabah mematikan. Selanjutnya akan terwujud kesejahteraan bagi seluruh alam, sebagai janji yang pasti dari Allah subhanahu wa ta’ala, artinya.

“Dan Kami tidak mengutus engkau (Muhammad) melainkan untuk (menjadi) rahmat bagi seluruh alam.” (TQS. Al-Anbiyaa: 107)
Pada tataran inilah, kembali pada pangkuan syariah kafah adalah kebutuhan yang mendesak bagi bangsa ini dan dunia.
Wallahua’lam bishawab

Penulis: Putriyana Amd.AK (Ibu Rumah Tangga dan Pemerhati Sosial)
Editor: H5P