TEGAS.CO,. KENDARI – Senyap nan sunyi DPR-RI dan pemerintah kompak dalam memuluskan dan mewujudkan Omnibus Law Rancangan Undang-Undang (RUU) Cipta Kerja menjadi Undang-Undang (UU), pengesahan RUU Cipta Kerja menjadi UU ini terjadi pada rapat paripurna yang digelar Minggu sampai Senin dini hari.
Pengesahan Undang-Undang tersebut pada akhirnya memancing berbagai reaksi penolakan dari segenap elemen dan lapisan Masyarakat. Bagaimana tidak langkah sunyi DPR-RI tersebut digelar pada saat Bangsa ini masih tengah diselimuti musibah pandemi Covid-19
Dalam konsep Ombnibus Law Cipta Lapangan Kerja itu sendiri terdiri dari 11 Kluster, yaitu Penyederhanaan Izin Mencakup 522 UU terdiri dari 770 Pasal, Persyaratan Investasi mencakup 13 UU terdiri dari 24 Pasal, Ketenagakerjaan mencakup 3 UU terdiri dari 55 Pasal, Kemudahan dan Perlindungan UMKM mencakup 3 UU terdiri dari 6 Pasal, Kemudahan Berusaha mencakup 9 UU terdiri dari 23 Pasal, Dukungan Riset dan Inovasi mencakup 2 UU terdiri dari 2 Pasal, Administrasi Pemerintahan mencakup 2 UU sebanyak 14 Pasal, Pengenaan Sanksi mencakup 49 UU terdiri dari 295 Pasal, Pengadaan Lahan terdiri dari 2 UU sebanyak 11 Pasal, Kemudahan Proyek Pemerintah mencakup 2 UU terdiri dari 2 Pasal serta Kawasan Ekonomi mencakup 5 UU sebanyak 38 Pasal.
Menurut Sekretaris Satuan Siswa Pelajar Mahasiswa Pemuda Pancasila (SAPMA PP) Muna Barat,Sahir. Dalam proses perancangan Undang-Undang Omnibus Law Cipta Lapangan Kerja ini menuai masalah baru. Salah satu diantaranya mengenai tenaga kerja dan buruh yang sedikit banyaknya justru merugikan bagi angkatan tenaga kerja Indonesia. Isu ketenaga kerjaan pada akhirnya menimbulkan polemik dalam Rancangan Undang-Undang Omnibus Law. hal-hal yang kemudian menjadi perdebatan dalam Rancangan Undang-Undang ini adalah mengenai Peraturan Upah Per Jam, Cuti Hamil, Sanksi Pidana Bagi Pengusaha, Kemudahan Tenaga Kerja Asing Masuk ke Indonesia, Pemutusan Hubungan Kerja dan Pesangon, dan Resiko Krisis Ekologi.
Tidak hanya itu Aktivis Pemerhati Lingkungan ini menyatakan di bidang ketenaga kerjaan Rancangan Undang-Undang Omnibus Law Cipta Lapangan Kerja justru memberikan dampak yang masif bagi kerusakan lingkungan di Indonesia, mengingat dalam kluster Perizinan dan Investasi terminologi, Izin Lingkungan justru dihilangkan dan tidak menjadi syarat dalam penerbitan usaha. Yang kemudian adanya pengaturan ulang mekanisme penilaian AMDAL. Bahkan yang menjadi masalah baru adalah penghapusan UU Nomor 41 Tahun 1999 dimana batas minimum 30 persen luas kawasan hutan yang harus dipertahankan untuk setiap daerah aliran sungai/pulau justru dihilangkan. Perubahan lainnya juga terjadi pada pemegang izin tidak lagi bertanggung jawab Dan terhadap kebakaran hutan di area kerjanya dan hanya sekedar diwajibkan melakukan upaya pencegahan dan pengendalian kebakaran hutan.
Maka untuk itu SAPMA PP Muna Barat secara kelembagaan menolak dengan tegas UU Cilaka Omnibus Law, dan mendukung sepenuhnya pihak-pihak yang akan melakukan Judicial Review serta mengajak seluruh masyarakat Sulawesi Tenggara khususnya Masyarakat Muna Barat untuk melakukan mosi tidak percaya kepada DPR-RI. Dan secara Khusus meminta Presiden Republik Indonesia untuk mengeluarkan Perppu untuk membatalkan UU tersebut.
Penulis : La Ode Muhammad Isdar, ST (Ketua SAPMA PP Mubar)
Editor : YA